Berjalan memacu mobil melintasi segala tempat yang ada. Tak peduli berapa jarak yang telah terlewati. Melampaui jarak bermil-mil lamanya. Melampaui segala seruan cuaca yang berteriak kala panas maupun badai. Masa bodoh dengan seruan cuaca yang sangat menganggu rasanya. Tak pernah takut dengan segala sergapan ancaman binatang buas. Jalan lurus maupun berkelok-kelok telah terlampaui semuanya. Yang penting menikmati sebuah kehidupan yang begitu nyaman tersekat dari keriuhan kota.
Berjalan demi menapaki tempat yang menjadi alam kehidupanku kala belia hingga remaja. Napak tilas sepanjang tempat-tempat yang terlupakan demi bertutur kepada generasi selanjutnya. Kehidupan senjaku yang penuh bahagia kala melewati segala tempat yang telah menjadi saksi dalam kehidupan beliaku.
Melampaui rumah keluarga yang menjadi tempat bernanung diriku dan keluargaku. Rumah keluarga yang sangat damai memberikan sejuta kebaikan bagi penghuninya. Rumah sangat sederhana yang menjadi tempat penghabisan masa kecilku hingga masa remaja. Namun rumah keluarga telah disihir menjadi sebuah kantor. Sungguh sayang saat rumah yang memberikan ketenteraman masa belia telah disihir menjadi kantor.
Setelah melampaui bekas rumahku akupun berjalan melampaui jalan yang sangat lapang yang begitu lengang. Berjalan lurus sesekali ditemani dengan rumput-rumput ilalang kecil. Yang penting aku melaju kencang menikmati jalan lapang bersama anak cucuku. Hanya berbekas kegirangan yang terpancar dari diriku dan anakku beserta cucuku.
Baca Juga
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Di Balik Senyum Buruh Gendong Beringharjo: Upah Tak Cukup, Solidaritas Jadi Kekuatan
-
Benturan di Jalan, Harmoni di Lapangan Futsal
-
Kreativitas Strategi dan Seni Bermain di Lapangan Futsal
-
Debut di Pentas Eropa, Calvin Verdonk Hapus Kenangan Pahit yang Digoreskan Klub Marselino Ferdinan
-
Nana Mirdad Soroti Program MBG, Sebut Gagal Total dan Buang Anggaran?