Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Sang Penyamun. (Pixabay)

Balada sang penyamun tersemat bagi penguasa. Semakin langgengnya rasuah dalam lingkar kuasa. Sang penyamun yang lihai menipu rakyat dalam jualan janji-janji palsu. Sang penyamun terlihat lembut rupanya kala menjadi badut yang menghibur rakyat. Badut dalam panggung kampanye.

Sang penyamun dengan senyumnya menyapa rakyat bergelimpangan. Hadir bagai malaikat penyelamat kemelaratan rakyat. Rakyat semakin terhibur dalam buaian janji-janji semu sang penyamun. Rakyat tak tahu dibalik perisai kelembutan tingkahnya. Kelembutan tingkahnya tersimpan hipokrit seorang penyamun.

Jejak lampau sebagai mantan pesakitan rasuah tak menggentarkan sang penyamun. Seakan keyakinan yang teguh menggelora pada diri sang penyamun. Tak ada malu yang terpancar dari wajah sang penyamun. Percaya diri yang tergenggam erat kian meneguhkan langkah tuk menjadi penguasa.

Kekuasaan sebuah negeri dalam genggaman sang penyamun. Kekacauan kian mendera sebuah negeri. Dahulu kala sebuah negeri amat makmur dalam genggaman penguasa yang adil. Namun penguasa yang adil telah meninggalkan dunia selama-lamanya. Tergantikan oleh sang penyamun yang memoles wajahnya berlagak penguasa yang adil.

Jargon penuh omong kosong ihwal keadilan dan kemakmuran mengais simpati rakyat. Rakyat dibuat terkesima dengan kharisma rupanya. Kharisma rupanya yang menipu hamparan rakyat. Rakyat yang bodoh tak tahu apa-apa hanya berkata iya. Cengkeraman rasuah mendera sebuah negeri. Rasa penyesalan rakyat menjadi ampas semata. Hanyalah ratapan pilu yang dinikmati oleh rakyat.

Rico Andreano Fahreza