Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi Dusta. (pixabay.com)

Sebuah kata bernama dusta menjadi haluan kehidupan bagi manusia yang haus akan ambisi duniawi. Segalanya diraih tanpa menatap perihal baik atau buruk. Dusta seakan menjadi makanan mewah bagi manusia hina.

Dusta dalam berujar melenyapkan segala akal pikir yang bertengger pada kepala. Dusta seolah sebuah kelaziman polah yang pada hamparan kehidupan yang busuk.

Rusaklah lisan manusia penuh berujar dusta kepada sesama manusia. Hanya kebanggaan akan polah dusta manusia yang dicampakkan. Tak sadar manusia yang penuh dusta tersemat sebagai manusia laknat.

Berujar dusta dengan melapisi rupa kelicikan polahnya berlagak bagai manusia bijak. Meramu rangkaian kalimah busuk menjadi kalimah bijak. Yang membuat sesama manusia terbuai dalam rangkaian kalimah yang dirangkai terlihat bijak.

Dusta yang bertopeng polos nan suci rupanya sebagai jurus sakti membuat sesama manusia terbuai. Terbuai akan dusta yang berucap nyata.

Dusta yang menjadi jurus sakti mengais segenap simpati kepada sesama. Dengan berharap belas kasihan menanti uluran tangan. Segenap tipu muslihat diperbuat dalam bauran dusta.

Manusia dusta yang tak tahu malu akan kehinaan yang amat rendah. Dengan riang hati manusia dusta melawan naluri kecil yang tak bernyawa lagi. Guncangan dusta hanya bagai tuntunan langkah kebatilan yang nyata.

Kiasan polah manusia yang busuk menjadikan dusta sebagai pencahariannya. Dusta seakan dianggap sebuah kelaziman yang terlihat amat mulia.

Taufan Rizka Purnawan