Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Melynda
Gili Ketapang (Instagram @giliketapang_trip)

Wisata pulau Gili selalu berkaitan erat dengan Gili Trawangan, Gili Meno, atau Gili Air. Ketiga gili tersebut terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dikenal dengan sebutan Top 3 Gili. Keindahan dan keelokan Top 3 Gili tidak perlu diragukan lagi. Sayangnya, mengingat keberadaannya di luar Jawa. Banyak orang yang harus menyiapkan waktu dan uang lebih untuk bisa memutuskan berkunjung ke salah satu dari ketiga gili.

Namun, tidak perlu khawatir, sebab di Pulau Jawa juga ada Gili yang memiliki keeksotisan serupa Top 3 Gili khas NTB, yaitu Gili Ketapang. Nama Gili Ketapang memang belum terlalu populer sebab terletak di kawasan timur Provinsi Jawa Timur. Tepatnya masuk dalam Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo.

Gili Ketapang hanya bisa diakses via laut dengan menumpang kapal nelayan yang disewakan untuk kegiatan wisata. Wisatawan harus memasuki Pantai Mayangan terlebih dahulu dan membayar ongkos penyeberangan sebesar 7 ribu sampai 10 ribu rupiah. Perjalanan menyusuri lautan Pantura Probolinggo membutuhkan waktu kurang lebih 30-45 menit.

Sebelum mendekati pulau, dari kejauhan terlihat pasir pantai berwarna putih dan berair laut biru jernih di bibir Gili Ketapang. Hal ini tentunya sangat kontras dengan warna air laut dan kondisi pasir Pantura. Keistimewaan inilah yang membuat Gili Ketapang berbeda dari laut Pantura pada umumnya. Selanjutnya, pengunjung akan disambut oleh dermaga berjembatan kayu khas pulau-pulau kecil.

Arus air laut Gili Ketapang nampak tenang dan hanya samar-samar ombak menari-nari. Pemandangan kapal-kapal bersandar juga menjadi penyambut para wisatawan yang tiba di Gili Ketapang. Sembari mempersiapkan diri untuk menghadapi sengatan cahaya matahari pinggir pantai yang pasti akan menerpa kulit.

Kapal Nelayan Gili Ketapang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sebagai sebuah pulau kecil dengan luas hanya sebesar 64 hektar, Gili Ketapang cukup sesak dengan pemukiman warga. Sebab Gili Ketapang menjadi salah satu pulau terpadat di Indonesia. Namun, hiruk-pikuk aktivitas kaum pria menangkap ikan dan para wanita mengolah hasil tangkapan, menjadi pengobat hati. Tidak jarang pula wisatawan akan berjumpa dengan anak-anak pulau yang bermain di pinggir pantai ataupun berenang di laut.

Fasilitas kepariwisataan disini cukup memadai, misalnya kehadiran toilet umum bahkan masjid. Sebab Pemerintah Kabupaten Probolinggo sangat serius menggarap Gili Ketapang menjadi salah satu destinasi wisata bahari favorit. Sayangnya, keberadaan air bersih tergolong minim sebab pasokan air hanya mengandalkan PDAM dari Pulau Jawa. Selain itu, warga Gili Ketapang hanya bisa berpasrah diri menikmati listrik di malam hari saja.

Selain menikmati halusnya pasir pantai, wisatawan juga akan diajak untuk menikmati keindahan bawah air Gili Ketapang. Hamparan terumbu karang bersama ikan kecil seperti ikan badut juga menghiasi bawah laut Gili Ketapang. Walaupun tidak memiliki keahlian renang, pilihan paket snorkeling hingga selam bisa menjadi rekomendasi,. Pengunjung hanya diminta mempersiapkan uang start 100 ribu rupiah. Seluruh akomodasi mulai dari pemberangkatan, foto bawah air, dan makan juga termasuk fasilitas yang ditawarkan.

Sayangnya, sampah masih menjadi salah satu fokus utama persoalan yang harus dihadapi pulau kecil, termasuk Gili Ketapang. Sampah plastik terlihat mengapung di sepanjang bibir pantai, sebab masih buruknya sistem pembuangan. Hal ini sempat dibahas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode tahun 2014-2019, Susi Pudjiastuti ketika mengunjungi dan berenang bersama Hiu Tutul yang melewati perairan Gili Ketapang pada tahun 2018. Namun, tentunya ada harapan besar bagi Pemkab Probolinggo untuk menyadari dan memperbaiki masalah ini.

Gua Sumur Tujuh (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tidak hanya menyajikan wisata berbasis laut, Gili Ketapang memiliki sebuah gua, diantaranya Gua Sumur Tujuh dan Gua Kucing. Di gua ini terselimuti mitos-mitos yang berkembang di masyarakat setempat, seperti kepercayaan sebagai tempat tinggal kucing raksasa yang hanya muncul pada malam Jumat. Masyarakat juga percaya bahwa kucing raksasa tersebut milik Syech Maulana Ishaq, tokoh penyebar agama Islam di Gili Ketapang.

Setelah lelah berwisata, pengunjung bisa menyantap rujak cingur buatan warga lokal. Berinteraksi dengan masyarakat, juga bisa menjadi cara mempelajari budaya baru. Sebab nenek moyang masyarakat Gili Ketapang berasal dari Sumenep, Madura. Alih-alih menggunakan Bahasa Jawa, warga Gili Ketapang aktif berbahasa Madura.

Berkunjung ke Gili Ketapang termasuk paket lengkap. Selain bisa mendapatkan kepuasan lahiriah dari pesona lautnya. Serta harganya relatif murah dengan jarak tidak terlalu jauh dari kota besar di Pulau Jawa. Pengunjung bisa menambah pengetahuan terkait perpaduan budaya Madura dan Jawa di Gili Ketapang. Tertarik mengunjunginya?

Melynda