Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy Yuswanto
Buku Hikmah Sakit. Sumber gambar (DocPribadi/samedy)

Banyak sekali hikmah yang bisa pembaca peroleh dalam buku berjudul ‘Hikmah Sakit, Mereguk Kasih Sayang Ilahi Bersama Badiuzzaman Said Nursi’ yang disusun oleh Dr. Zaprulkhan, S.Sos.I, M.S.I. ini. Said Nursi adalah sosok ulama yang memiliki cara pandang yang sangat bijaksana perihal penyakit yang menghinggapi tubuh manusia. 

Kalau kebanyakan kita menganggap penyakit sebagai suatu bencana dan musibah, Said Nursi justru menganggapnya sebagai suatu mahkota dan anugerah. Jika kebanyakan kita melihat penyakit sebagai suatu malapetaka dan nestapa, Said Nursi melihatnya sebagai karunia dan kasih sayang Tuhan.

Bagaimana tidak dikatakan mahkota, kalau dengan perantaraan penyakit itu kedudukan Anda menjadi sangat istimewa di alam malakut dan di hadapan Tuhan? Bagaimana tidak dikatakan anugerah jika dengan penyakit yang Anda derita bukan hanya dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan Anda yang dihapuskan oleh Allah, melainkan juga pahala-pahala kebajikan Anda dilipatgandakan oleh-Nya, bahkan setiap detik napas kehidupan yang Anda lalui bersama penyakit sama nilai pahalanya dengan satu hari ibadah (halaman xiv). 

Biasanya, ketika kita sedang mendapatkan ujian berupa penyakit, kita baru menyadari dengan sepenuh hati betapa nikmatnya memiliki tubuh yang sehat. Ya, karena dengan tubuh yang sehat kita dapat melakukan beragam aktivitas yang kita sukai. Dengan tubuh yang sehat kita juga bisa makan dan minum dengan nikmat.

Namun, ketika sakit, tubuh kita tiba-tiba menjadi lemah, makan tak enak, tidur tak nyenyak, dan tak mampu melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasa ketika masih segar bugar. Sayangnya, saat tubuh kita sehat, kita kadang (atau bahkan sering?) lalai, kurang memahami pentingnya kesehatan, dan kurang bersyukur dengan kesehatan yang kita miliki.  

Dalam perspektif Said Nursi, penyakit memang sengaja Allah lemparkan ke tengah-tengah kehidupan umat manusia agar mereka mampu merasakan kelemahan dan ketidakberdayaan mereka sehingga menghantarkan mereka bersimpuh memohon pertolongan Allah, baik melalui bahasa lisan maupun bahasa kenyataan yakni ketidakberdayaan yang mereka alami itu sendiri (halaman 101).

Said Nursi menasihatkan kita semua yang tengah dirundung penyakit untuk berpikir positif, yakni tetap memandang keagungan hikmah yang tersembunyi di balik penyakit yang kita rasakan. Penyakit tidak jarang melemparkan kita ke dalam situasi keheningan, namun bukan keheningan hampa. Melainkan keheningan yang membawa kita berdialog dengan segala eksistensi kehidupan, dengan semesta cakrawala ciptaan Tuhan, dengan Sang Pencipta jagat raya, dan khususnya dengan diri kita sendiri.

Keheningan itu menyuguhkan pergulatan-pergulatan eksistensial: sebenarnya untuk apa aku diciptakan di tengah-tengah jagat raya yang mahaakbar ini? Akan ke manakah akhir perjalanan hidupku kelak? Apakah sesuatu yang paling penting dalam kehidupan ini? Dan apakah peran yang harus aku mainkan dalam pentas kehidupan yang hanya sesaat ini? (halaman 119). 

Membaca buku terbitan Quanta (2016) ini dapat membantu para pembaca merenungi hikmah besar yang tersembunyi di balik ujian berupa penyakit. Selamat merenung, semoga bermanfaat.

***

Sam Edy Yuswanto