Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Wahid Kurniawan
Tujuh Penulis Perempuan Jepang Kontemporer yang Patut Kamu Ketahui

Apa yang kamu pikirkan saat ditanya tentang karya dan penulis dari negara Jepang? Sebagian besar dari kita mungkin akan mengingat nama-nama kanon seperti Haruki Murakami atau Yasunari Kawabata. Atau, yang mulai umum terdengar, seperti Osamu Dazai, Natsume Soseki, atau Junichiro Tanizaki.

Nama-nama itu memang telah lama dikenal khalayak pembaca kita, mengingat karya-karya mereka memang sudah jamak didapati di Indonesia.

Namun, nama-nama itu termasuk ke dalam angkat penulis Jepang klasik. Apalagi, mayoritas dari mereka adalah penulis laki-laki. Lalu, bagaimana dengan penulis kontemporer? Lebih spesifik lagi, bagaimana dengan penulis perempuan Jepang kontempore? Siapa saja nama-nama yang patut kita ketahui? 

Dari beberapa nama yang ada, setidaknya terdapat sejumlah nama penulis yang karyanya sayang untuk dilewatkan. Nama-nama itu adalah sebagai berikut:

1.    Banana Yoshimoto

Nama Banana Yoshimoto kali pertama melambung atas kesuksesan novelnya, Kitchen. Ia lantas didapuk sebagai penulis perempuan kontemporer generasi pertama yang membawa kesegaran dalam kisah tentang modernitas dan kesepian kaum urban. Corak prosanya sederhana dan puitis.

Ditambah, ia pun piawai membuat kalimat-kalimat indah yang bisa menyentuh sisi terdalam emosi dari pembacanya. Kekhasan yang dimilikinya itu lantas membuat karyanya, seperti Kitchen, menyisakan kesan tak terlupakan saat pembaca tiba pada halaman terakhir ceritanya.

2.    Sayaka Murata

Nama Sayaka Murata langsung dikenal publik internasional saat ia merilis novel perdananya yang diterbitkan ke dalam bahasa Inggris, yaitu Convenience Store Woman. Di Indonesia sendiri, novel ini telah diterbitkan dengan judul Gadis Minimarket. Satu kekhasan yang terlihat dari corak prosa Murata adalah keunikan ide cerita yang absurd, bahkan cenderung aneh dan horror.

Di novel Gadis Minimarket, kesan absurd itu didapati dari penggambaran karakter dan interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya. Adapun kesan horror, bisa didapati dari novelnya yang lain, yaitu Earthlings. Namun, di luar itu semua, Murata dikenal sebagai penulis yang banyak mengkritik nilai dan norma yang ada di masyarakat.  

3.    Kawakami Mieko

Nama Kawakami Mieko hits saat ia merilis novel keduanya yang diterbitkan secara global, yaitu Breasts and Eggs. Topik yang berkisar tentang keperempuanan menjadi isu utama yang terkandung di dalam karya-karya, termasuk novel itu. Kawakami banyak membicarakan isu-isu terkini, dari mulai eksistensi perempuan independen, perkara donor sperma, sampai soal pengasuhan dan hubungan antaranggota keluarga serta masyarakat. Sisi khas lainnya, hampir serupa seperti Banana Yoshimoto, prosa Kawakami juga mengandung keindahan kalimat nan puitis.

4.    Hiroko Oyamada

Nama Hiroko Oyamada dikenal publik begitu ia merilis novel pertamanya yang berjudul The Factory. Corak prosa Oyamada sedikit banyak memiliki kemiripan dengan Sayaka Murata, sebab terdapat kritikan terhadap nilai dan status di dalam masyarakat, terutama berkaitan dengan eksistensi perempuan di Jepang.

Namun, Oyamada memiliki sisi unik yang sungguh berbeda, yaitu kecenderungannya dalam bernarasi yang mendobrak tatanan umum.

Dalam prosa-prosanya, Oyamada biasa menggabungkan antara narasi dan dialog hingga membuatnya tampak tumpang-tindih. Dengan kekhasannya itu, maka pengalaman membaca karya Oyamada memiliki tantangan tersendiri, sebab pembaca dituntut fokus dan berkonsentrasi dalam mencerna paragraf demi paragrafnya. 

5.    Hiromi Kawakami

Nama Hiromi Kawami terkenal dengan rilisan novelnya yang berjudul The Strange Weather in Tokyo. Ada atmosfer yang khas dalam karya-karyanya, yaitu kesederhanaan dan kehangatan cerita yang ia hadirkan. Dari satu judul itu saja, pembaca bisa diajak bertamasya menyelami kesepian kaum urban sekaligus mengikuti kehangatan hubungan yang dibangun dari interaksi kedua tokoh utamanya.

Prosa Kawakami juga mengandung humor yang ringan dan renyah, dan humor itu banyak tersebar di sepanjang narasi dan dialog-dialog di dalam kisahnya. Dari situ, pengalaman membaca prosa Hiromi Kawakami adalah pengalaman membaca asyik sekaligus menghangatkan perasaan. 

6.    Eto Mori

Nama Eto Mori memang baru dikenal dengan rilisan tunggalnya, yaitu Colorful. Namun, dari novel tersebut, Eto Mori mencatatkan dirinya sebagai penulis Jepang perempuan yang penting. Sebab, ada semangat membangun yang terkandung dalam karyanya itu

Tema yang berdekatan dengan remaja, seperti perisakan dan pencarian semangat untuk menjalani kehidupan setelah bangkit dari keterpurukan, membuat novelnya itu terus dibacari dari generasi ke generasi. Bahkan, novel itu sudah diadaptasi ke dalam medium lain, dari mulai manga, anime, sampai film layar lebar. 

7.    Yoko Owada

Nama Yoko Owada juga penting dalam jajaran penulis Jepang perempuan ini. Apalagi, sejak novelnya yang berjudul The Memory Police (Polisi Kenangan) rilis di hadapan publik global. Terkhusus novel itu, Owada mempersoalkan eksistensi benda-benda di sekitar kita dan upaya mencari maknanya serta menghubungkannya dengan ingatan manusia.

Dalam lanskap pulau di zaman entah dan bercorak distopia, Owada mengisahkan kehidupan yang terbatas, yaitu saat ingatan kita atas suatu benda tertentu mesti dihilangkan sebab kalau tidak, akan ada Polisi Kenangan yang menangkap kita. Prosa Owada ini membuat pembaca bisa mempertanyakan ulang atas betapa kita kerap abai akan makna suatu benda, padahal benda tersebut bisa saja sewaktu-waktu hilang. 

Itulah tujuh penulis perempuan Jepang kontemporer beserta karya-karya yang patut kita lirik. Dari ketujuh penulis, hanya Hiroko Oyamada dan Hiromi Kawakami yang karya-karya belum diterbitkan edisi bahasa Indonesia-nya. Sementara karya dari lima penulis lainnya, beberapa sudah ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Hal itu tentu sebuah kabar baik, sebab kita bisa mendapat asupan bacaan, terutama dari kesusastraan Jepang, dengan keberagaman yang lebih luas lagi. 

Wahid Kurniawan