Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Siti Khoirunnisa
ilustrasi pangan semi basah dengan edible wrap. (unsplash.com)

Berbagai bentuk makanan instan kini sudah mulai berada di tengah pasar dan akan semakin terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi proses pangan pun juga semakin memudahkan sektor industri pangan untuk melakukan inovasi dan pengembangan produk agar memiliki daya saing dan dapat memiliki nilai jual yang tinggi di mata konsumen.

Di sisi lain, konsumen saat ini semakin aware dalam memilih produk pangan yang sesuai dengan preferensi mereka, seperti kebutuhan nutrisi, energi, juga kepedulian tentang lingkungan. Hal ini menyebabkan beberapa industri pangan untuk terus melakukan perbaikan dan pengembangan dari produk yang dihasilkan hingga sistem produksi agar dapat menjamin kualitas pangan terbaik.

Data Food and Drug Administration (FDA) tahun 2020, menyebutkan adanya berbagai macam jenis produk pangan instan di pasar, para konsumen lebih menyukai produk pangan yang lebih fresh atau segar, karena pada kondisi tersebut kandungan nutrisi produk masih tinggi dan sedikit terjadi penurunan gizinya.

Permintaan ini mendorong produsen untuk memproduksi “minimally processed product” atau produk yang diusahakan sangat minimal dalam proses pengolahannya. Di sisi lain suatu produk dengan proses pengolahan yang singkat, akan rawan terkontaminasi oleh lingkungan sehingga dapat memperpendek umur simpan produk. Hal ini tentu dapat merugikan sektor industri produksi pangan yang membutuhkan waktu dalam pendistribusian produknya.

Pada proses pengolahan untuk memperpanjang umur simpan atau shelf life serta menjaga kesegaran pangan, penggunaan kemasan produk perlu diperhatikan. Kemasan merupakan hal penting yang diperlukan pada suatu produk makanan. Selain untuk melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, juga dapat memberikan tampilan segar dan indah agar dapat menarik perhatian para konsumen.

Merangkum artikel pangan dari researchgate.net, plastik sebagai kemasan makanan meskipun sangat terjangkau dari segi harga dan memiliki sifat yang fleksibel, tidak korosif, tidak mudah pecah, dan dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain, plastik dapat membahayakan kesehatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan.

Namun kemasan pangan yang hadir dalam berbagai macam jenis plastik membuat sampah plastik kian semakin menumpuk dan sulit terurai karena memiliki sifat fisikokimia yang stabil dan sulit terurai. Di sisi lain penggunaan kemasan plastik sangat dibutuhkan karena dapat menjamin kesegaran, keamanan, dan kontaminasi produk pangan. Untuk itu diperlukan adanya kemasan yang ramah lingkungan namun memiliki kualitas yang sama dalam melindungi produk pangan. Hal ini menjadikan suatu tantangan tersendiri bagi sektor industri pangan.

Dilansir dari jurnal proudfoodism, kulit udang yang mengandung kitosan dan memiliki sifat yang hampir sama dengan kemasan plastik sangat berpotensi digunakan sebagai edible wrap pada kemasan makanan. Dengan pengembangan teknologi coating serta tuntutan konsumen terhadap produk yang segar dan aman, membuka peluang bagi para penyedia produk untuk menggunakan kemasan jenis edible wrap.

Sebagai contoh chitosan edible wrap dengan teknologi coating digunakan untuk bahan pelapis sayur-sayuran dan buah-buahan segar seperti alpukat, nanas, pisang, papaya maupun mangga. Penggunaan produk ini dapat disesuaikan dengan kecepatan respirasi buah dan sayur yang akan dikemas, sehingga dapat mencapai daya simpan maksimum.

Sampai saat ini, penggunaan kitosan sebagai edible wrap sudah semakin berkembang. Sebagai contoh edible wrap dari kitosan juga banyak di aplikasikan pada produk seafood yang sangat rentan terhadap penurunan kualitas yang disebabkan oleh oksidasi karena tingginya asam lemak tak jenuh.

Menurut jurnal pangan foodreview Indonesia, pada pengolahan seafood, terdapat kendala berupa potensi terjadinya dehidrasi dan freeze burning selama pembekuan. Dehidrasi merupakan suatu kondisi hilangnya kandungan air di dalam ikan.

Freeze burning dapat terjadi akibat dari dehidrasi. Dehidrasi mengakibatkan turunnya berat, berubahnya sifat fisik produk, dan jaringan menjadi kering dan keras. Pada produk berlemak, dehidrasi yang diikuti dengan terbukanya struktur jaringan dapat mempercepat proses oksidasi.

Untuk mengatasi hal tersebut, chitosan edible wrap dapat digunakan sebagai coating/pelapis dalam penanganan produk ikan beku. Demikian pula halnya chitosan edible wrap yang juga banyak digunakan pada produk pangan lain seperti produk daging dan ayam beku, sosis, dan pangan semi basah.

Chitosan edible wrap sebagai kemasan makanan dapat melindungi makanan, mencegah kontaminasi dari mikroorganisme, dan mengurangi transfer gas dan aroma, mencegah hilangnya kualitas makanan karena perpindahan masa (misalnya kelembaban, gas, dan rasa) karena sifatnya yang hampir sama dengan plastik. Selain itu, chitosan edible wrap dapat menghalangi transfer minyak, oksigen, dan uap air yang tidak diinginkan dalam produk-produk makanan, sehingga dapat meningkatkan stabilitas dan kualitas makanan.

Berbeda dengan kemasan pada umumnya, chitosan edible wrap juga dapat dimakan, dan terbiodegradasi di alam sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dengan meminimalkan pembuangan limbah padat. Selain dapat melindungi dan mencegah kontaminasi produk makanan, kitosan juga dapat mengadsorbsi hara yang digunakan oleh bakteri, dan mampu mengikat air, serta menghambat sistem enzim beberapa bakteri.

Siti Khoirunnisa