Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | M. Fuad S. T.
Film Marley (twitter/@DenniSiregar7)

Maret 2022, menjadi bulan penuh dengan hiburan bagi masyarakat Indonesia yang hobi menonton film-film buatan dalam negeri. Berbagai film berkualitas dijadwalkan akan rilis pada bulan ini dan mengusung berbagai nuansa yang berbeda. Salah satu film yang patut untuk masuk dalam daftar tonton teman-teman di bulan Maret ini adalah film keluarga yang berjudul Marley.” 

Pasalnya, film Marley menjadi satu-satunya film yang memasang binatang sebagai karakter kunci penghubung plot atau alur film. Bahkan, tak main-main, film Marley ini memasang anjing, hewan yang digolongkan sebagai hewan yang diharamkan dalam agama mayoritas di negeri ini. Namun, kali ini saya tak ingin menyoroti hal tersebut. Pada tulisan ini, saya ingin menuliskan mengenai kritik terselubung film ini terhadap dunia pendidikan yang ada di Indonesia.

Iya, dalam film ini diceritakan bahwa Marley, seekor anjing yang setia dan pintar, bersahabat dengan Doni (diperankan oleh Tengku Tezi). Sejatinya, Doni yang berprofesi sebagai guru matematika, adalah sosok guru yang inovatif dan kreatif. Dirinya bahkan mampu menciptakan sistem belajar yang berbeda dengan guru-guru lainnya.

Namun sayangnya, lantaran menerapkan sistem pembelajaran yang berbeda kepada murid-muridnya tersebut, Doni harus merelakan untuk dipecat dari sekolah tempatnya bekerja. Tentu saja hal ini menjadi sebuah ironi tersendiri untuk pendidikan di Indonesia. Pasalnya, dari apa yang dialami oleh Doni, titik utama dari proses pembelajaran yang diinginkan oleh para pemangku kebijakan negeri ini cenderung harus dilakukan dengan cara seragam. Jika ada yang berbeda, maka sudah pasti akan dianggap aneh dan harus dihilangkan dari sistem seragam tersebut.

Masalahnya adalah, titik utama dalam pemberian materi ke siswa adalah sebuah hasil akhir yang bernama ketercapaian tujuan pembelajaran. Guru yang mengajar, dibebaskan untuk memakai model, metode atau cara apapun untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam setiap materi pembelajaran yang diajarkan.

Tak hanya itu, kreatifitas serta inovasi yang dilakukan oleh guru, sangat penting untuk dilakukan. Tujuannya tentu saja menghindari stagnasi pemikiran atau kebosanan yang sudah pasti akan dirasakan oleh para siswa, karena monotonnya sistem pembelajaran yang dilakukan oleh guru ataupun sekolah di Indonesia.

Namun sayangnya, di film Marley ini, Doni justru harus kehilangan pekerjaannya sebagai seorang guru karena menerapkan sistem belajar yang berbeda di sekolah. Sebuah hal yang seharusnya mendapatkan apresiasi, justru malah menjadikannya harus kehilangan pekerjaan. Alhasil, untuk mencapai kemerdekaan belajar ala Doni, dirinya pun pada akhirnya membuka les matematika dan menerapkan sistem belajar sesuai dengan yang diinginkannya.

Ingin melihat perjuangan Doni secara lebih jelas? Saksikan film Marley di Bioskop mulai 17 Maret 2022 ini, ya!

M. Fuad S. T.