Change Your Destiny menyuguhkan ulasan inspiratif tentang bagaimana orang membangun tekad berpindah dari keadaan terpuruk dalam cobaan menuju keadaan yang lebih baik, penuh semangat dan bergairah dalam hidup.
Banyak orang terpuruk karena berbagai hal; krisis finansial, terserang penyakit ganas, kecelakaan yang membawa kecacatan, hingga ditinggalkan orang tersayang, semua bisa membawa orang pada keadaan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Namun, ada pula orang-orang yang justru menjadikan guncangan hidup tersebut sebagai titik balik membangun gairah hidup, menemukan potensi, menuju kesuksesan hidup bahkan kemanfaatan bagi sesama.
Change Your Destiny ditulis seorang dokter ahli ginjal yang juga seorang difabel. Berbekal pengalaman hidup, literatur psikologi, hingga contoh-contoh tokoh terkait, Rully Roesli menyuguhkan renungan panjang tentang bagaimana kita memahami bahkan 'membalikkan' takdir yang kita alami.
Di awal, ditegaskan bahwa ada takdir yang tak bisa diubah (takdir mubram), namun ada takdir yang bisa kita ubah (takdir muallaq). Kapan kita lahir, terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, adalah takdir yang jelas tidak bisa diubah. Namun, ada takdir yang bisa diubah tergantung usaha (ikhtiar) dan do’a manusia. Ini adalah berbagai kejadian yang kita alami sepanjang hidup dan masih bisa kita perbaiki selagi nafas masih berhembus.
Roesli fokus pada reaksi dan upaya yang bisa dilakukan ketika mengalami persoalan besar yang bisa mengubah jalan hidup seseorang, atau disebut “epifani”. Epifani atau “stresor” akan menimbul ketidakseimbangan dalam diri kita.
Di sini, ada orang yang bereaksi negatif (distres) dengan frustasi atau depresi berkepanjangan. Namun, ada orang yang menghadapinya dengan reaksi positif (eustres), sehingga bisa beradaptasi dan mengambil hikmah. Kemampuan bereaksi positif atas segala kejadian yang dialami bergantung pada tiga perangkat canggih dalam diri; kecerdasan otak, pengaturan emosi, dan potensi diri.
Salah satu hal yang penting untuk meluruskan takdir adalah kesadaran bahwa setiap orang dibekali kecerdasan. Bagi Roesli, setiap orang dianugerahi Tuhan tubuh yang seimbang. Jika seseorang kurang pandai dalam Matematika, bisa jadi ia cemerlang dalam bidang bahasa. Kita harus bisa menggali di mana potensi yang kita miliki. “Gunakanlah itu untuk meluruskan takdir,” tegas Roesli (hlm 83).
Berbekal kajian medis yang dipaparkan dengan bahasa ringan, serta dipadukan dengan teks ayat suci, Roesli mengajak kita menyadari betapa luar biasa potensi dalam tubuh kita. Ketika mengalami kegagalan dan kesedihan, kita harus mengelola emosi agar tetap positif.
Ia menjelaskan bagaimana reaksi tubuh terhadap rangsangan dari otak hingga bagaimana sistem kekebalan tubuh. Kemampuan mengatur emosi penting agar orang bisa menghadapi berbagai persoalan hidup. Sebab, setiap orang akan dihadapkan pada berbagai perubahan keadaan yang tak pernah dihadapinya sebelumnya.
Di buku ini, Roesli juga mengisahkan orang-orang yang berhasil membalikkan takdirnya. Mereka pernah dihantam cobaan berat, namun berhasil bangkit dan bersinar, bahkan menjadi tokoh-tokoh besar yang dikenang sejarah.
Seperti misalnya Helen Keller yang pada usia dua tahun terserang demam yang membuatnya buta, tuli, dan bisu sampai akhir hayatnya. Namun, sepanjang hidupnya ia berhasil menyelesaikan studi dan meraih cum-laude, melahirkan buku terlaris sepanjang zaman, hingga mendapat tanda jasa tertinggi dari Presiden Amerika.
Kemudian ada juga Albert Einstein, yang di masa kecil lambat berbicara dan mengidap autisme, namun tumbuh menjadi ilmuan besar. Ada juga Stephen Hawking, yang mengidap penyakit saraf motorik dan lumpuh, namun berhasil menjadi pesohor akademik dan teoritikus fisika termasyhur di dunia.
Dr. Rully adalah saah satu dokter ginjal terkemuka di Indonesia dan mendirikan RS Khusu ginjal Ny. R.A. Habibie. Artinya, ia tak sekadar memberi motivasi, namun telah melakukannya sendiri.
Terbitnya buku ini menjadi bukti bagaimana ia menunjukkan teladan tentang apa yang sedang dibahasnya. Alih-alih terpuruk dalam keterbatasan fisik, Roesli memilih bangkit dan terus menebarkan energi positif.
Baca Juga
-
Dear Pemerintah, Ini Tips Menyikapi Pengibaran Bendera One Piece
-
Refleksi Hardiknas 2025: Literasi, Integritas, dan Digitalisasi
-
The Nutcracker and The Mouse King: Dongeng Klasik Jerman yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Membentuk 'Habit' Anak Indonesia Hebat
-
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Operation Hadal: Aksi Militer Tiongkok yang Penuh Adrenalin!
-
Ulasan Novel The Lover Next Door: Ketika Jodoh Tak Akan Pergi ke Mana-mana
-
Review Film Gereja Setan: Horor Mencekam yang Mengguncang Jiwa dan Iman
-
Belajar Merayakan Mimpi yang Nggak Sempurna dari Film In the Nguyen Kitchen
-
Review Film Lintrik: Ilmu Pemikat, Cinta Segitiga yang Berujung Petaka!
Terkini
-
Akhirnya, Gerald Vanenburg Setuju dengan STY Terkait Masalah Timnas U-23 yang Satu Ini! Sadar?
-
Rumah Ludes Dijarah, Eko Patrio Kini Ngontrak dan Bantah Kabur ke Luar Negeri
-
Profil Komjen Dedi Prasetyo: Jenderal Profesor Calon Kuat Kapolri Pilihan Prabowo?
-
Dengar Keluhan Pengungsi Banjir Bali, Gibran Tegaskan Rumah dan Fasum Rusak Akan Dibangun Ulang
-
Vanenburg Out? 2 Alasan Krusial PSSI Harus Evaluasi Pelatih Timnas Indonesia U-23!