Tato identik dengan kriminal dan kejahatan. Demikianlah penilaian sebagian besar orang terhadap seseorang yang memiliki tato di bagian atau sekujur tubuhnya. Dia akan dianggap seorang penjahat atau mantan preman yang tak layak tinggal di lingkungan yang “bersih”.
Pengalaman inilah yang dirasakan seorang Lalan, mantan preman yang menjadi menantu seorang Ustaz. Banyak orang yang menolak keberadaannya di awal-awal hijrah. Bahkan, dia tak diizinkan untuk mendirikan salat di beberapa masjid yang didatanginya. Menurut sebagian Ustaz, salat seorang yang memiliki tato di tubuhnya tidak akan diterima oleh Tuhan.
Hanya Ustaz Fiqih, yang kemudian menjadi mertuanya itulah yang menerima keberadaan Lalan. Saat dia datang dengan tato yang tak bisa disembunyikan karena banyaknya tato itu merajah sekujur tubuhnya, Ustaz Fiqih mengizinkan Lalan untuk salat dengan syarat, dia akan serius untuk bertobat dan memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukannya (halaman. 75).
Manusia hanya bisa berusaha, dan Tuhan lah yang berhak menilai atau menerima ibadah hamba-hamba-Nya. Demikianlah pesan tersirat dari novel Hijrah Bang Tato karya Fahd Pahdepie (2017) yang diangkat berdasarkan kisah nyata ini. Di mata penulis, Lalan adalah sosok yang sungguh-sungguh untuk bertobat. Lalan berjanji akan meninggalkan masa lalunya dengan bekerja apa saja yang penting halal.
Saat ini, yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana menafkahi istri dan calon anaknya. Makanya, pada Fahd yang ditemuinya, dia pernah pinjam modal untuk memulai usaha di bidang kuliner, meskipun akhirnya usaha itu tak sesuai dengan prediksinya.
Novel setebal 246 halaman ini mengajak pembaca untuk berintrospeksi sekaligus tak terlalu tergesa-gesa menilai seseorang dari luarnya. Sosok Lalan dengan tato di sekujur tubuhnya adalah salah satu contoh bahwa, sedalam apa pun seseorang berkubang dalam lumpur dosa, dia punya kesempatan kedua dalam hidupnya. Dia berhak untuk memperbaiki hidup dan masa depannya.
Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan kekurangan, tidak sepantasnya kita menghakimi orang lain. Tidak seharusnya mencemooh atau memandang sebelah mata seseorang yang, mungkin, di mata kita kurang pantas untuk berdiam di masjid atau musala. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar saling mengingatkan untuk berbuat baik kepada sesame.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Review Buku A Wakeup Call Karya Adi K, Saatnya Bangkit!
-
Perjuangan, Cinta, dan Persahabatan di Batavia dalam Novel 'Romansa STOVIA'
-
Meregulasi Emosi Negatif dalam Buku How To Be A Good Friend For Yourself
-
Ulasan Novel Namaku Alam Jilid 1: Menguak Sisi Sejarah Indonesia Tahun 1965
-
Ulasan Buku Simpang Jalan, Berani Mengambil Keputusan dalam Momen Kritis
Ulasan
-
Review Film 'The Most Beautiful Girl in the World', Worth It Buat Ditonton?
-
Perjuangan, Cinta, dan Persahabatan di Batavia dalam Novel 'Romansa STOVIA'
-
Sambal Kak Lian, Sensasi Pedas Nikmat yang Bikin Ketagihan di Jambi
-
Kisah Perempuan Temukan Bahagia dalam Kesendirian di Film I Am What I Am
-
Ulasan Film Never Back Down: Kisah Remaja yang Mendalami Mix Martial Arts
Terkini
-
4 Exfoliating Pad dengan BHA yang Bantu Lawan Komedo, Wajib Coba!
-
Sinopsis Loveyapa, Film Komedi Romantis India yang Dibintangi Khushi Kapoor
-
Sinopsis Riding Life, Drama Korea Dibintangi Jeon Hye Jin dan Jo Min Soo
-
Kilas Balik Perjalanan Indra Sjafri Penuhi Target Piala Dunia, Mana yang Paling Mendekati?
-
Investasi Masa Depan: Seberapa Penting Budaya Membaca?