Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sam Edy Yuswanto
Buku The Ho(s)tel 2 (Dokumentasi pribadi/Sam Edy)

Menyimak kisah-kisah atau pengalaman para traveler atau orang-orang yang hobi menikmati tempat-tempat wisata memang sangat mengasyikkan. Banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang dipetik dari kisah-kisah mereka. Pengalaman yang akan membantu kita lebih berhati-hati saat melakukan sebuah perjalanan menuju tempat-tempat wisata yang jauh.

Buku berjudul The Ho[S]tel 2 merupakan lanjutan dari buku seri pertama. Buku kedua ini, sebagaimana dipaparkan oleh Ariy, salah satu penulis buku ini, berbeda karena untuk buku kedua ini, dia mengajak banyak penulis baru untuk bergabung, berbagi cerita kepada Anda. Lewat “Kompetisi Menulis Kisah Perjalanan Bersama Ariy”, akhirnya terpilih 18 cerita.

Salah satu cerita yang menarik dan menyimpan pelajaran berharga untuk para traveler berjudul Sad Day After Sat Night yang ditulis (sekaligus berdasarkan kisah nyata yang dialami) oleh Quratul Ayun. Jadi ceritanya, pada sebuah akhir pekan (November 2008) dia dan beberapa teman sekelas memutuskan ke Bromo. 

Singkat cerita, ketika Ayun bersama teman-temannya tiba di area kompleks perhotelan, langsung disambut gerimis yang selanjutnya berubah menjadi hujan deras yang cukup lama. Di sana, tersedia banyak hotel dan penginapa dengan harga beragam, mulai harga anak kos sampai bos.

Karena hujan tak kunjung reda, rencana berkemah dan membuat api unggun di sana batal total. Seorang pria menawari mereka untuk menyewa rumah selama mereka di Bromo. Dengan patokan harga Rp 300 semalam. Tapi kebanyakan teman Ayun tidak setuju. Beberapa malah menyarankan segera cari penginapan. 

Tapi, pria tersebut justru memberi alternatif lain, “Di bawah itu ada hotel kosong, biasanya cuma buat syuting. Kalian boleh pakai semalam, cuma ngasih rokok sama parkir motor saja,” tawar pria tersebut.

Akhirnya Ayun dan teman-temannya pun menginap di sana. Meski tempatnya bisa dibilang sangat tidak nyaman. Tapi bagaimana lagi, mereka mau tak mau harus menginap di sana.

Keesokan harinya, dengan berjalan kaki mereka pun menuju puncak Bromo. Karena keasyikan foto-foto, mereka tiba di puncak saat matahari sudah cukup naik. Sempat merasa kecewa karena mereka ingin menikmati sunrise. Karena Bromo terkenal dengan sunrsie-nya yang indah. 

Hal mengejutkan harus mereka alami saat kembali ke hotel tempat mereka menginap. Ternyata, pintu hotel telah dipasang palang kayu. Terpaku erat di kedua sisi pintu. Padahal, semua barang-barang mereka ada di sana.

Ternyata, si pria yang menawari Ayun dan kawan-kawan agar menginap di hotel tersebut itu bermasalah alias berbohong. Mereka pun harus berurusan dengan pihak atau pemilik hotel tersebut. Intinya, Ayun dan kawan-kawan katanya telah memakai tempat mereka tanpa izin, dan mereka tak terima. Akhirnya, persoalan pun bisa diselesaikan secara kekeluargaan, meski harus membayar sejumlah uang yang lumayan banyak.

Kisah Ayun bersama teman-temannya berwisata menuju Bromo semoga bisa dijadikan pelajaran berharga kepada para pembaca, agar jangan terlalu percaya dengan orang lain, apalagi baru kenal.

Pelajaran berharga lainnya, ketika hendak traveling, alangkah lebih baiknya menyiapkan bujet yang cukup atau memadai, untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Jangan sampai niatnya mengirit uang malah berujung petaka dan harus mengeluarkan uang yang banyak.

Sam Edy Yuswanto