“... kalau barang bawaanku saja sudah menyulitkan perjalananku di dunia, bagaimana kelak aku melalui proses penimbangan amal dan dosa-dosaku? Akankah berbagai perbuatanku yang kuanggap sebagai amalku kelak akan menjadi penolongku, ataukah justru mempersulit perjalananku?” (halaman 27)
Senyummu Bahagiaku; Memoar Kehidupan di Land of Roses merupakan rekaman pengalaman dan renungan Titik Wahyuningsih atau Titik W. Sastra, dosen Sastra Inggris Universitas Muhammadiyah Purwokerto saat menjadi pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Sofia, Bulgaria, selama empat bulan.
Titik menjadi pengajar di Land of Roses setelah lolos seleksi Scheme for Academic Mobility and Exchange (SAME) 2016 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Dari buku ini, saya jadi tahu kalau orang Bulgaria cenderung serius. Mereka jarang tersenyum. Karena itu, mendapatkan senyum ramah lagi bersahabat dari orang Bulgaria adalah hadiah yang berharga.
Orang Bulgaria juga punya kebiasaan memanggil guru atau orang tua hanya dengan nama saja.
Membaca buku ini, saya ikut merasakan dilema penulis sebelum naik pesawat ke Bulgaria: antara meninggalkan barang-barang titipan teman-teman untuk Sofia University (karena melebihi kapasitas bagasi pribadi) atau mengirimkan ke tujuan semula, lewat kargo, dengan konsekuensi membayar delapan juta rupiah (jumlah yang bahkan melebihi harga barang-barang itu).
Saya juga tercambuk rasa penasaran saat penulis menuturkan kegigihan seorang gadis tunanetra dalam mengikuti kuliah BIPA: rajin minta soft copy materi pelajaran, bisa menjadi pemandu perjalanan buat penulis saat menuju Louis Braille School, bisa menelepon; menulis status dan mengunggah foto di media sosial.
Terakhir, bagi saya, membaca adalah sebuah pengembaraan. Sebagai pengembara, saya menikmati perjalanan menyusuri halaman demi halaman buku ini (cuma semalam saya mengkhatamkannya). Alhamdulillah, harapan saya sebelum membeli buku ini, terpenuhi: dapat sesuatu yang bermanfaat sekaligus menghibur.
Sedikit kritik untuk memoar ini, adalah mengenai penggunaan serta pengulangan kata aku dalam kalimat, yang cenderung berlebihan. Misalnya, di halaman 27. Berikutnya, ada perbedaan ISBN yang di sampul belakang buku dengan ISBN dalam halaman copyright notice.
Tag
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Menghidupkan Kembali Gagasan Tjokroaminoto dalam Buku Mikael Marasabessy
-
Review Penjagal Iblis - Dosa Turunan: Yang Terlahir Untuk Membasmi Iblis
-
Ulasan The Family Experiment: Ketika Anak di Rekayasa Lewat Meta Children
-
Ulasan Novel Queens of Fennbirn: Menyelami Sejarah Gelap Dunia Fennbirn
-
Novel The Wasp Trap: Ketika Sejarah Keluarga Mengungkap Sebuah Kebenaran
Ulasan
-
Dari Manis Jadi Pahit: Esensi Lagu TXT 'Good Boy Gone Bad' dan Trauma Cinta
-
Review Film The Devil's Bath: Teror Mengerikan Tanpa Hantu
-
The East Wind of the Altas: Alur Seru Penuh Roman Misteri, Tapi Art Berubah
-
Ulasan Drama China The Best Thing, Worth It untuk Ditonton?
-
Menghidupkan Kembali Gagasan Tjokroaminoto dalam Buku Mikael Marasabessy
Terkini
-
5 Drama China Kostum yang Dibintangi Hu Yixuan, Terbaru Love Never Fails
-
3 Alasan Mengapa Nathan Tjoe-A-On Bisa Pindah ke Oxford United Musim Depan
-
Kwon Eunbi Tampil Misterius di Pertemuan Pertama Lewat Lagu Hello Stranger
-
Sudirman Cup 2025: Indonesia Melaju ke Semifinal usai Ungguli Thailand 3-1
-
Jika Elkan Baggott Comeback, Tentu Gerald Vanenburg Tak Perlu Pusingkan Pertahanan Timnas U-23