Stop Membaca Berita: Manifesto untuk Hidup yang Lebih Bahagia, Tenang, dan Bijaksana merupakan buku terjemahan yang ditulis oleh Rolf Dobelli. Buku kategori self-improvement ini berisi tentang alasan-alasan mengapa kita sebaiknya berhenti membaca berita. Kebiasaan membaca berita ternyata memiliki dampak buruk bagi tubuh. Berita dapat membentuk kita menjadi pemikir yang dangkal. Yang lebih buruk lagi, berita dapat berdampak buruk bagi kemampuan kerja memori kita.
Kegilaan kita pada berita setidaknya telah dimulai sejak dua puluh tahun terakhir, saat internet dan ponsel cerdas perlahan menguasai hampir seluruh bidang kehidupan.
Rolf Dobelli menganalogikan kebiasaan membaca berita dengan kebiasaan mengonsumsi gula. Makanan atau minuman yang mengandung gula akan berdampak buruk bagi tubuh jika dikonsumsi secara terus menerus dan berlebihan. Begitu pula dengan kebiasaan membaca berita. Kebiasaan membaca berita secara terus menerus dan berlebihan justru dapat menimbulkan kegelisahan, kesalahan kognitif, hingga dapat memicu ketakutan dan agresivitas.
Negativity bias yang dibawa media membuat berita bukan lagi berisi informasi mengenai kejadian-kejadian dari seluruh dunia, melainkan sebagai sebuah bisnis. Hal apa saja yang mungkin mendatangkan pembaca dan mendorong penjualan, akan selalu dianggap layak untuk diberitakan.
Media-media sangat piawai dalam menampilkan berita-berita mengejutkan yang dirancang khusus untuk menyentuh kecemasan kita. Riset yang dilakukan American Psychological Association menunjukkan bahwa setengah dari orang dewasa menderita berbagai gejala stress yang diakibatkan karena mengonsumsi berita.
Rolf Dobelli, penulis buku Stop Membaca Berita ini kemudian memutuskan untuk berhenti mengonsumsi berita. Baginya, kebiasaan membaca berita berdampak lebih buruk terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mentalnya daripada informasi dan pengetahuan yang didapatnya.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dan pengetahuan, Dobelli merekomendasikan bacaan yang lebih panjang yang memiliki kekuatan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif, seperti esai, reportase, dokumenter, feature, publikasi hasil penelitian, dan buku.
Namun, informasi dalam sumber-sumber bacaan yang telah disebutkan tersebut tidak lantas harus langsung kita percaya tanpa adanya pertimbangan-pertimbangan lain. Menurut Dobelli, bacaan-bacaan tersebut bisa saja masih mengutamakan kebaruan atau kecepatan tanpa melihat aspek lain yang seharusnya lebih diperhatikan, seperti kesesuaian dan relevansi.
Baca Juga
-
Melestarikan Budaya: Transformasi Jamu dari Gendongan ke Kafe Instagramable
-
Dominasi Konten Video Pendek dalam Aktivitas Digital Gen-Z
-
Di Balik Pintu Kelas: Refleksi Pembelajaran di Hari Pendidikan Nasional
-
Bahasa Zilenial: Upaya Generasi Muda Berkomunikasi dan Mendefinisikan Diri
-
Menakar Untung-Rugi Penjurusan di Jenjang SMA
Artikel Terkait
Ulasan
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
-
Review Film Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih: Drama Romansa Penuh Dilema
Terkini
-
4 Serum Ekstrak Lemon yang Ampuh Bikin Wajah Cerah Seketika, Kaya Vitamin C
-
The Apothecary Diaries Umumkan Musim 3 dengan Misteri Baru di Luar Istana
-
Dia Bukan Ibu: Ketika Komunikasi Keluarga Jadi Horror
-
Jangan Sampai Ketipu! Bongkar 7 Trik Jitu Bedakan Sepatu KW vs Ori
-
AXIS Nation Cup adalah Kampus Nyata Para Champion Masa Depan