Selama ini, masyarakat memercayai bahwa menziarahi makam para wali adalah bagian dari rutinitas dan tradisi yang dianggap lazim. Bahkan, sekelompok masyarakat seperti anggota pengajian kerap rutin menziarahi makam wali sembilan, wali tujuh, atau wali lima yang terdapat di beberapa kota di Tanah Air.
Namun, yang perlu diketahui adalah, bahwa ziarah makam para wali yang selama ini lazim dilakukan, jangan sampai mengubah niat para peziarah. Bahwa menziarahi makam para wali dalam rangka menjalankan sunnah, mencari barakah, atau zikir bersama.
Buku Di Serambi Para Wali yang ditulis Muhammad Husni ad-Daqufi ini menjelaskan berbagai hal yang berhubugan denga para wali. Karamah, tabaruk, tawasul, hingga ziarah makam para wali yang selama ini lazim dilakukan masyarakat luas.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya sebagaimana para penulis Kutub Sittah meriwayatkan pula dari Ibnu Buraidah dari ayahya bahwa Nabi saw. bersabda, “Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, tetapi (sekarang) ziarahilah kubur oleh kalian.”
Penulis menjelaskan, dari hadis di atas dapat dijelaskan bahwa ziarah kubur adalah untuk pelajaran, nasihat, pengambilan pelajaran, serta peringatan. Termasuk juga dalam hal ini ziarah kubur para wali—semoga Allah meridhai mereka.
Kehadiran buku ini sangat bermanfaat dan cukup relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Bahwa ziarah kubur, tidak hanya dalam rangka mendoakan orang lain, khususnya para wali, tetapi juga bagian dari rihlah atau wisata religi yang sangat akrab di masyarakat.
Karena itu, setiap orang yang hendak melakukan perjalanan ziarah kubur ke makam para wali, harus bisa memahami esensi dari ziarah tersebut. Bahwa ziarah wali bukan sekadar wisata religi atau rekreasi tanpa makna. Sebaliknya, ziarah yang dilakukan mampu meningkatkan semangat dan ketakwaan diri kepada Allah Sang Maha Pencipta.
Penulis buku ini juga menegaskan bahwa mencintai para wali, dengan cara menziarahi dan berdoa di makamnya, bukan berarti mengultuskan. Kita harus sadar bahwa Allah adalah pemberi rezeki, nikmat, dan juga cobaan atau musibah.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sayyidi Abul Abbas al-Mursi: “Kepada-Mulah kami menyembah dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan.”
Maksud ungkapan di atas adalah bahwa, tidak ada yang berhak atas ibadah dan pengultusan kecuali Allah. Sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah. Adapun terhadap para wali, kita mencintai mereka karena Allah, sebab tanda iman yang benar adalah cinta di hadapan Allah.
Semoga kehadiran buku ini bisa menambah keilmuan dan informasi terhadap masyarakat luas tentang hakikat mencintai para wali. Bahwa para wali juga hamba Allah dan tidak harus dikultuskan karena hal itu bisa menimbulkan syirik atau menyekutukan Allah Sang Maha Pencipta.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Punya Buku Nota, Pengedar Sabu di Muara Badak Tertangkap Tangan Simpan 21 Poket di Jok Motor
-
Dikenal sebagai Pecinta Buku, Jinyoung GOT7 Mengaku Jarang Membaca
-
Mardani Maming: Beberapa Hari Saya Tidak Ada, Bukan Hilang Tapi Ziarah Wali Songo
-
Mardani Maming: Tidak Mungkin Saya Sebodoh Itu
-
Kata Wali Kota Rahmad Mas'ud sampai 2025 Pembangunan Sekolah Diberbagai Lokasi di Balikpapan Bakal Dilakukan
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Sinopsis Light of Dawn, Drama China yang Dibintangi Zhang Ruo Yun
-
Bunda Maia Beri Pesan Hidup pada Marshanda dan Maria Theodore: Pengalaman?
-
Gagal Redam Lawan, Bukti Skema Dua Bek Tengah Tak Cocok di Timnas Indonesia
-
4 Toner Lokal Calendula, Penyelamat Atasi Kulit Meradang dan Iritasi Ringan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin