
Aku Sayang Bunda adalah novel anak perdana Nurhayati Pujiastuti yang ditebitkan Indiva media Kreasi. Tak tanggung-tanggung novel ini langsung diganjar Islamic Book Award dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai Buku Fiksi Anak Terbaik Tingkat Nasional.
Novel setebal 96 halaman ini juga telah dicetak ulang berkali-kali, menunjukkan betapa isinya mempunyai tempat tersendiri di hati pembaca.
Lalu, apa kelebihan novel yang ilustrasinya digarap Dody YW ini?
Pertama dari segi cerita, Nurhayati Pujiastuti menganggit kisah yang dekat dengan realitas kehidupan kita sehari-hari, yakni tentang anak perempuan sulung yang tinggal bersama dengan keluarga kecilnya.
Namun kemudian Nurhayati mengajukan satu permasalahan yang menimbulkan tanda tanya besar: anak perempuan itu ternyata dibesarkan bukan oleh ibu kandungnya.
Di mana ibu yang melahirkannya? Mengapa ibu tiri yang mengasuh dan membesarkannya justru memperlakukannya dengan amat baik? Bukankah ibu tiri itu ... jahat? Setidaknya itulah stigma buruk yang dicorengmorengkan masyarakat.
Inilah kelebihan kedua novel suntingan Saptorini, yakni muatan kesadaran juga penyadaran betapa ibu tiri sama halnya ayah tiri, ialah hanya status. Soal kasih sayang juga perlakuan terhadap anak sambung tidak ditentukan status itu, melainkan tergantung kepribadian masing-masing.
Nyatanya, ibu tiri Nayla yang dipanggil Bunda, sangat baik, perhatian, dan mengayomi.
Ketiga, unsur rasa ingin tahu yang menggeret penasaran pembaca yang disebarkan Nurhayati di tubuh cerita sedari mula. Ya. Dari halaman awal, pembaca sudah disodori masalah dan dibetot rasa ingin tahunya: Wati, sepupu Nayla, datang untuk menginap.
Tapi mulut ember-nya menciptakan malapetaka dengan cara bocor ke mana-mana, mengatakan kalau Bunda Nayla adalah bukan bunda betulan alias ibu tiri ... dan seterusnya.
Kelebihan keempat, isu kesehatan mental yang disoroti penulis. Isu satu ini, belakangan hari tengah sangat hangat dibicarakan khalayak, dan sebagai buku yang menyasar pembaca anak-anak, Aku Sayang Bunda juga ambil bagian untuk mengajak peduli serta tanggap perihal penting tersebut.
Kelima, pilihan kata yang digunakan Nurhayati Pujiastuti, pendek-pendek, gampang dimengerti, namun tidak datar saja. Sebaliknya, mengandung muatan makna dan estetika tertentu yang tidak dimiliki penulis cerita anak lainnya.
Video yang mungkin Anda suka:
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Tanya Pakar: Mental Sehat Itu Seperti Apa, Sih?
-
Tak Hanya Mental, 5 Hobi Membaca Ini Juga Sangat Baik untuk Menyehatkan Fisik
-
Lakukan 10 Tips Ini, Hidupmu Pasti Lebih Bahagia
-
5 Manfaat Me Time yang Kamu Peroleh, Pikiran Jadi Lebih Fresh!
-
5 Dampak Negatif dari Doom Scrooling untuk Kesehatan Mental, Jangan Dianggap Sepele!
Ulasan
-
Waduk Bening Widas, Bendungan yang Merangkap Jadi Tempat Wisata di Madiun
-
Ulasan Novel What Happens in Amsterdam: Kesempatan Kedua di Kanal Amsterdam
-
Review Film The Dark House: Masih Tayang di Bioskop Gaes, Sini Kepoin!
-
Menelusuri Pulau Rahasia Bersama Widdershins di Novel a Sprinkle of Sorcery
-
Review Film Sunlight: Kisah Emosional di Balik Kostum Monyet
Terkini
-
Keira Knightley Akui Dihujani Kritik saat Main di Pirates of the Caribbean
-
Kenalan Sama Chromebook: Laptop yang Beda dari Biasanya
-
Hadiah Juara Piala Presiden 2025 Rp5,5 Miliar, Besar Mana dengan Kampiun Liga 1 dan Liga 2?
-
Kulit Auto Bersih dari Makeup! 4 Cleansing Oil Harga Pelajar Cuma Rp70 Ribu
-
Sop Iga Sapi Warisan Mama, Pelajaran Kasih dalam Semangkuk Kuah Hangat