Dalam Perjalanan panjang sejarah penerbangan, tentunya kemunculan mesin terbang modern tersebut sangatlah panjang. Di tahun 1903 setelah Wright bersaudara sukses menerbangkan pesawat bermesin pertama di dunia, praktis perkembangan penerbangan di dunia semakin maju dari tahun ke tahun. Banyak konsep alat terbang yang bermunculan dan tentunya mengikuti perkembangan teknologi di zamannya.
Di Indonesia sendiri, perkembangan dunia penerbangan setelah kemerdekaan di tahun 1945 mulai dirintis dari nol karena memang negeri ini masih belum mahir dalam merancang apalagi membangun pesawat. Namun, hal tersebut bukan hambatan menjadi hambatan dalam mewujudkan kemandirian dalam dunia penerbangan. Salah satunya adalah terciptanya pesawat glider atau pesawat tanpa mesin NWG-1.
1. Merupakan Ide Dari Nurtanio Pringgoadisuryo dan Wiweko Soepono
Dilansir dari aviahistoria.com, awal pembangunan pesawat ini berasal dari Nurtanio yang pada saat itu masih menjabat sebagai opsir muda udara II. Beliau memberikan usulan terhadap atasannya yakni Wiweko yang pada saat itu mempimpijn Biro Rencana dan Konstruksi AURI. Nurtanio memberikan konsepnya dengan mempertimbangkan memproduksi pesawat dengan murah dan mudah dibuat.
Hal inilah yang kemudian pada tahun 1946 dia mulai merancang beberapa desain pesawat glider, yakni pesawat yang diterbangkan dengan cara ditarik oleh kendaraan lain seperti motor atau mobil dari atas bukit. Hal inilah yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya pesawat glider NWG-1 (Nurtanio-Wiweko Glider-1) yang bersejarah tersebut.
2. Menggunakan Desain Zogling Asal Jerman
Dikarenakan mempertimbangkan aspek kesederhanaan dan murah untuk dibuat, maka Nurtanio dan Wiweko kemudian mengambil desain pesawat sederhana yang telah ada, yakni desain Zogling yang merupakan desain pesawat glider sederhana. Meskipun sederhana, namum desain yang diciptakan oleh ahli aeronautika asal Jerman yakni Alezander Lippisch tersebut cukup populer di era tahun 1920-an.
BACA JUGA: 6 Teknologi Paling Canggih di Piala Dunia 2022, Semua Didukung AI
Dikarenakan konsepnya yang sederhana dan mudah dibuat maka Nurtanio dan Wiweko mulai membangun beberapa unit glider tersebut berbekal bahan-bahan yang dapat dijumpai disekitar. Rangka bangun pesawat dibuat dari kayu jamuju yang mudah didapat di hutan daerah Malang dimana pesawat ini dibangun.
Kemudian beberapa kain yang diperlukan untuk membungkus rangka tersebut menggunakan kain belacu yang dibeli di Madiun. Untuk kawat penggeraknya dan penguat struktur menggunakan kawat sisa bekas kawat jemuran. Hingga akhir tahun 1946, tercatat sebanyak 6 unit glider yang dibuat, kemudian glider tersebut dikenal dengan nama NWG-1 yang merupakan gabungan nama dari kedua penciptanya.
3. Digunakan Untuk Melatih Calon Kadet Penerbang
Lazimnya desain pesawat glider pada umumnya, pesawat NWG-1 digunakan untuk menyeleksi para calon kadet penerbang dan tentunya sebagai sarana memperkenalkan pesawat dan dunia penerbangan ke masyarakat Indonesia yang kala itu baru merdeka. Pesawat laying atau glider ini digunakan sebagai sarana menyeleksi dan pelatihan awal bagi 20 orang calon kadet pilot AURI sebelum mereka akan dikirim ke India untuk pendidikan.
Namun, sayangnya kini tidak ada NWG-1 asli yang tersisa dan yang dapat diabadikan di museum atau monumen. Hal ini cukup wajar karena pada masa revolusi tersebut belum cukup memungkinkan. Pada saat Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia maka dibangun lagi beberapa glider yang mengabil desain yang lebih modern. Pesawat ini kemudian diberi nama Kampret dan kini tersimpan rapi sebagai koleksi di Museum Dirgantara Mandala di Yogyakarta.
Meskipun tidak berbekas dan hanya dapat diabadikan melalui cerita dan beberapa foto, akan tetapi keberadaan pesawat laying NWG-1 tentunya menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah penerbangan nasional. Keberadaan glider itu tentunya kian menumbuhkan minat kedirgantaraan kepada para masyarakat untuk kian melakukan pengembangan di masa-masa berikutnya.
Video yang Mungkin Anda Suka.
Tag
Baca Juga
-
Dimas Drajad Gabung Malut United, Aroma Eks-Persib Kian Terasa di Skuad
-
Menjamu Laos, Skuad Timnas Indonesia U-23 Tak Boleh Remehkan Tim Lawan!
-
Banyak Pemain Naturalisasi Pulang Kampung, Ini Tanggapan Patrick Kluivert!
-
Gabung LOSC Lille, Calvin Verdonk Ungkap Misi Selanjutnya dalam Karirnya
-
Pemainnya Dipanggil Timnas Indonesia, Pelatih Persija Berikan Dukungan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah: Drama Keluarga yang Bikin Hati Mewek
-
Ulasan Novel Tanah Para Bandit: Ketika Hukum Tak Lagi Memihak Kebenaran
-
5 Drama Korea Psikologis Thriller Tayang di Netflix, Terbaru Queen Mantis
-
Review Film Menjelang Magrib 2, Nggak Ada Alasan Buat Dilanjutkan!
-
Kala Film The Conjuring: Last Rites, Mengemas Lebih Dalam Arti Kehilangan
Terkini
-
4 Rekomendasi Toner Coconut Water untuk Hidrasi dan Penyeimbang pH Kulit
-
Di Balik Panggung Pestapora: Sponsor Freeport Ditolak Mentah-Mentah oleh Sejumlah Musisi
-
Panggung Pestapora Goyah: Sponsor Freeport Picu Amarah, Rebellion Rose hingga Sukatani Angkat Kaki
-
Eliano Reijnders Diplot Jadi Bek Kanan Utama Persib Bandung, Siapa yang Tersingkir?
-
Repot? Mempertanyakan Sikap Pemerintah pada Tuntutan Rakyat 17+8