Pada setiap tanggal 21 Februari di seluruh dunia diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional atau International Mother Language Day. Peringatan yang dilakukan setiap tahunnya ini merupakan salah satu langkah dalam mempertahankan keragaman bahasa di seluruh dunia yang kian hari kian diambang kepunahan. Melansir dari situs National Today, Hari Bahasa Ibu Sedunia mulai diresmikan oleh PBB pada tahun 2002 dan dipilih tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Sedunia, meskipun secara umum peringatan Hari Bahasa Ibu Sedunia telah dilakukan sejak tahun 2000.
Merujuk kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), bahasa ibu sejatinya merupakan sebagai bahasa yang pertama kali dikuasai oleh seseorang ketika lahir melalui proses interaksi yang terjadi dengan sesama anggota keluarga atau lingkungannya yang memiliki bahasa yang sama atau sejenis. Dengan kata lain, bahasa ibu memang dapat diartikan sebagai bahasa yang dikuasai oleh seseorang yang dipengaruhi oleh bahasa yang terdapat di lingkungannya saat itu.
1. Semakin Mengalami Kepunahan Dari Waktu Ke Waktu
Penggunaan beberapa bahasa ibu di seluruh dunia kian mengalami kemunduran hingga berujung punahnya beberapa bahasa dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut tentunya cukup disayangkan bagi beberapa pihak karena bahasa ibu selain merupakan bahasa pertama yang diketahui juga menjadi salah satu media penghubung antara kultur masyarakat setempat. Beberapa kalangan berpendapat punahnya bahasa ibu dikarenakan tidak terjadi regeneresi yang baik dari waktu ke waktu. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam ranah pendidikan yang memang kurang memperhatikan bahasa-bahasa lokal sebagai salah satu media pembelajaran.
BACA JUGA: Putus dari Fuji, Tangis Thariq Pecah Dipelukan Atta Halilintar: Udah Sayang Banget
2. Memiliki Jumlah Sekitar 7.000 Bahasa di Dunia
Menurut data yang dirilis oleh UNESCO, jumlah bahasa ibu diseluruh dunia saat ini berkisar antara 7.000 bahasa. Namun, terdapat fakta ironis yang menyertai jumlah bahasa tersebut saat ini. Pasalnya, sekitar kurang lebih 2.600 bahasa tersebut rentan mengalami kepunahan akibat dari perkembangan waktu yang kian mengabaikan eksistensi dari bahasa ibu. Hal tersebut selain memang kurangnya regenerasi, juga dipengaruhi oleh kurang didukungnya eksistensi bahasa lokal yang lazimnya menjadi bahasa ibu bagi manusia oleh pemerintah di beberapa negaran di dunia.
Bahasa lokal yang menjadi cikal bakal bahasa ibu seakan-akan tergerus oleh globalisasi yang kian masif pada era modern ini. Ironisnya, beberapa anak muda di zaman sekarang memang kurang mendapat pembelajaran mengenai bahasa lokal mereka yang sejatinya menjadi bahasa ibu yang diketahui olehnya. Tidak jarang pula mereka lebih fasih berbahasa luar daripada bahasa lokal yang menjadi bahasa ibu.
3. Sejarah Munculnya Peringatan Hari Bahasa Ibu Sedunia
Asal muasal dari sejarah munculnya peringatan bahasa ibu sedunia ternyata cukup diwarnai sebuah kontroversi. Asal-muasal dari munculnya peringatan ini bermula dari seorang keturunan Bangladesh yang tinggal di Kanada menulis sebuah surat Kofi Annan di tahun 1998 yang merupakan Sekretaris Jendral PBB kala itu. Dia menulis sebuah surat yang berisikan mengenai penyelamatan bahasa-bahasa lokal di seluruh dunia dan mengusulkan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional.
Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan disetujuinya oleh UNESCO dengan menjatuhkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Tanggal tersebut dipilih karena pada tahun 1952 di Bangladesh yang saat itu masih menjadi bagian dari Pakistan terjadi aksi protes yang berujung dengan kekerasan berdarah imbas dari kondisi politik saat itu. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan pemilihan bahasa nasional yang menjadi pemicu pecahnya konflik berdarah.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Tag
Baca Juga
-
Tertarik Bela Timnas Indonesia, Ini Profil Pemain Keturunan Luca Blondeau
-
Indonesia Tuan Rumah AFF Cup U-23 2025, Jadi Peluang Kembali Raih Juara?
-
Media Belanda Tiba-tiba Berikan Komentar Sindiran ke Mees Hilgers, Ada Apa?
-
Demi Piala Dunia U-17, PSSI Harus Pertimbangkan Menambah Pemain Keturunan
-
Karir Tak Bagus di Australia, Rafael Struick Diisukan akan Main di Liga 1?
Artikel Terkait
-
Sejarah Telur Paskah dan Maknanya, Tak Hanya Melukisnya Warna-warni
-
Fondasi Awal Kehidupan: Mengapa Susu Penting untuk Ibu Hamil
-
Sinopsis The Remarried Empress, Drama Korea yang Dibintangi Shin Min Ah dan Lee Jong Suk
-
Perkuat Nilai Komoditas dan Pemasaran Berkualitas, GEF SGP Indonesia dan Supa Surya Niaga Teken MoU
-
Dokter Kandungan Pelaku Pelecehan di Garut Sedang Umroh, KPPPA Pastikan Proses Hukum Tetap Berjalan
Ulasan
-
Review Film Muslihat: Ada Setan di Panti Asuhan
-
The Help: Potret Kefanatikan Ras dan Kelas Sosial di Era Tahun 1960-an
-
The King of Kings Siap Tayang di Bioskop Indonesia Mulai 18 April
-
Review Film In the Lost Lands: Perjalanan Gelap Sang Penyihir dan Pemburu
-
Melahirkan Generasi Muda Nasionalis dalam Buku Indonesia Adalah Aku
Terkini
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
-
5 Rekomendasi Film Baru Sambut Akhir Pekan, Ada Pengepungan di Bukit Duri
-
Perantara Melalui Sang Dewantara: Akar Pendidikan dan Politik Bernama Adab
-
Mengenal Chika Takiishi, Antagonis Wind Breaker Terobsesi Kalahkan Umemiya
-
4 Tampilan OOTD ala Tzuyu TWICE, Makin Nyaman dan Stylish!