Pada dekade 1950-an hingga 1960-an dianggap sebagai salah satu periode terkuat dalam sejarah kemiliteran Indonesia sejak merdeka di tahun 1945. Di masa tersebut kekuatan militer Indonesia yang sedang tumbuh diperkuat oleh berbagai alutsista yang bisa dibilang cukup tangguh di masanya. Banyak alutsista yang merupakan hibah dari Belanda yang digunakan oleh militer Indonesia saat itu memperkuat alutsista di 3 matra TNI.
Selain itu, di masa ini Indonesia juga gencar melakukan pembelian berbagai alutsista dari negara lain baik dalam kondisi bekas pakai ataupun beli dalam kondisi baru. Di matra laut, TNI-AL atau yang saat itu dikenal dengan nama ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) membeli beberapa alutsista baru dari berbagai negara. Salah satu alutsista baru yang dibeli oleh ALRI pada dekade 1950-an adalah korvet kelas Pattimura-class dari Italia.
Memiliki Nama Asli Albatross-class
Korvet kelas Pattimura atau Pattimura-class yang pernah dioperasikan oleh ALRI sejatinya merupakan kapal korvet Albatross-class. Saat dibeli oleh Indonesia dari Italia kapal ini dirubah namanya menjadi Pattimura-class sebagai bentuk penghormatan terhadap pahlawan nasional Kapiten Pattimura. Melansir dari situs Indomiliter, Indonesia membeli 2 unit kapal korvet Pattimura-class pada dekade 1950-an bersamaan dengan pembelian kapal destroyer pengawal Almirante Clemente-class yang juga berasal dari Italia.
Kapal korvet ini dibangun di galangan di Livorno, Italia pada tahun 1956 untuk kapal pertama dan tahun 1957 untuk kapal kedua. Kedua kapal ini diserahkan kepada pihak ALRI pada tahun 1958. Kapal pertama diberi nama RI/KRI Pattimura (801) dan kapal kedua RI/KRI Hasanuddin (802). Kapal ini menjadi salah satu kapal yang dimiliki oleh ALRI kala itu yang dibeli secara baru atau tidak dalam kondisi bekas pakai negara lain.
Turut Andil Dalam Persiapan Operasi Trikora
Selama berdinas dalam jajaran kapal tempur ALRI, kedua kapal korvet Pattimura-class ini turut andil dalam beberapa operasi militer. Salah satunya adalah persiapan operasi militer Trikora guna merebut Irian barat dari Belanda pada awal dekade 1960-an. Kapal ini berperan sebagai salah satu kapal pengawal dari gugus tempur ALRI pada masa itu. Pada masa orde baru, kedua kapal ini juga kembali turun dalam medan misi di Timor Timur guna mendukung operasi Seroja di tahun 1975. Selain itu, kapal-kapal di kelas Pattimura ini juga beberapa kali dipergunakan sebagai kapal komando untuk menumpas berbagai pergolakan di daerah selama masa 1950-an akhir hingga awal dekade 1970-an.
Meskipun hanya sekelas kapal korvet dengan ukuran yang tidak terlalu besar, kapal kelas Pattimura ini dianggap sebagai salah satu kapal yang cukup tangguh dan lihai ketika berlayar. Bahkan, di negara asalnya kapal ini diketahui masih berdinas hingga dekade 1990-an. Di Indonesia sendiri kapal ini diketahui terakhir berdinas hingga akhir dekade 1970-an. Kapal kedua yakni KRI Hasanuddin diketahui pensiun dan ditenggelamkan di tahun 1979 dan disusul kapal pertama di kelas ini yakni KRI Pattimura di tahun 1980.
Korvet yang Diciptakan Untuk Melawan Kapal Selam
Kapal korvet kelas Pattimura atau Albatross-class dalam penamaan asalnya merupakan kapal korvet yang dibangun pasca berakhirnya perang dunia II. Melansir dari buku “Conway's All The World's Fighting Ships 1947–1995”, kapal ini mulai didesain pada awal tahun 1950-an di galangan kapal Ansaldo, Italia. Kapal ini dibangun dalam program yang digalakkan oleh NATO yakni Mutual Defense Assistance Program Act yang dicanangkan oleh Amerika Serikat dan diikuti oleh 3 negara, yakni Italia, Denmark dan Belanda.
Kapal korvet dengan panjang sekitar 75 meter dan berat lebih dari 800 ton ini didesain sebagai korvet dengan peran anti kapal selam. Korvet yang diawaki sekitar 110 awak ini memiliki kecepatan maksimal 35 km/jam dan memiliki jarak jelajah 9.300 km. kemampuan jelajah korvet ini tergolong cukup jauh dengan tenaga yang dihasilkan oleh mesin diesel yang dibawanya. Untuk sistem persenjataanya, kapal ini dilengkapi dengan 4 pucuk meriam otomatis 40 mm. Dalam menjalankan peran anti kapal selam, kapal ini dilengkapi dengan 6 tabung peluncur torpedo Mark 32 dengan kaliber 324 mm. Selain itu, terdapat pula 2 unit sistem mortar anti kapal selam dan 1 unit sistem pelontar bom kedalaman atau bom bawah air.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Demi Tempat di Skuad Timnas, 3 Klub Ini Jadi Bisa Rekrut Shayne Pattynama
-
Meski Gagal di Piala Asia, 3 Pemain Timnas U-20 Layak Promosi ke Tim Senior
-
Promosi ke Liga 1, 3 pemain Timnas Indonesia yang Berpeluang Direkrut Bhayangkara FC
-
Gagal di Piala Asia U-20, Indra Sjafri Perpanjang Rekor Buruk di Level Asia
-
3 Pelatih Lokal yang Cocok Gantikan Indra Sjafri di Timnas U-20, Siapa?
Artikel Terkait
-
Akhiri Piala Asia U-20 2025: Prestasi Timnas Indonesia U-20 Anjlok Dibanding Era STY
-
Hasil Timnas Indonesia U-20 vs Yaman: Skor Akhir 0-0, Garuda Muda Tanpa Kemenangan di Piala Asia U-20 2025
-
Sosok Amithya Ketua DPRD Kota Malang, Politisi yang Temui Massa Demo Indonesia Gelap
-
Bak Bumi dan Langit! Indra Sjafri Redup, Dua Orang Indonesia Ini Bersinar di Piala Asia U-20 2025
-
Nomor Tak Lazim Sandy Walsh di Debut Bersama Yokohama Marinos
Ulasan
-
Buku She and Her Cat:Ketika Seekor Kucing Menceritakan Kehidupan Pemiliknya
-
Saygon Waterpark, Wisata Air dengan Wahana Permainan Terlengkap di Pasuruan
-
Satire Politik Kekuasaan Novel Animal Farm yang Tetap Relevan di Zaman Ini
-
Review Anime Kill Me Baby, Ketika Pembunuh Bayaran Bertemu Gadis Polos
-
Berebut Jenazah, Film yang Ngajak Kita Memikirkan Akhir Hidup yang Bijak
Terkini
-
7 Karakter Penting dalam Drama China Blossom, Siapa Favoritmu?
-
Tak Sekadar Tontonan, Ternyata Penulis Bisa Banyak Belajar dari Drama Korea
-
Rinov/Pitha Comeback di Kejuaraan Asia 2025, Kembali Jadi Ganda Campuran Permanen?
-
Madura United Dianggap Tim yang Berbahaya, Persib Bandung Ketar-ketir?
-
H-5 Debut, Hearts2Hearts Ungkap Daya Tarik Single Debut The Chase