Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy
Ilustrasi Buku “Seorang Politisi yang Mendadak Pergi di Pagi Hari”. (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Banyak cara yang bisa digunakan untuk mengkritisi beragam kejadian yang ada di sekitar kita. Entah itu kejadian yang menyangkut ranah sosial, politik, dan lain sebagainya. 

Sebuah kritikan yang baik, tentu harus dilandasi dengan hati yang jernih, sehingga dapat tersampaikan dengan baik dan tidak menggurui. Satu lagi, kritik yang baik itu biasanya disertai dengan memberikan solusi atau jalan keluar atas persoalan yang tengah berkembang di tengah masyarakat.

Menurut pandangan saya, karya tulis berupa cerita pendek (cerpen) dapat dijadikan sebagai media yang tepat untuk melayangkan kritikan yang membangun. Selain menjadi sebuah bacaan yang menghibur, dalam sebuah cerpen kita bisa menyisipkan pesan-pesan berharga atau kritik sosial yang bisa menjadi bahan renungan dan introspeksi bagi para pembacanya.

Salah satu cerpen yang bernuansa kritik sosial dapat kita baca, misalnya pada cerpen berjudul “Balada Copet” karya M. Alfan Alfian. Cerpen tersebut merupakan salah satu dari 12 cerpen yang terangkum dalam buku berjudul “Seorang Politisi yang Mendadak Pergi di Pagi Hari” terbitan PT Penjuru Ilmu Sejati (Bekasi, 2017).

Cerpen “Balada Copet” bercerita tentang tokoh bernama Supar yang ingin merantau ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan. Ia memang berhasil mendapatkan pekerjaan, tapi bukan pekerjaan yang halal, yakni menjadi seorang pencopet.

Sebenarnya, menjadi pencopet bukanlah keinginannya. Ia terpaksa menjalaninya setelah barang-barang berharganya raib dicopet oleh gerombolan pencopet saat berada dalam sebuah angkutan umum. Namun di akhir cerita, sebuah kejadian tragis membuat Supar tersadar dan ingin bertobat. Ia pun segera menyudahi profesinya dan memilih kembali ke kampung halaman.

Kisah Supar dalam cerpen Balada Copet dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua, agar selalu berhati-hati saat membawa benda-benda berharga, terutama saat bepergian sendirian atau sedang berada di ruang publik seperti angkutan umum. Pelajaran berharga lainnya: pekerjaan yang dilakukan dengan cara-cara tak baik tentu tidak akan membuat hati tenang, bahkan sangat rentan membuatnya celaka.

Cerpen menarik lainnya yang menarik disimak dalam buku ini berjudul “Seorang Politisi yang Mendadak Pergi di Pagi Hari”, berkisah tentang tokoh bernama Ahmad Rivai, yang berusaha tetap berada di garis lurus saat menjadi seorang politisi. Sayangnya, niat baiknya itu tak disambut baik oleh mayoritas rekan-rekan sesama politisi. Mereka berusaha menyingkirkan posisi Ahmad Rivai yang saat itu sebagai ketua parlemen.

Kisah Ahmad Rivai dalam cerpen tersebut menyelipkan pesan berharga kepada kita bahwa dunia politik memang sangat panas dan bisa membuat seseorang yang tak kuat iman ikut terbakar karenanya. 

Sekadar kritik membangun untuk buku ini, masih dijumpai kesalahan penulisan kata-kata. Namun saya rasa, masih bisa dilakukan revisi bila pihak penerbit dan penulis ingin menerbitkannya kembali. Selamat membaca. 

Sam Edy