Tidak semua orang mampu menjadi pemimpin, terlebih sosok pemimpin yang memiliki perilaku yang benar-benar baik yang bisa dijadikan sebagai panutan oleh rakyatnya. Atau dengan kata lain, sosok pemimpin yang adil, bijaksana, yang mampu memahami dan merasakan penderitaan orang-orang yang dipimpinnya. Sosok pemimpin yang berusaha memihak rakyat, bukan memihak pada partai belaka.
Bahkan seseorang yang dikenal baik sekali pun, nyatanya belum jaminan bisa menjadi seorang pemimpin. Hal ini dapat dimaklumi karena banyak kriteria yang harus dipenuhi bagi seorang calon pemimpin. Artinya, baik saja belum cukup tanpa dilandasi dengan ilmu tentang kepemimpinan.
Bicara tentang sosok pemimpin, ada sebuah kisah menarik yang bisa kita simak dalam buku kumpulan cerpen berjudul “Khotbah” karya Dwi S Wibowo. Dari sebelas cerpen, salah satu yang akan saya bahas di sini berjudul “Khotbah” yang menceritakan tentang tokoh kiai yang berambisi menjadi seorang pemimpin.
Kiai Romli, tokoh utama dalam cerpen tersebut, dikenal sebagai sosok panutan bagi para santrinya. Namun, ketika khotbah Jumat dia mengumumkan, menyatakan niatnya untuk maju menjadi calon bupati dengan visi dan misi utama ingin memperbaiki moral masyarakat yang tercemar maksiat, sebagian santri merasa kurang sreg dan akhirnya memilih keluar dari pesantren tersebut.
Dari kisah tersebut, kita bisa mengambil hikmah atau pelajaran berharga bahwa tidak semua orang yang selama ini dikenal baik dan menjadi panutan umat, bisa atau layak menjadi seorang pemimpin.
BACA JUGA: Ulasan 'Kepak Sayap', 22 Kisah Perempuan Indonesia Menembus Batas 5 Benua
Menurut pandangan saya, seorang kiai alangkah lebih baik bila tidak ikut terjun ke partai politik atau mencalonkan diri sebagai, misalnya kepala daerah (bupati) atau bahkan presiden. Seorang kiai akan lebih baik mendidik para santri agar menjadi manusia-manusia berilmu dan mau mengamalkan ilmunya.
Cerpen menarik lainnya yang bisa disimak dalam buku ini berjudul “Kabut Sungai”. Berkisah tentang seorang lelaki bernama Pitoyo, yang pekerjaannya sebagai buruh atau kuli panggul di pabrik semen yang terletak di bantaran Sungai Serayu.
Suatu malam, Pitoyo pergi ke sungai di dekat pabriknya untuk keperluan memancing. Istrinya yang sedang hamil mengidam ikan lele. Namun, lama memancing tak kunjung membuahkan hasil. Alih-alih mendapat ikan, justru ia mendapati seekor ular di pancingnya.
Cerpen-cerpen beragam tema karya Dwi S Wibowo dalam buku terbitan Alpha Centauri (2016) ini bisa dijadikan sebagai bacaan menghibur di waktu senggang, seraya merenungi pelajaran berharga darinya. Selamat membaca!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Troll 2: Sekuel Monster Norwegia yang Epik!
-
Review The Great Flood: Kisah Kim Da Mi Selamatkan Anak saat Banjir Besar
-
Hada Cable Car Taif: Menyusuri Pegunungan Al-Hada dari Ketinggian
-
Ulasan Novel Janji, PerjalananTiga Santri Menemukan Ketulusan Hati Manusia
-
Review Film Avatar Fire and Ash: Visual Memukau, tetapi Cerita Terasa Mengulang
Terkini
-
Perempuan Bergamis Putih di Sudut Toko
-
Misteri Mahoni Tua: Penampakan Sosok Putih di Malam Sebelum Tragedi
-
Prilly Latuconsina Buka-Bukaan Soal Bisnis Kapalnya: Untung Rugi Naik Turun Bak Main Saham!
-
3 Film Korea yang Dibintangi Park Hae Soo di 2025, Wajib Ditonton!
-
8 Keunggulan Samsung Galaxy Tab A11+, Tablet Rp3 Jutaan untuk Keluarga dan Anak