Setiap orang tentu membutuhkan pendidikan. Tujuannya jelas, agar memiliki banyak wawasan keilmuan yang berguna bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Yang terpenting dari sebuah pendidikan adalah berusaha mengamalkan keilmuan yang telah diperolehnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam buku‘Siklus Masalah Pendidikan (Indonesia)’ diungkap bahwa pendidikan adalah hak dari semua rakyat Indonesia yang diatur oleh pemerintah. Dari tahun ke tahun, substansi yang (berulang-ulang) menjadi masalah Indonesia nyaris selalu sama; yakni berkisar antara kurikulum, guru, ujian (nasional), kebijakan tambal sulam, penerimaan peserta didik/mahasiswa baru, serta hal-hal terkait pemaknaan pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
Itulah siklus tahunan, atau sekurang-kurangnya siklus masalah ketika terjadi pergantian pejabat. Sebagai sebuah siklus, kemunculan masalah dapat terjadi secara periodik yakni setiap tahun, seperti misalnya masalah penerimaan peserta didik/mahasiswa baru dan ujian (nasional). Pertanyaan atau tanggapan masyarakat umum pun nyaris selalu sama: Bukankah penerimaan peserta didik/mahasiswa baru itu setiap tahunnya selalu terjadi, tetapi mengapa selalu ada masalah dan seolah-olah sebagai suatu masalah baru? (hlm. vii).
Menurut J.C. Tukiman Taruna, dunia pendidikan dewasa ini sudah sangat kapitalis. Contoh sangat jelas adalah kegiatan studi banding ke luar negeri yang dilakukan entah oleh siswa ataupun kepala sekolah dan guru-guru (termasuk di perguruan tinggi). Studi banding ke luar negeri sebenarnya hanya pergi pesiar, wisata atau belanja, hanya saja dibungkus dengan kosakata studi banding tanpa pernah mempertimbangkan sebanding atau tidak.
Paulo Freire pernah menegaskan dalam “Sekolah, Kapitalisme Yang Licik,” (ed. M. Escobar, 1998) bahwa tindakan pendidikan itu adalah tindakan politik yang sangat memengaruhi cara pandang setiap orang dalam mengritisi sistem kehidupan dan pendidikan yang sangat diwarnai oleh corak kapitalisme. Sayangnya, sekolah justru menanamkan cara pandang dan sistem kapitalisme itu. Sekolah selalu gagal menanamkan dan menghadirkan realitas sosial yang harusnya digumuli oleh sekolah (siswa dan guru), karena proses dan reproduksi pendidikan sangat jauh dalam membaca realitas sosial secara kritis dan cerdas (hlm. 15).
Merenungi tentang pendidikan dan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitasnya dari tahun ke tahun memang penting. Terbitnya buku karya J.C. Tukiman Taruna (penerbit Kompas, 2019) dapat dijadikan sebagai renungan bersama tentang seputar pendidikan yang selama ini telah berjalan di negeri ini.
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
-
4 Kriteria Mahasiswa yang Berhak Dapat KIP Kuliah 2023
-
6 Tips Pendidikan Seks untuk Anak Sesuai Usia, Biarkan Anak Bertanya
-
Bima Arya Pecat Kepsek SDN 1 Cibeureum, Guru Pelapor Pungli Kembali Mengajar
-
Profil dan Biodata Reza Ernanda: Guru SD di Bogor Dipecat Usai Bongkar Pungli PPDB
-
Foto Jadul Siswa SMP di Denpasar Tahun 1989, Penampilan Jadi Sorotan: Baju Siswa, Wajah Kepala Sekolah
Ulasan
-
Film Man of Tomorrow, Sekuel Superman Tayang Tahun Depan?
-
Kisah Manis Pahit Persahabatan dan Cinta Remaja dalam Novel Broken Hearts
-
Review Film Menjelang Magrib 2: Cerita Pemasungan yang Bikin Hati Teriris
-
Between Us: Sebuah Persahabatan yang Terluka oleh Cinta
-
Mengurai Cinta yang Tak Terucap Lewat Ulasan Buku 'Maafkan Kami Ya Nak'
Terkini
-
Biar Gak Cuma Pesan Es Kopi Susu: Kamus Ngopi Lengkap Buat Gen Z
-
Bahagia! Zaskia Sungkar Umumkan Kehamilan Kedua Hasil Program Bayi Tabung
-
Nepal Membara: 5 Fakta Gokil Demo Gen Z yang Bikin PM Mundur Hingga Bakar Gedung Parlemen!
-
Sinopsis Film Horor Getih Ireng: Teror Santet yang Bikin Merinding!
-
Kualifikasi AFC U-23 dan 2 Kaki Timnas Indonesia yang Berdiri Saling Menjauhkan