Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sam Edy
Ilustrasi Buku Juragan Haji (perpustakaandikbud)

Ada begitu banyak orang Islam di berbagai penjuru dunia ini yang memiliki cita-cita yang mulia, yakni naik haji. Namun, sayangnya, tak semua orang mampu mewujudkan cita-cita tersebut karena terkendala masalah biaya. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa Ongkos Naik Haji (ONH) itu begitu mahal dan sulit terjangkau oleh kalangan masyarakat bawah yang hidupnya di bawah garis kemiskinan.

Sementara di sisi lain, banyak orang kaya raya yang menunaikan haji berkali-kali, dan ini menjadi semacam realitas ketimpangan sosial yang saya rasa cukup memprihatinkan.

Bicara tentang orang yang bergelimang harta yang bisa melakukan haji berkali-kali, ada sebuah kisah menarik yang bisa menjadi bahan renungan bersama.

Kisah yang saya baca ada dalam bukuJuragan Haji’ karya Helvy Tiana Rosa (Gramedia, cetakan kedua, 2020). Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek yang menyelipkan pesan moral yang bisa dipetik oleh para pembacanya.

Dari sekian banyak cerpen, yang menarik minat saya untuk membaca pertama kali adalah cerpen berjudul ‘Juragan Haji’. Berkisah tentang seorang juragan kaya raya yang telah beberapa kali naik haji. 

Adalah Mak Siti, perempuan miskin yang menjadi pembantu di rumah juragan kaya raya tersebut yang merindukan naik haji tetapi terkendala masalah biaya.

Sementara dia harus menyaksikan kenyataan bahwa sang majikan, alias juragannya, telah beberapa kali menunaikan ibadah haji. 

Majikan perempuan Mak Siti yang berusia sekitar 40 tahun yang memiliki gaya hidup hedonis itu akan segera menunaikan haji yang keempat kalinya. Sementara suaminya, atau majikan lelaki tersebut, akan melakukan haji yang kelima. 

Yang membuat tercengang adalah anak majikannya, yang biasa dipanggil Mak Siti dengan panggilan Nona Juragan, juga akan ikut berhaji kali ini.

Padahal, kelakuan putri majikan tersebut selama ini bisa dibilang agak bebas dan biasa mengenakan busana-busana terbuka.

Namun, Mak Siti berusaha mendoakan, mudah-mudahan sepulang dari tanah suci, Nona Juragan bisa jadi anak yang baik, anak yang salihah. Sebuah doa yang sangat baik dan sebuah sikap yang bijak dan tidak menghakimi. 

Selain cerpen ‘Juragan Haji’, cerpen-cerpen lain yang menarik disimak dalam buku ini masih banyak. Misalnya cerpen ‘Peri Biru’ yang bercerita tentang gadis bernama Peri yang terlahir dari rahim seorang perempuan yang hidupnya sangat tragis.

Perempuan itu diperkosa oleh beberapa pemuda saat suaminya sedang bekerja di luar negeri. Perempuan itu hamil dan melahirkan bayi yang kemudian diberi nama Peri Biru.

Suaminya yang tak sanggup menerima kenyataan pahit tersebut, justru malah meninggalkan sang istri dan memilih menetap di Malaysia.

Terbitnya buku kumpulan cerpen ini semoga bisa menjadi bacaan yang menghibur sekaligus sarana merenungi tentang kehidupan manusia di muka bumi ini yang tak luput dari suka dan duka.

Sam Edy