Puya ke Puya adalah novel yang ditulis oleh Faisal Oddang. Novel ini bercerita tentang seorang pemuda bernama Allu Ralla yang harus bertarung dengan adat dan tradisi di kampungnya.
Semua bermula dari kematian Rante Ralla, ayahnya yang merupakan seorang tetua adat. Menurut tradisi masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan, seorang tetua adat hendaknya digelarkan sebuah upacara pemakaman bernama Rambu Solo' untuk mengantarkan arwah yang meninggal ke Puya (surga). Dan tentunya, upacara ini membutuhkan modal yang amat besar.
Rante Ralla yang tidak meninggalkan harta yang melimpah untuk ahli warisnya tentu membuat Allu merasa kesulitan untuk menunaikan upacara besar-besaran tersebut.
Namun, demi sebuah kepercayaan, adat istiadat, hingga gengsi keluarga, acara tersebut harus ditunaikan. Meskipun pada akhirnya, Allu harus mengorbankan banyak hal di kemudian hari. Termasuk idealismenya sendiri.
Secara umum, novel ini berisi kritik terhadap banyaknya fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari pelaksanaan sebuah tradisi yang terkadang memberatkan dan terkesan terlalu dipaksakan, budaya, hingga dinamika keluarga. Selain itu, penulis juga memasukkan konflik pribadi tokoh utama yang merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir hingga kisah cintanya yang kandas di tengah jalan.
Keresahan-keresahan yang mungkin saja dirasakan oleh penulis sebagai masyarakat Sulawesi Selatan dipaparkan dengan sangat apik dalam novel ini. Misalnya tentang kenapa masih ada segelintir masyarakat hari ini yang masih begitu kukuh untuk menjalankan sebuah tradisi yang sulit? Padahal kita punya pilihan untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan.
Saya begitu menikmati halaman demi halaman selama membaca novel ini. Meskipun setelahnya, ada kesan suram yang ditinggalkan. Ada terlalu banyak konflik yang dialami oleh tokoh utama yang membuat saya bergidik dan membayangkan betapa beratnya hidup dalam keluarga dan masyarakat yang terlalu kolot. Bukannya membenci tradisi, hanya saja novel ini menyajikan realita yang dihadapi oleh masyarakat yang belum bisa memandang tradisi itu sebagaimana mestinya.
Memang kita tidak menampik bahwa kehadiran sebuah tradisi dalam masyarakat juga masih mengandung nilai-nilai positifnya. Hanya saja, untuk penerapannya tidak ada salahnya kita bisa mengambil nilai-nilai yang masih relevan.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Raymond Carver Terkubur Mi Instan di Lowa, Fiksi di Dalam Fiksi
-
Review Buku Sebuah Kota yang Menculik Kita, Fenomena Sosial dalam Bingkai Puisi
-
Novel 'Dua Belas Pasang Mata', Pengabdian Guru di Tengah Krisis Peperangan
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Ulasan Buku Patah Paling Ikhlas, Kumpulan Quotes Menenangkan Saat Galau
Artikel Terkait
-
Kisah Menginspirasi yang Sarat Makna, Ulasan Novel Tentang Kamu
-
Review Novel Narasi Perihal Ayah, Proses Berdamai dengan Kehilangan di Usia Muda
-
Ulasan Buku Raymond Carver Terkubur Mi Instan di Lowa, Fiksi di Dalam Fiksi
-
Menguak Sisi Gelap Cinta Seorang Ibu, Ulasan Novel Holly Mother
-
Kisah Persahabatan yang Mengubah Segalanya dalam Novel The Shark Caller
Ulasan
-
Ulasan Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu, Film Adaptasi dari Novel Pidi Baiq
-
Ulasan Film 12 Angry Men: Perdebatan Sengit dalam Menentukan Nasib Terdakwa
-
Ulasan Film Animasi Moana 2, Petualangan Baru Mencari Pulau Leluhur
-
Kisah Menginspirasi yang Sarat Makna, Ulasan Novel Tentang Kamu
-
Review Novel Narasi Perihal Ayah, Proses Berdamai dengan Kehilangan di Usia Muda
Terkini
-
3 Sheet Mask yang Mengandung Licorice, Ampuh Bikin Wajah Cerah Merata
-
Golput dan Krisis Kepercayaan Politik: Benarkah Rakyat Sudah Menyerah?
-
Sulitnya Perempuan Usia 25 Tahun Mencari Kerja, apalagi Sudah Menikah
-
Fenomena Gowes Pagi: Antara Gaya Hidup Sehat atau Tren Sesaat?
-
Selebriti di Era Cancel Culture dalam Budaya Pop: Dilema Kebebasan Berbicara vs Tanggung Jawab Sosial