Juragan Haji adalah buku karangan Helvy Tiana Rosa yang membuat saya tertipu. Awalnya, saya mengira buku terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2020 (Cetakan II) ini adalah novel. Namun ternyata, buku setebal 167 halaman ini adalah kumpulan cerpen.
Tidak berhenti sampai di situ, saya juga awalnya mengira Juragan Haji berisi kisah tentang orang yang melakukan perjalanan dan beribadah di tanah suci Mekkah. Namun saya lagi-lagi salah karena kumpulan cerpen ini adalah cerita bergenre sejarah yang isinya berbobot.
Dalam karyanya ini, Helvy Tiana Rosa mengangkat isu sosial dan nilai agama di daerah konflik yang membuat saya cukup berpikir selama membacanya. Fenomena-fenomena yang diangkat pun adalah realita dan bukan fiksi.
Seperti misalnya, tsunami di Aceh, GAM, kerusuhan etnis beragama di Sulawesi, kasus Timor Timur, kerusuhan di Sampit, Israel - Palestina, kasus Suku Hutu-Tutsi di Afrika hingga pembantaian muslim Bosnia.
Selain karena tema dan genrenya, hal lain yang juga lebih membuat saya berpikir selama membaca adalah adanya bahasa daerah setempat dalam ceritanya.
Meski membuat alurnya semakin hidup, tapi saya harus bolak-balik melihat akhir bab untuk mengetahui arti dari dialog para tokohnya.
Hal ini sedikit menyusahkan dan saya rasa, buku ini tidak cocok bagi saya yang menyukai buku bacaan ringan dan bisa langsung dipahami sekali cerna.
Meski begitu, bukan berarti Juragan Haji bukanlah buku yang baik. Justru sebaliknya, buku ini sangat bagus karena diramu sedemikian rupa dan membuat pembacanya seperti sungguhan berada di konflik pada masa itu.
Seperti misalnya di bab satu. Kisah ini dimulai dari seorang perempuan idealis yang selalu mengkritik pemerintah dan GAM. Latarnya di Aceh ketika tsunami.
Kemudian ada juga cerita tentang konflik kemerdekaan Timor Timur di Indonesia. Penulis bahkan menyisipkan sejarah referendum kemerdekaan yang diadakan di Timor Timur pada 20 Agustus 1999. Bagi pencinta novel sejarah, mereka pasti akan menggilai buku ini.
Lalu ada "Hingga Batu Bicara". Saya suka bagian ini karena mengangkat isu konflik antara Israel dan Palestina. Topik ini kembali ramai menjadi perhatian baru-baru ini.
Namun saya sempat ragu untuk lanjut membaca bab "Lorong Kematian" karena dari judulnya saja sudah menyeramkan. Bab ini bercerita tentang sejarah genosida Rwanda 1994, konflik antara Hutu dan Tuts yang menewaskan 800 ribu manusia.
Tertarik untuk membaca buku penuh informasi yang dikemas dalam fiksi ini?
Baca Juga
-
SHINee Love Like Oxygen: Sakitnya Kehabisan Napas Karena Cinta
-
Lagu ENHYPEN 'No Doubt': Pengen Cepet Pulang Kantor buat Ketemu Si Dia
-
NCT DREAM When I'm With You: Dunia Terasa Berhenti saat Sedang Bersama Dia
-
Onew 'Hola': Sapaan Hangat yang Memintamu Setia di Sisi saat Sedang Down
-
Nggak Perlu Inget Umur, Melakukan Hobi di Umur 30 Itu Nggak Dosa Kok!
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Dua Alasan untuk Tidak Jatuh Cinta, Plot Twist-nya Tak Terduga!
-
Bukan KH Ahmad Dahlan, Ini Sosok Kiai Pemberi Nama Muhammadiyah
-
Misteri Setir Kanan pada Mobil, Warisan Sejarah yang Masih Bertahan di Indonesia
-
Sejarah Hari Guru Nasional, Kenapa Diperingati Setiap 25 November?
-
Sejarah Stadion GBK: Awalnya Bukan Senayan yang Dipilih Soekarno
Ulasan
-
Ulasan Buku 7 Kebiasaan Orang yang Nyebelin Banget Karya Henry Manampiring
-
Review Film Betting with Ghost, Ketika Penjudi Berurusan dengan Hantu
-
Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak Jalanan dalam Novel Sepuluh
-
Ulasan Novel Alster Lake: Kisah Cinta Seorang Penulis di Danau Alster
-
Ulasan Buku 101 Langkah Mengatasi Insecure: Belajar Menjadi Percaya Diri
Terkini
-
Puji Kepribadian Eliano Reijnders, Manajer Timnas Indonesia Katakan Hal Ini
-
Penuh Intrik dan Ketegangan, 4 Film Kriminal Klasik yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Media Vietnam Soroti Desakan STY Out, Penentuan di Laga Lawan Arab Saudi?
-
Ulasan Buku Ulama, Pewaris Para Nabi: Mengenalkan Tugas-Tugas Ahli Agama
-
Panggil 26 Pemain untuk Piala AFF Wanita, Garuda Pertiwi Bawa Bekal Positif