Diadaptasi dari kisah nyata dan novel karya John Preston, The Dig adalah sebuah film yang memaparkan kisah penemuan artefak bersejarah di Sutton Hoo, Suffolk, Inggris. Disutradarai oleh Simon Stone, film berdurasi 112 menit ini menawarkan pemandangan indah Suffolk dan alur cerita yang ringan untuk dinikmati.
Pada tahun 1939, Edith Pretty (Carey Mulligan) sebagai seorang wanita kaya yang pemilik tanah di Sutton Hoo. Ia meminta bantuan kepada Basil Brown (Ralph Fiennes) yaitu seorang arkeolog yang amatir untuk mengungkap misteri yang tersembunyi di bawah gundukan tanah miliknya. Edith yakin bahwa di sana terdapat harta bersejarah yang perlu diungkap.
Seperti yang diperkirakan Edith, penggalian yang dilakukan oleh Brown menghasilkan penemuan yang teridentifikasi sebagai warisan dari era Anglo-Saxon pada masa kegelapan (abad ke-6). Hal tersebut merupakan salah satu pencapaian arkeologi terbesar sepanjang sejarah.
Penemuan besar tersebut menjadi memicu persaingan antara berbagai museum untuk mendapatkan hak penggalian. Meskipun Basil Brown hanya seorang arkeolog amatir, proyek ini akhirnya diambil alih oleh British Museum yang diwakili oleh Charles Phillips (Ken Stott). Meski demikian, melihat keahlian mendalam Basil dan kedekatannya dengan putra Edith, Robert, membuat Edith memohon agar Basil tetap terlibat dan melanjutkan proyek hingga selesai.
The Dig menghadirkan atmosfer yang damai, disertai dengan pemandangan indah di Sutton Hoo. Pengambilan gambar sering kali menyoroti sudut yang luas. Ketika dialog reda, musik latar yang dikomposisi oleh Stefan Gregory semakin menghadirkan suasana dan meningkatkan emosi para penonton.
Meskipun fokus pada penggalian artefak, The Dig juga menghadirkan alur cerita yang mendalam mengenai hubungan akrab di antara karakter-karakternya. Salah satu kisah yang mencolok adalah ikatan antara Edith Pretty dan putranya, Robert Pretty.
Film ini tidak hanya mengupas tentang harta karun peninggalan era Anglo-Saxon, tetapi juga mengangkat kembali hasil kerja keras Basil Brown yang sempat terlupakan.
Meski Edith berharap agar pihak museum memberikan pengakuan yang layak terhadap usaha Basil ketika hasil temuannya diserahkan. Sayangnya, pasca Perang Dunia II saat harta ini dipamerkan kepada publik, nama Basil Brown tidak diakui oleh pihak museum.
Baru dalam beberapa tahun terakhir, kontribusi istimewa Basil dalam bidang arkeologi diakui dan namanya kini turut muncul bersama Edith Pretty dalam pameran tetap Museum British.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Bukan Kualitas, Tapi Stereotip yang Kadang Halangi Perempuan Menjadi Pemimpin
-
Mengulik Pacaran dalam Kacamata Sains dan Ilmu Budaya
-
Apakah Hari Kartini Menjadi Tameng Emansipasi oleh Kaum Wanita?
-
Tamat! Ini 3 Momen Menyakitkan bagi Noh Young Won di Bitter Sweet Hell
-
Siap-Siap Emosi! 3 Drama Korea Ini Sepanas Film Ipar adalah Maut
Artikel Terkait
-
Apakah Jam Tangan Gibran yang Seharga Rumah Ada di LHKPN?
-
Review Film Losmen Melati, Kisah Para Pelancong yang Menginap Berujung Maut
-
Review Film Bismillah Kunikahi Suamimu, Cita Rasa Sinetron Bikin Julid!
-
Review Film Berbalas Kejam, Beberapa Scene Terlalu Kebetulan
-
Review Film 'The Invitation': Undangan Pesta Pernikahan Berujung Tragedi
Ulasan
-
Goa Rangko, Wisata Alam Permata Tersembunyi di Nusa Tenggara Timur
-
Review Film Angkara Murka: Horor dan Kekuasaan di Balik Gelapnya Tambang
-
Ulasan Novel The Three Lives of Cate Kay: Antara Karier dan Keluarga
-
Film Komedi Kinda Pregnant, Kebohongan Kehamilan Menjadi Realita Emosional
-
6 Rekomendasi Wisata Air Terjun di Sumba, Ada yang Mirip Niagara
Terkini
-
4 Rahasia Fashion dan Hairdo Go Min Si yang Bikin Penampilan Makin Classy!
-
Tari Kontemporer Berbalut Kesenian Rakyat: Kolaborasi Komunitas Seni Jogja
-
Akhirnya, Game Elden Ring Bakal Diadaptasi Jadi Film Live Action oleh A24
-
Menjaga Penyu, Menjaga Warisan Laut Kita
-
Penuh Makna, Tradisi Sedekah Bumi di Dusun Curug Losari Berjalan Meriah dan Khidmat