Jangan Mati Sebelum Berguna adalah buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Fitri Nganthi Wani, putri dari dari Wiji Thukul, seorang sastrawan yang dihilangkan dan belum jelas keberadaannya hingga sekarang.
Selain puisi, Fitri Nganthi Wani juga menuliskan banyak quotes mengenai hidup, cinta, keluarga, persahabatan, hingga kematian.
Sepanjang membaca tulisan-tulisan ini, saya seolah mendapatkan suntikan energi. Tulisannya sarat akan makna sebuah perjuangan dan perlawanan. Khususnya dari seorang perempuan, untuk perempuan.
Penulis banyak menyinggung juga mengenai patriarki dan kecenderungan seseorang untuk mengakhiri hidup. Namun meskipun hidup ini sepertinya sungguh berat untuk dilanjutkan, tapi penulis berpesan agar kita tetap selalu semangat.
Jangan mati sebelum berguna. Jangan mengakhiri kehidupan sebelum kita menjadi seseorang yang bermanfaat. Setidaknya untuk diri sendiri, dengan mencintai diri apa adanya tanpa butuh validasi dari dunia luar.
Buku ini adalah bentuk self-reminder dari penulis saat berada dalam fase terberat dalam hidupnya. Meskipun terkesan menjadi sesuatu yang sangat pribadi, tapi rasanya saya sebagai pembaca bisa relate dengan banyak hal yang dituliskan.
Menurut penulis, puisi adalah salah satu bentuk terapi baginya. Ia bisa puas mengumpat, menghujat, dan tidak menahan diri dari apa pun yang hendak ia sampaikan.
Salah satu kutipan pendek yang saya sukai adalah ini:
"Perempuan memang begini. Kalau tidak melawan, tidak akan menawan".
Dan memang, ada banyak sekali nada perlawanan yang diserukan oleh penulis. Suara-suara yang selama ini teredam karena tidak berani diungkapkan, berhasil diwakili oleh puisi-puisi dalam buku ini.
Selain itu, salah satu bagian yang tak kalah menarik adalah puisi-puisi yang bercerita tentang sosok ibu dan bapaknya. Tentang bagaimana ia berusaha menjadi seperti ibunya yang merupakan perempuan yang kuat dan tegar, tapi nyatanya ia tidak mampu. Juga tentang kesan-kesan yang ditinggalkan oleh sosok bapak sebelum ia pergi.
Ada beberapa puisi yang menggambarkan tentang inner-child dan bagaimana penulis berusaha survive dengan luka batin yang ia alami. Bagaimana ia pernah berkali-kali menderita karena ditinggalkan, tapi berupaya bangkit dan berdiri tegak kembali.
Bagi kamu yang pernah mengalami hal yang serupa, puisi-puisi dalam buku Jangan Mati Sebelum Berguna adalah sebuah buku yang bisa mewakili perasaanmu.
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Beda Usia 18 Tahun dari Santyka Fauziah, Sule Siap Menikah Tahun Depan
-
Cerita Korban Perdagangan Perempuan di India: Modusnya Diiming-imingi Gaji Besar Kerja di Dubai
-
Ulasan Kumpulan Puisi Ada Nama yang Abadi di Hati tapi Tak Bisa Dinikahi
-
El Rumi Minta Dicarikan Pasangan, Begini Kriteria Cewek Idamannya: Fuji Masuk?
-
Anya Geraldine Tak Mau Buru-Buru Nikah Karena Takut Gagal, Warganet Kompak Kasih Dukungan
Ulasan
-
Review Film Jembatan Shiratal Mustaqim: Horor Moral yang Mirip Sinetron
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
Terkini
-
4 Padu Padan Outfit Warna Putih ala Bona WJSN yang Kece Buat Hangout!
-
Ditanya Malam Pertama Setelah Menikah, Amanda Manopo: Kita Coba Hari Ini!
-
Sinopsis Light of Dawn, Drama China yang Dibintangi Zhang Ruo Yun
-
Bunda Maia Beri Pesan Hidup pada Marshanda dan Maria Theodore: Pengalaman?
-
Gagal Redam Lawan, Bukti Skema Dua Bek Tengah Tak Cocok di Timnas Indonesia