Buku yang berjudul 'Jangan Cemas: Kurangi, Relakan, Tinggalkan' ini adalah buku yang ditulis oleh Shunmyo Masuno, kepala pendeta di kuil Buddha Zen yang berasal dari Jepang.
Buku ini berisi cara-cara sederhana untuk mengatasi kecemasan. Sebagaimana judulnya, prinsip umum untuk mengatasi gelisah atau cemas ada dalam tiga hal, yakni mengurangi, merelakan, dan meninggalkan hal-hal yang selama ini menghambat kita untuk hidup secara penuh.
Meskipun isinya kebanyakan adalah penerapan konsep Zen yang ada pada ajaran Buddha, tapi sebenarnya ajaran-ajaran yang dipaparkan oleh penulis adalah sesuatu yang bersifat universal.
Misalnya anjuran agar jangan mudah kepo lantas membanjiri diri dengan informasi yang tidak perlu.
Baik itu dari media sosial, berita viral, maupun hal-hal yang sebenarnya tidak berkaitan dengan hidup kita secara langsung. Sebab hal ini akan menurunkan kadar ketenangan dalam diri kita.
Kemudian, di manapun kita berada, lakukanlah yang terbaik. Berikan segalanya, di sini dan sekarang. Memberikan yang terbaik akan membuat kita puas dan hidup tanpa penyesalan.
Namun perlu diingat, meskipun kita bekerja dengan sepenuh hati, jangan lupa untuk meluangkan waktu dalam menjalani hobi.
Di sini, penulis menyarankan agar kita menjadikan hobi sebagai bagian dari ritual malam. Misalnya membaca buku, nonton, atau menulis.
Menjalankan hal yang kita sukai pada malam hari akan membuat kita lebih rileks dan punya energi baru untuk menghadapi esok hari.
Konsep Zen juga menekankan tentang pentingnya menjaga suasana rumah agar selalu damai, tenang, dan teratur.
Jadikan rumah kita benar-benar selayaknya tempat beristirahat yang nyaman dengan menjaga kebersihan dan kerapiannya.
Selain beberapa hal di atas, masih banyak penerapan Zen lainnya yang dibahas dalam buku ini.
Menurut saya, selain mudah dilakukan, cara-cara mengatasi kecemasan yang ada di buku ini lumayan efektif ketika diterapkan.
Bagi kamu yang tertarik dengan penerapan filosofi Zen untuk mengatasi gangguan kecemasan, buku ini bisa jadi rekomendasi bacaan selanjutnya. Selamat membaca!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Menuju Pintu Kampus Impian: 4 Rekomendasi Buku untuk Belajar UTBK SNBT 2024
-
Review 'Persimpangan': Menggali Makna dalam Labirin Pilihan Hidup Hilya
-
Menikah Tak Cukup Bermodal Cinta dalam Buku 'Before You Marry Me...'
-
Review Lorong Kaca: Petualangan Misterius yang Menguji Keberanian dan Emosi
-
Pecinta Buku Merapat, Ada Pekan Grosir Buku "Big Bad Wolf Books" di Jakarta, Buruan ke Sini!
Ulasan
-
Review Film No Other Choice: Ketika PHK Membuatmu Jadi Psikopat!
-
Novel Semesta Terakhir untuk Kita: Ketika Ego dan Persahabatan Bertarung
-
Years Gone By: Ketika Cinta Tumbuh dari Kepura-puraan
-
Ulasan Buku My Olive Tree: Menguak Makna Pohon Zaitun bagi Rakyat Palestina
-
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
Terkini
-
Evaluasi Tanpa Jeda: Sikap Nekat Pemerintah soal MBG
-
Sinopsis Silent Honor, Drama China Genre Politik yang Dibintangi Yu He Wei
-
Review Samsung Galaxy S25 FE: Flagship Samsung Paling Worth It di Kelasnya
-
Drama Pasca Cerai: Arhan Galau Maksimal, Zize Liburan Cuek Bebek di Jepang
-
Indra Sjafri Kembali! Mampukah Pertahankan Emas SEA Games di Kandang Thailand yang Penuh Dendam?