Di tengah lanskap perfilman horor Indonesia yang terus berkembang, muncul Film Badarawuhi di Desa Penari. Film ini mengusung horor slowburn, sebuah pendekatan yang membangun ketegangan secara perlahan tapi pasti. Disutradarai oleh Kimo Stamboel dan diproduksi oleh MD Pictures, film ini menampilkan jajaran pemain yang mengesankan, antara lain: Aulia Sarah, Maudy Effrosina, Jourdy Pranata, M. Iqbal Sulaiman, Ardit Erwandha, Claresta Taufan Kusumarina, Diding Boneng, Aming Sugandhi, Dinda Kanyadewi, dan masih banyak lagi.
Film berdurasi dua jam lebih sekian menit ini, menghadirkan kisah yang cukup menarik. Kisah dimulai ketika Mila (Maudy Effrosina) sepupunya Yuda (Jourdy Pranata), memutuskan bersama-sama, mencari keberadaan Desa Penari demi menyelamatkan ibunya Mila yang terkena penyakit misterius. Dengan bantuan Arya (Ardit Erwandha) dan Jito (M. Iqbal Sulaiman), mereka akhirnya menemukan Desa Penari yang tersembunyi di tengah hutan belantara dan bertemu dengan Ratih (Claresta Taufan Kusumarina), penduduk desa yang baik.
Namun, kedatangan mereka malah memicu serangkaian kejadian mistis yang mengancam seluruh desa. Mila ternyata punya misi mengembalikan kawaturih (semacam gelang lengan) milik Badarawuhi. Gelang itu adalah pusaka yang rupanya dibawa lari dan keluar dari Desa Penari oleh ibunya Mila.
Pada akhirnya Mila menyadari bahwa Desa Penari terjerat dalam pengaruh jahat Badarawuhi, yang menuntut pengorbanan untuk menjaga kekuasaannya. Mila dan Ratih pun menjadi kandidat ‘dawuh’, bersama lima perempuan terpilih lainnya. Mereka pun melakukan ritual menari, yang mana, nantinya Badarawuhi akan memilih satu penari sebagai bentuk pengorbanan untuk menari dan tinggal selamanya di Singgasana Angkara Murka.
Ulasan:
Salah satu poin kuat film ini adalah akting para pemainnya yang keren-keren. Maudy Effrosina, Aulia Sarah, dan Claresta Taufan Kusumarina memberikan penampilan yang mencuri perhatianku. Kesannya, karakter-karakter mereka hidup dalam suasana mencekam. Intinya, mereka berhasil menghadirkan emosi kuat dan memegang peran mereka dengan baik.
Selain akting mantapnya, detail produksi film ini juga layak banget diapresiasi. Mulai dari busana, setting, hingga situasi yang tergambar begitu teliti dan autentik, semuanya terasa begitu terencana dengan baik. Setiap sudut layar diisi dengan elemen-elemen yang memperkuat atmosfer horor, sehingga menciptakan pengalaman sinematik mendalam buatku.
Meskipun durasinya mencapai dua jam lebih beberapa menit, tapi setiap detiknya terasa bernilai. Tiap adegan dipersiapkan dengan cermat untuk memberikan dampak emosional yang maksimal kepada penonton, sehingga menjadikan pengalaman menonton menjadi begitu memikat. Dan yang paling terasa mencekam itu saat scene hujan, buatku itu mahal dan gila, kayak hujan betulan.
Begitulah. Pada dasarnya "Badarawuhi" memiliki potensi besar untuk menjadi kisah yang bisa lebih memikat lagi, terlepas ini sudah bagus buatku. Akan tetapi, ada satu aspek yang terasa kurang dan mengganjal. Ini tentang kurangnya pengembangan latar belakang dan konteks tentang Badarawuhi dan Desa Penari. Meskipun judulnya tertulis Badarawuhi, tapi aku merasa, hanya sedikit informasi tentang entitas ini.
Sebagai penonton, aku kesannya cuma diberikan gambaran kasar tentang siapa atau apa Badarawuhi sebenarnya, termasuk kenapa harus ada proses ‘dawuh’ di Desa Penari. Namun, nyatanya detail tentang asal usul, tujuan, atau sifatnya si Badarawuhi masih kabur. Dengan menyediakan lebih banyak informasi tentang latar belakang dan sejarah Badarawuhi serta tradisi 'dawuh', film ini pastinya bakal berpotensi untuk menjadi lebih kuat lagi, secara naratif dan emosional.
Meskipun demikian, kekurangan tersebut nggak sepenuhnya merusak keseluruhan pengalaman menonton. Film ini tetap berhasil menciptakan atmosfer yang mencekam dan menegangkan, menjadikannya sebagai salah satu tontonan yang patut dipertimbangkan bagi para penggemar horor yang menginginkan sesuatu yang berbeda. Dengan horor slowburn-nya, akting cakep-cakep, dan detail produksi yang terbilang niat, "Badarawuhi Di Desa Penari" tetap menjadi pencapaian dan patut diapresiasi.
Apa mungkin, latar belakang lengkap si Badarawuhi akan dimunculkan dalam versi uncut director? Ah, selamat menanti sekuel atau versi lebih panjang film ini, ya, jika ada. Berhubung aku suka karena kisahnya runut dengan aura mistis yang terasa sekali, maka skor dariku: 8,5/10.
Film ini sudah tayang sejak 11 April 2024 di bioskop, ya. Berhubung pengalaman nontonku dan dirimu pasti berbeda, bisa jadi kamu merasakan hal sebaliknya. Selamat menonton, ya.
Baca Juga
-
Daya Pikat Film Good Boy, Melihat Setan dari Mata Seekor Anjing
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
Saat Lyto Pictures Menyuguhkan Luka Melalui Film Sampai Titik Terakhirmu
-
A24 Hadirkan Rom-Com Afterlife Paling Menyentuh Lewat Film Eternity
-
Menariknya Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung, Sekuel yang Berani Ganti Sudut Pandang
Artikel Terkait
-
Jumlah Penonton Badarawuhi di Desa Penari vs Siksa Kubur di Hari Pertama
-
Duel Horor, Perbandingan Film Badarawuhi di Desa Penari dan Siksa Kubur
-
Tayang di Amerika 26 April, Badarawuhi Di Desa Penari Jadi Cikal Bakal Film Indonesia Go Internasional
-
Turunkan Berat Badan dengan Nonton Film Horor, Memang Bisa?
-
Digelar di Amerika, Aulia Sarah Gemetar Hadir di Gala Premier Film Badarawuhi di Desa Penari
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Pesta Nikah Paling Heboh Berakhir dengan Cek Palsu 3 Miliar! Pengantin Pria Kabur Bawa Motor Mertua
-
Sosok Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Spesialis Paru yang Jadi Wamenkes
-
Auto Ganteng Maksimal! 3 Ide Outfit Keren ala Mas Bree yang Bisa Kamu Tiru
-
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2025: Kesehatan Mental Hak Semua Orang
-
Harus Diakui, Timnas Indonesia Kerap Kehilangan Identitas Permainan di Era Patrick Kluivert