Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Sam Edy
Gambar Buku ‘Terluka untuk Sembuh’ (Dok. iPusnas)

Banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami luka batin dalam hidupnya. Salah satunya karena pernah dikecewakan oleh seseorang. Misalnya, gagal dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Siapa yang mengira jika orang yang disayang dan semula dipercaya akan mampu menjadi pendamping hidupnya hingga akhir hayat, ternyata menghianati kesetiannya.

Bicara tentang luka batin memang sakitnya nggak main-main. Lukanya tidak tampak atau tak kasat mata. Tetapi perihnya bisa jadi melebihi perih tertusuk duri atau benda tajam.

Untuk bisa sembuh dari luka batin, tentunya dibutuhkan waktu yang tak sebentar dan keluasan hati untuk berdamai dengan diri sendiri, menerima segala yang sudah terjadi, segala hal yang memang di luar kuasa kita dan tidak bisa kita kendalikan.

Tak perlu berlarut dalam kesedihan panjang, apalagi sampai menjadi manusia yang membenci diri sendiri atau menyalahkan keadaan. Maafkanlah segala hal yang telah berlalu. Mungkin ini agak sulit diterima, tetapi percayalah, memaafkan itu lebih mulia dan membuat dada terasa lebih lega.

Muyassaroh, dalam bukunya yang berjudul ‘Terluka untuk Sembuh’ mengajak untuk tidak terus menerus hidup dalam kebencian, tak apa memaafkan karena memaafkan adalah proses berdamai dengan diri sendiri. Jangan sampai kita terpenjara dalam perasaan kesal terus menerus. Kebencian itu harus diakhiri segera. Demi diri sendiri. Demi kesehatan mental kita. Allah pun memerintahkan kita supaya mudah memaafkan orang lain.

Jangan sampai kita hidup sambil memendam luka batin, membiarkannya tetap menggerogoti kesehatan mental kita. Jangan sampai kita hidup dalam trauma yang berkepanjangan. Jika dibutuhkan, jangan segan untuk mendatangi para ahli dan selesaikan masalah itu segera. Hiduplah dalam rasa lapang sampai ingatan pahit itu tidak terasa menyakitkan lagi saat diingat kembali (hlm. 12-13).

Hal yang terpenting yang harus selalu kita ingat dalam menjalani kehidupan di dunia ini adalah: jangan terlalu bergantung harapan pada orang lain. Karena bergantung, apalagi sampai memiliki harapan yang besar, pada orang lain itu hanya akan menimbulkan rasa kecewa dan bisa jadi meninggalkan luka batin yang dalam ketika apa yang diharapkan ternyata tidak sesuai.

Benar kata Muyassaroh dalam buku terbitan Quanta (Jakarta) ini, bahwa manusia sering dikecewakan oleh harapannya yang terlalu tinggi kepada makhluk bernama manusia. Sebaik dan sesempurna apa pun orang yang kita lihat, sampai kapan pun ia tetaplah manusia. Ia adalah tempatnya salah dan lupa. Jangan sampai seribu kebaikan yang telah ia lakukan terlupakan begitu saja oleh satu kesalahan yang tak sengaja dilakukannya.

Sama dengan orang lain yang pernah berbuat salah atau khilaf, kita pun bisa sering melakukan kesalahan. Entah itu yang disengaja maupun tidak disengaja. Hanya saja Allah menutupi aib kita hingga tak seorang pun dapat melihatnya. Kita butuh dimaafkan ketika melakukan salah, begitu juga dengan orang yang berbuat salah pada kita, juga butuh untuk kita maafkan (hlm. 17).

Buku genre motivasi ini sangat cocok dijadikan sebagai bacaan yang akan membantu Anda, khususnya kaum perempuan, untuk berdamai dengan keadaan yang sering kali berbeda dengan yang diharapkan.      

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sam Edy