Untuk bisa diterima di lingkungan masyarakat, umumnya harus melewati penjurian oleh standar hidup orang lain. Jika standar yang diusung berbeda, maka individu akan menerima penolakan, merasa terabaikan dan mendapatkan cibiran dari orang lain.
Misalnya jika kamu kaya, kamu akan memiliki banyak relasi. Jika kamu jenius, kamu akan dipuji. Jika kamu cantik atau tampan, kamu akan disayangi. Jika kamu sempurna, kamu akan diterima dengan baik.
Padahal manusia memiliki wajah, tinggi badan, warna kulit, serta rambut dengan bentuk yang berbeda-beda. Namun demi untuk mendapatkan pengakuan sosial di masyarakat, individu bahkan memilih jalan yang disetir oleh standar hidup orang lain.
Hal ini dapat menyebabkan individu mengalami krisis identitas dan kesehatan mental yang buruk seperti ketidakberdayaan, ketidakmampuan, rasa frustrasi, stres, bahkan depresi adalah suatu hasil atas penekanan-penekanan standar paten.
Individu juga tidak dapat menjadi dirinya sendiri, sehingga individu tidak dapat mengekspresikan dirinya secara bebas dan berani.
Individu terlalu sibuk untuk menyenangkan orang lain hingga membantu orang lain tanpa melihat kebahagiaan dirinya dan kebutuhan dirinya, sehingga individu rela terluka demi orang lain. Hal tersebut dilakukan karena individu ingin diterima oleh standar sosial.
Nah, buat kamu yang merasa lelah dengan standar sosial yang dibentuk masyarakat, saya punya satu rekomendasi buku yang ditulis oleh Ega Uci Lestari, judulnya Be Free Be True Be You.
Secara umum, buku ini membahas tentang standar sosial di masyarakat yang menyebabkan terbentuknya suatu stigma jika individu dianggap berbeda, serta kiat-kiat yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis identitas.
Menariknya, penulis bisa mengemas teori psikologi yang mudah dipahami sehingga pembaca bisa mengaplikasikan ilmu yang ada dalam buku ini. Mengingat latar belakang penulis yang mengambil konsentrasi pada jurusan Bimbingan Konseling.
Salah satu teori yang penulis jelaskan dalam buku ini yaitu pendekatan psikologi humanistik. Dalam pendekatan ini, individu dapat mengaktualisasikan dirinya hingga mencapai kehidupan yang bermakna atas dorongan dari penerimaan lingkungannya.
Selain itu, penulis juga memaparkan panduan self journaling therapy yang dapat dilakukan secara mandiri dan rutin. Terkadang kita bingung harus mulai nulis dari mana.
Nah, kebingungan ini dapat diatasi dengan cara journaling prompts, jadi sebelum menulis terapi jurnal kita harus memiliki panduannya terlebih dahulu agar tulisan yang dituangkan dapat terekspresikan secara sistematis dan benar.
Intinya, buku ini ditujukan untuk kamu yang saat ini berada dalam fase krisis identitas karena bermasalah dalam standar sosial yang selama ini dibentuk di lingkungan masyarakat. Dengan gaya penuturan yang mudah dipahami menjadikan buku ini sangat pas untuk dibaca semua kalangan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Hujan Karya Tere Liye: Menemukan Harapan di Tengah Kesedihan
-
Buku Gibran The Next President Bikin Geger Publik, Said Didu: Ini Keinginan yang Sedang Dipersiapkan
-
Ulasan Buku Seni Mencintai Diri Sendiri, Rahasia untuk Sembuhkan Luka Batin
-
Ulasan Buku Seni Memahami Anak: Mendalami Perkembangan Emosional Anak
-
Ulasan Novel Turtles all The Way Down: OCD dan Pencarian Sang Miliarder
Ulasan
-
4 Toko Kain Lokal Terbaik, Temukan Kain Impianmu di Sini!
-
Ulasan Buku Hal-Hal yang Boleh dan Tak Boleh Kulakukan, Kunci Hidup Bahagia
-
Ulasan Film Raatchasan: Mengungkap Pelaku Pembunuh Berantai Para Remaja
-
Ulasan Buku 'Seseorang di Kaca', Refleksi Perasaan terhadap Orang Terkasih
-
Resensi Novel Lari dari Pesantren: Sebuah Renungan dari Kisah Dua Santri
Terkini
-
4 Pemain Utama Drama Korea Parole Examiner Lee, Ada Go Soo hingga Yuri SNSD
-
Doyoung NCT Beri Semangat untuk Muda Mudi di Lagu Solo Terbaru Bertajuk The Story
-
Ivar Jenner Absen Lawan Jepang, Jordi Amat Berpeluang Jadi Gelandang?
-
Lestarikan Sastra, SMA Negeri 1 Purwakarta Gelar 10 Lomba Bulan Bahasa
-
Pertemuan Cinta yang Memesona dalam Lagu SHINee Bertajuk Married to the Music