Perjalanan hidup memang tidak pernah mudah. Ia memberikan kejutan demi kejutan yang seolah tidak mengizinkanmu untuk selalu merasa bahagia. Kamu dituntut oleh semesta untuk menerima rasa sakit yang diberikan hidup.
Berdamai dengan kenyataan dan rasa sakit tidaklah mudah. Prosesnya tidak selalu seperti grafik linier vertikal. Hari ini, kamu mungkin baik-baik saja, tetapi esok hari bisa jadi kamu menangis saat menghadapi hal-hal buruk.
Untuk itu, kamu harus punya kemampuan untuk mengendalikan diri agar tidak terus-menerus terjebak dalam perasaan sedih. Hidup harus tetap berjalan sembari kamu merasakan semua rasa tentang kehidupan. Kamu tidak boleh berlarut-larut dalam keadaan.
Satu hal yang harus kamu sadari, bahwa kesembuhan bukan tanggung jawab orang lain meski luka tersebut disebabkan olehnya. Kamulah yang harus menjadi teman terbaik untuk dirimu sendiri.
Namun, untuk menjadi teman terbaik bagi diri, kita perlu memahami emosi-emosi seperti rasa sedih, marah, kesepian dan lain sebagainya. Nah, dalam buku yang berjudul How To Be A Good Friend For Yourself ini kita akan diajak untuk mengenali dan memahami emosi-emosi negatif itu.
Penulis menjelaskan bahwa ketika orang lain tidak bisa memahamimu sepenuhnya, kamulah yang harus menjadi teman terbaik untuk memahami posisimu. Mengakui perasaan, apalagi perasaan negatif sering kali menjadi PR besar bagi sebagian besar orang. Khususnya, nih, bila kamu tidak terbiasa mengekspresikan emosi sedari kecil.
Pola pengasuhan berperan besar dalam proses memahami perasaan sendiri ketika dewasa. Ada empat tipe pengasuhan yang dapat memengaruhi seseorang dalam meregulasi perasaannya. Tipe pengasuhan juga berpengaruh pada cara seseorang melakukan pelekatan pada orang lain, terutama pasangannya.
Menariknya, penulis mengambil teori attachment style atau gaya kelekatan yang diungkapkan oleh John Bowlby. Ia menggunakan psikoanalisis untuk melihat kaitan antara pengasuhan di masa kanak kanak dengan perkembangan perilaku di masa dewasa.
Ia juga menjelaskan ada empat jenis gaya keterikatan yang perlu dipahami. Dengan memahaminya, maka kamu akan lebih mudah memahami dirimu sendiri dan orang lain. Kamu juga makin mudah untuk membangun ulang nilai-nilai hidup yang lebih sehat.
Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan beragam panduan yang akan membantu kamu dalam meregulasi emosi-emosi negatif yang mengganggu agar hidupmu bisa jauh lebih baik.
Yang jelas, buku ini ditujukan buat kamu yang merasa sulit dalam meregulasi emosi. Gaya penulisan yang terasa relatable dan mudah dipahami menjadikan buku ini sangat pas untuk dibaca oleh semua kalangan.
Baca Juga
-
Memahami Diri Sendiri: Sebuah Renungan untuk Berdamai dengan Masa Lalu
-
Tingkatkan Potensi dan Raih Mimpimu dalam Buku The Potential Dream
-
Menyesuaikan Diri Terhadap Perubahan Hidup dalam Buku "Adaptasi"
-
Belajar Memaafkan Diri Sendiri dalam Buku A Handbook For Forgiveness
-
Menemui Diri Sejati dalam Buku A Handbook For Self Awareness
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Namaku Alam Jilid 1: Menguak Sisi Sejarah Indonesia Tahun 1965
-
Ulasan Buku Simpang Jalan, Berani Mengambil Keputusan dalam Momen Kritis
-
Gibran Dinilai Terlalu Rajin Upload Konten Bagi-bagi Buku, Publik: Ini Wapres atau Content Creator?
-
Ulasan Novel The Hunger Games, Perjuangan Bertahan Hidup dalam Reality Show
-
Ulasan Buku 'Kita, Kami, Kamu', Menyelami Dunia Anak yang Lucu dan Jenaka
Ulasan
-
Review Film Sukma: Rahasia Gaib di Balik Obsesi Awet Muda!
-
Review Film The Exit 8: Ketakutan Nyata di Lorong Stasiun yang Misterius
-
Membaca Ulang Kepada Uang: Puisi tentang Sederhana yang Tak Pernah Sederhana
-
Review Film Siccin 8: Atmosfer Mencekam yang Gak Bisa Ditolak!
-
Film Man of Tomorrow, Sekuel Superman Tayang Tahun Depan?
Terkini
-
Mulai 4 Jutaan! 4 Rekomendasi HP Flip Canggih Harga Termurah 2025
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Kualifikasi AFC U-23 dan Akhir dari Gendongan Rafael Struick di Timnas Garuda Muda
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
OTW Hollywood! 5 Fakta Kenapa Film Sore: Istri dari Masa Depan Bisa Jadi Jagoan Kita di Oscar