Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Chandra Setia
Pemain film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis dalam konferensi pers yang digelar di kawasan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024). [Suara.com/Tiara Rosana]

Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis adalah film yang tayang pada 17 Oktober 2024, diangkat dari lirik lagu Runtuh yang dinyanyikan oleh Feby Putri dan Fiersa Besari. Disutradarai oleh Monty Tiwa, film ini mengangkat tema kesehatan mental yang jarang dieksplorasi dengan kedalaman emosional.

Sinopsis Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis 

Cerita berfokus pada Tari (Prilly Latuconsina), seorang perempuan yang mengalami kekerasan verbal dan fisik dari ayahnya sejak kecil. Trauma masa kecilnya menjadi luka batin yang terus dia bawa hingga dewasa, terutama setelah kakaknya meninggalkan rumah.

Dalam perjalanan hidupnya, Tari bertemu dengan Baskara (Pradikta Wicaksono), seorang pria dengan latar belakang trauma serupa. Bersama-sama, mereka mencari dukungan dalam sebuah grup yang memungkinkan mereka untuk berbagi dan saling mendukung.

Review Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis 

Salah satu kekuatan terbesar film ini adalah akting Prilly Latuconsina. Sebagai Tari, Prilly mampu menampilkan sosok yang rapuh namun berjuang untuk bangkit.

Ia berhasil membawa penonton merasakan ketakutan, kekecewaan, dan harapan yang silih berganti dalam kehidupannya. Chemistry-nya dengan Pradikta Wicaksono terasa natural dan penuh emosi, menciptakan dinamika yang membuat kisah ini semakin menarik.

Selain performa pemain, film ini juga unggul dalam cara menyampaikan pesan tentang pentingnya kesehatan mental. Tema ini disampaikan secara sensitif dan tidak menggurui, namun tetap kuat dalam memberi kesadaran akan dampak trauma dan pentingnya dukungan.

Tari bukan sekadar korban; dia adalah seseorang yang sedang dalam perjalanan panjang untuk memahami dan mengatasi masa lalunya, yang sering kali terasa tidak terjangkau.

Namun, meski memiliki banyak kelebihan, film ini bukan tanpa kekurangan. Beberapa bagian terasa terlalu lambat, terutama pada pertengahan cerita, ketika fokus pada perkembangan emosional Tari terasa agak repetitif.

Namun, pacing yang lambat ini mungkin sengaja dilakukan untuk menekankan beratnya perjuangan mental yang dialami oleh karakter-karakternya.

Secara visual, film ini tidak berlebihan dengan sinematografi sederhana namun efektif dalam menggambarkan suasana yang suram dan penuh tekanan. Setiap adegan seolah memperkuat pesan bahwa meskipun dunia Tari terlihat biasa dari luar, di dalamnya ia menyimpan luka batin yang dalam.

Secara keseluruhan, Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis adalah film yang kuat, emosional, dan penting dalam konteks perbincangan tentang trauma dan pemulihan. Ini adalah karya yang relevan dan layak ditonton, terutama bagi mereka yang tertarik pada cerita yang lebih mendalam dan introspektif.

Dengan dukungan dari para pemeran seperti Surya Saputra dan Widi Mulia, film ini berhasil memberikan dampak yang mendalam bagi penontonnya. Ayo nonton!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Chandra Setia