'Tantrum' adalah judul buku puisi yang ditulis oleh Adhan Akram. Mulanya saya tertarik membaca karena judulnya yang unik.
Di halaman awal, Adhan Akram mencantumkan definisi dari tantrum. Yakni sebuah ledakan emosi yang berhubungan dengan anak-anak dan mereka yang mengalami kesulitan emosional.
Barangkali, kita sering mendengar penggunaan kata tantrum ini pada balita dan anak-anak yang memang belum mampu meregulasi emosinya sendiri dengan marah, menjerit, hingga menangis.
Tantrum ini kemudian terasa menarik ketika dikaitkan dengan puisi yang merupakan salah satu sarana dalam menyalurkan emosi.
Sebagaimana tantrum yang menggambarkan perasaan yang meluap-luap dan ledakan emosi, begitu pun dengan puisi.
Pada halaman-halaman awal dari buku ini, saya mendapati banyak puisi dengan nuansa patah hati. Sebagaimana puisi berjudul Karam.
Bukankah Tuhan sebut kita sia-sia
Pergi berlayar tanpa tahu di mana daratnya.
Genap sewindu berlayar tanpa nahkoda.
Akhirnya aku lelah juga (Halaman 50)
Saat membaca kutipan puisi Karam di atas, saya merasa bahwa penulis seolah menggambarkan hubungan yang tidak memiliki muara.
Bisa juga semacam perjalanan yang tidak memiliki tujuan. Hanya terus terombang ambing dalam ketidakjelasan.
Meskipun pada beberapa bagian halaman awal tersebut sarat akan nuansa kelam, namun semakin ke belakang, puisi-puisi dari Adhan Akram ini terasa lebih menenangkan.
"Karena manusia perlu menghargai pertemuan maka Tuhan menciptakan jarak" ( Halaman 67)
Perjalanan dari perasaan kelam menuju fase tenang ini tidak hanya berada dalam lingkup hubungan relasi antara dua orang, tapi juga dengan diri sendiri. Setidaknya itulah yang saya rasakan setelah membaca buku ini.
Secara umum, saya lumayan terpikat dengan puisi-puisi yang ada di dalam buku ini. Khususnya pada cara penulis menempatkan setiap judul puisi di posisi halaman yang tepat sehingga seakan-akan kita diajak menyelami sebuah perjalanan emosional yang runut dari halaman pertama hingga terakhir.
Mulai dari fase terpuruk hingga mampu bangkit dan menyemai makna atas kejadian buruk.
Bagi para pencinta puisi, karya dari Adhan Akram yang satu ini menjadi salah satu buku yang layak untuk masuk di daftar bacaan!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu: Kehilangan Bertubi di dalam Pesantren
-
Ulasan Buku Be Amazing Muslimah, Kemuliaan Perempuan dalam Islam
-
Kembalikan Dirimu yang Hilang Lewat Buku 'Aku yang Sudah Lama Hilang'
-
Pentingnya Menggali Bakat dalam Buku Cara Gampang Menemukan Bisnis Hebat
-
Tanamkan Jiwa Tolong Menolong dalam Buku 'Persahabatan Burung dan Gajah'
Ulasan
-
Ulasan Buku Tidak Ada New York Hari Ini, Kumpulan Puisi Karya Aan Mansyur
-
Review Film Dopamin: Terlalu Nyata dan Getir
-
Setelah Suzume, Makoto Shinkai Bikin Pengumuman Mengejutkan Soal Proyek Film Selanjutnya
-
Mengurai Masalah Islam Kontemporer Lewat Buku Karya Tohir Bawazir
-
Ulasan Novel Beside You: Takdir sebagai Pemeran Pengganti
Terkini
-
4 Pelembab Witch Hazel Atasi Bruntusan dan Sebum pada Kulit Berminyak
-
Mau Beli iPad? Ini 7 Seri Paling Worth It Buat Kerja, Kuliah, dan Ngonten
-
Gaya Ngantor sampai Nongkrong, Intip 4 OOTD Versatile ala Kim Ji Hoon!
-
Sabrina Carpenter Bintangi dan Produksi Film Musikal Alice in Wonderland
-
Tunjuk Ivar Jenner Jadi Kapten, Indra Sjafri Pertimbangkan Banyak Hal?