Buku yang memuat kisah dengan latar tempat di Kota Malang ini dicetak pertama kalinya pada tahun 1985. Nenek Buta dan Gerilyawan mengangkat kisah seorang nenek yang buta dan seorang gerilyawan saat pasca kemerdekaan Indonesia atau lebih tepatnya mengambil latar waktu pada tahun 1947. Saat pasukan Belanda kembali menyerang, para gerilyawan tentu saja maju. Di sisi lain, disaat keluarganya mengungsi, sang nenek buta tidak turut bersama mereka. Ia tetap di rumah dan meskipun mengalami kebutaan, hal tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk melakukan aktivitas seperti, mencari kayu bakar dan merebus ketela.
Suatu pagi ketika tengah mecabut ubi di kebun, terdengar bunyi tembakan peluru. Sang nenek yang ketakutan memutuskan untuk masuk ke rumah. Tak lama, tiba-tiba masuklah seorang gerilyawan yang tengah melarikan diri dari pasukan Belanda dengan keadaan pelurunya telah habis. Saat itulah sang nenek membantu gerilyawan tersebut dalam menghadapi pasukan Belanda.
Buku Nenek Buta dan Gerilyawan ini sangatlah tipis, hanya 16 halaman. Cerita disampaikan dengan ringkas dan terdapat pula gambar pada halaman-halaman di dalamnya untuk menggambarkan keadaan kota, bagaimana saat gerilyawan muncul dan juga nenek buta itu sendiri.
Tidak seperti buku sastra lama yang pernah saya baca sebelumnya yang memiliki tatanan kata yang berbeda dengan beberapa kosa-kata yang sudah sangat jarang digunakan, Nenek Buta dan Gerilyawan memiliki tatanan kata yang lebih mudah dimengerti dan saya tidak menemukan satu kata pun yang asing. Melalui buku inilah, kali pertama saya mengenal penulis yang bernama Bunratri dan saat saya menjelajahi internet untuk mencari tahu mengenainya dan karyanya yang lain, saya kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut. Namun, melalui aplikasi iPusnas saya mendapatkan bukunya yang lain yang berjudul Dikejar-kejar Dosa.
Nenek Buta dan Gerilyawan menunjukkan bagaimana kekuatan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan keberanian dalam mengusir pasukan musuh. Dari buku ini juga memperlihatkan bagaimana gerilyawan dan warga setempat saling bahu-membahu, seperti para petani yang mengumpulkan beras dan para perempuan yang membantu dengan memasak. Buku ini dapat menjadi pilihan bagi kamu yang ingin mencari buku dengan unsur sejarah yang dapat diselesaikan dalam sekali duduk.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
5 Rekomendasi Buku Genre Romance Karya Penulis Lokal!
-
Delusi Sang Predator Dalam Buku That's Not My Name Karya Megan Lally
-
Mengenal Myasthenia Gravis Lewat Buku Orbit Tiga Mimpi
-
Review Buku How to Kill Men and Get Away With It, Menumpas Pelaku Kejahatan
-
Kumpulan Kisah Hangat dalam Buku My Beijing yang Bikin Kangen Kakek!
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Rahasia Sang Waktu, Investasikan Waktu untuk Kehidupan Bermakna
-
Ulasan Buku Bad Habits, Kebiasaan Buruk Gen Z yang sering Dinormalisasi
-
Ulasan Buku 'Hati-hati Yaaa,' Kumpulan Cerita yang Meningkatkan Kewaspadaan
-
Ulasan Novel Betting on You: Sebuah Taruhan yang Menjadi Hubungan Romantis
-
Ketika Warna Putih Menjadi Simbol Kehilangan: Review Buku 'The White Book'
Ulasan
-
Ulasan Buku Rahasia Sang Waktu, Investasikan Waktu untuk Kehidupan Bermakna
-
Ulasan Novel Aroma Karsa, Menjelajahi Isi Dunia Melalui Aroma
-
Ulasan Novel Sagaras: Petualangan Ali dalam Melawan Ksatria Sagaras
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
-
Review Anime Baki, Pertempuran Tak Berujung Demi Menjadi yang Terkuat
Terkini
-
Kalahkan China 3-1 dan Cetak Sejarah, Indonesia Juarai BAMTC 2025
-
Piala Asia U-20: Menerka Formula Indra Sjafri untuk Kejutkan Uzbekistan
-
Jelang Lawan Uzbekistan, Timnas Indonesia U-20 Dihantui Statistik Buruk Indra Sjafri
-
Demi Efisiensi Anggaran, Pendidikan Dikorbankan: Bijakkah Keputusan Ini?
-
3 Sunscreen dengan Antioksidan untuk Kulit Sehat, Bebas Kusam dan Kerutan!