Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Rie Kusuma
Cover novel Lari dari Pesantren (Dok. Ijak)

Kehidupan di pondok pesantren dengan jadwal padat dan aktivitas yang hanya di sekitar lingkungan pesantren, kadangkala menimbulkan kejenuhan bagi para santrinya.

Perasaan terkungkung, terpenjara, menjadi salah satu alasan bagi segelintir santri untuk kemudian melakukan kenakalan, seperti membolos atau mangkir dari peraturan tata tertib pondok lainnya.

Itu pula yang dilakukan Ilyas, tokoh utama dalam novel Lari dari Pesantren karya dari Andri Saptono. Novel ini diterbitkan pertama kalinya pada tahun 2015 oleh Penerbit Elex Media Komputindo.

Ilyas terkenal sebagai santri paling bengal di Pondok Pesantren Al-Ikhlas, bersaing dengan santri bengal lainnya, Ucil, dalam hal kenakalan. Segala bentuk pelanggaran sudah dilakukan Ilyas kecuali satu, kabur dari pondok.

Ucil lalu menantang Ilyas untuk melakukan hal tersebut. Jika Ilyas berani kabur ke kota tanpa ketahuan pengurus pesantren sampai esoknya kembali lagi, Ucil akan merelakan jatah lauk makan siangnya selama tiga bulan untuk Ilyas.

Meskipun tahu hukuman bagi pelanggaran terberat itu bisa dikeluarkan dari pesantren, Ilyas berani menjawab tantangan Ucil. Ia ikut serta mengajak Albar, santri bertubuh kecil sahabatnya.

Bagi Albar, ikut bersama Ilyas akan lebih aman baginya, jika dibandingkan tetap tinggal di pondok tapi berisiko diganggu Ucil dan komplotannya. Jadilah, mereka berdua mengatur rencana pelarian dari pondok pesantren.

Tanpa mereka ketahui, rimba kota dan segala yang berada di luar pondok pesantren tak semenyenangkan seperti bayangan mereka. Ilyas dan Albar harus merasakan pahit getirnya kehidupan di jalanan, jauh lebih lama dari rencana semula.

Menggunakan alur sorot balik atau flashback, pembaca akan digiring pada fakta yang menentukan nasib Ilyas dan Albar sekembalinya mereka ke pondok pesantren.

Memulai cerita dengan alur jenis ini tentu saja membawa tantangan tersendiri, karena pembaca sudah diberitahu tentang akhir ceritanya. Namun, benarkah itu akhir dari segala akhir?

Di sinilah dengan piawai penulis mengajak pembaca menikmati dahulu, petualangan Ilyas dan Albar dalam pelarian mereka. Mulai dari mencuri pisang, tidur di lantai dingin masjid, dirazia SatPol PP, dibuang ke hutan, bertemu Bu Warti seorang wanita malam, sampai melawan preman pasar.

Karakteristik para tokoh utama dan tokoh pendukung berkembang seiring berjalannya cerita. Ilyas yang selalu menyombongkan kenakalannya menjadi lebih kalem dan bijak. Albar yang penakut dan selalu berlindung pada Ilyas menjadi lebih berani.

Pesan moral sangat mendalam disampaikan penulis melalui novel ini, yaitu untuk memaafkan kekhilafan, berani mengakui kesalahan dan menerima segala konsekuensinya, serta kembali ke jalan Tuhan yang penuh pengampunan atas pertobatan manusia.

Lantas bagaimanakah akhir cerita sesungguhnya? Benarkah Ilyas dan Albar akan dikeluarkan dari Pondok Pesantren Al-Ikhlas? Kalian bisa mendapatkan jawabannya di novel Lari dari Pesantren.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rie Kusuma