Novel 'Narasi Perihal Ayah' menggambarkan perjalanan emosional seorang anak berusia 12 tahun bernama Ekal yang harus menghadapi kepergian kedua orang tuanya dalam waktu yang hampir bersamaan.
Ditulis dalam bentuk narasi reflektif, buku ini menyajikan perasaan mendalam Ekal ketika mencoba berdamai dengan kehilangan, sambil mengisi kekosongan hidupnya dengan kenangan akan ayahnya.
Jaquenza Eden berhasil mengangkat tema universal tentang kehilangan, duka, dan perjuangan untuk bertahan hidup.
Ini menjadikan 'Narasi Perihal Ayah' relevan bagi pembaca dari berbagai latar belakang, terutama mereka yang pernah mengalami kehilangan orang tersayang.
Buku ini disusun dengan bahasa yang sederhana, membuatnya mudah diakses oleh pembaca muda maupun dewasa. Gaya narasi yang personal dan reflektif menciptakan kedekatan emosional dengan Ekal, meski usianya tergolong belia.
Detail-detail kecil, seperti Ekal menulis di kursi bambu yang biasa ia duduki bersama ayahnya, berhasil membangun suasana yang intim. Pembaca diajak untuk merasakan nostalgia dan beratnya kehilangan melalui momen-momen sederhana namun berarti.
Salah satu kelemahan yang terasa mencolok adalah penggambaran karakter Ekal.
Sebagai anak berusia 12 tahun, pikirannya kadang terasa terlalu kekanak-kanakan, lebih mirip dengan anak usia 7–8 tahun. Hal ini mungkin membuat pembaca sulit sepenuhnya terhubung dengan karakter dan emosinya.
Fokus utama novel ini adalah proses refleksi Ekal, sehingga bagi pembaca yang mengharapkan dinamika cerita yang lebih variatif. Hal ini membuat novel 'Narasi Perihal Ayah' mungkin terasa sedikit datar.
Sebagian besar cerita berpusat pada kenangan dan pemikiran, tanpa banyak konflik eksternal yang memicu perkembangan karakter.
Selain itu, tokoh-tokoh selain Ekal, terutama almarhum ayahnya, hanya disampaikan melalui perspektif nostalgia Ekal. Hal ini membuat pembaca kesulitan untuk benar-benar memahami hubungan ayah-anak tersebut secara lebih utuh.
Secara keseluruhan, 'Narasi Perihal Ayah' adalah novel yang mampu menyentuh hati pembaca lewat penggambaran duka dan upaya bertahan hidup seorang anak.
Meski memiliki beberapa kelemahan, terutama dalam penggambaran usia karakter, buku ini tetap menawarkan pengalaman emosional yang kuat.
Cocok untuk pembaca yang menyukai cerita reflektif dengan tema kehilangan dan kehangatan keluarga. Jika kamu mencari bacaan ringan namun mengharukan, novel ini bisa menjadi pilihan meski tidak sepenuhnya sempurna.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Novel "Caroline', Kisah Gadis Kecil Temukan Pintu Misterius di Rumah Tua
-
Perjalanan Nobody Owens: Tumbuh di Antara Hantu dalam The Graveyard Book Karya Neil Gaiman
-
Mengenal Damar dan Dunia Khayalnya dalam Novel 'Dongeng untuk Raka'
-
Ulasan Novel Arkananta, Saat Kehangatan Keluarga Diuji oleh Rasa Kehilangan
-
Rahasia Terbesar 'Kunci Utama' Terungkap: Siapa Sebenarnya Ulysses Moore?
Artikel Terkait
-
Kreatif dan Mandiri: Panduan Praktis Bisnis Keluarga untuk Ibu Rumah Tangga
-
Tak Mudik, Inul Daratista Boyong Keluarga di Kampung Lebaran ke Jakarta
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Novel 1984 karya George Orwell: Kengerian Dunia Totalitarian
-
Review Novel 'Perjalanan Menuju Pulang': Pulang Tak Selalu Soal Rumah
Ulasan
-
Dibanding Season 1, Squid Game 2 Lebih Sadis atau Lebih Emosional?
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Film 'Setetes Embun Cinta Niyala', Dilema Cinta dan Perjodohan
-
Ketika Perjalanan ke Luar Negeri Berujung Interogasi dalam Film Upon Entry
-
Ulasan Novel 1984 karya George Orwell: Kengerian Dunia Totalitarian
Terkini
-
Gak Kalah Seru! Inilah 3 Rekomendasi Film Action Era 90-an yang Underrated
-
Rilis Eternal Sunshine Deluxe, Ariana Grande Disebut Sindir Mantan Suami
-
Bukayo Saka Siap Tampil Lawan Fulham, Mikel Arteta Rencanakan Misi Revans
-
Clair Obscur: RPG Turn-Based dengan Visual Mewah dan Penuh Strategi
-
Yumi's Cells Season 3 Resmi Diproduksi, Kim Go Eun Siap Kembali?