Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Maria Ingridelsya J Kolin
Atap berbentuk daun pisang di Galeri 1 Museum Affandi (DocPribadi/Maria Ingridelsya J. Kolin).

Museum Affandi merupakan salah satu museum dengan arsitektur yang memukau, memadukan seni dan filosofi kehidupan Affandi, sang maestro seni lukis Indonesia. Terletak di tepi Sungai Gajah Wong, museum ini bukan sekadar galeri seni, melainkan bangunan indah dengan gaya arsitektur yang khas.

Awalnya, Museum Affandi merupakan rumah pribadi yang dirancang sesuai visi hidupnya. Salah satu daya tarik utama museum ini adalah atapnya yang berbentuk daun pisang. Bagi Affandi, daun pisang memiliki makna mendalam. Pada awal abad ke-20, Affandi bersama empat saudari lainnya terserang penyakit cacar. Karena keterbatasan pengobatan saat itu, mereka hanya tidur beralaskan dan berselimutkan daun pisang untuk menghindari serangan lalat. Sayangnya, hanya Affandi yang berhasil selamat. Pengalaman ini membuatnya menganggap daun pisang sebagai simbol penyelamat hidupnya, yang kemudian menjadi pelindung museum dan sebagai salah satu elemen penting arsitektur museum. Selain daun pisang, atap dengan material bambu juga menjadi ciri khas Museum Affandi, yang dibangunnya dengan menjajarkan bambu-bambu tersebut agar tidak bocor ke dalam. 

Keharmonisan antara alam dan seni tetap dijaga oleh Affandi, keluarga, serta pengelola museum. Pada dasarnya, keluarga Affandi memang menyukai pepohonan dan bunga-bunga yang rindang. Hal ini perlu dilakukan agar tetap menjaga lingkungan yang rindang dan menciptakan suasana sejuk di tengah hiruk pikuk kota. 

Walaupun dibangun dengan konsep yang unik, Affandi tidak memiliki pengetahuan mengenai arsitektur bangunan. Konsep diserahkan dan dipercayai sepenuhnya pada mandor. “Affandi itu tuh nol tentang arsitektur pemahamannya. Dia sama sekali gak tau tentang arsitektur, kayak mulai ini harus gimana supaya bangunannya kokoh, kayak gini. Gimana ilmu-ilmunya tuh dia tuh sama sekali nol, dia gak tau sama sekali. Dia cuma punya konsep, terus sama dia dikasih ke mandor,” jawab Kanina Sistha, Edukator Museum Affandi, saat diwawancarai pada Selasa (3/12/2024).

Museum Affandi juga dijadikan sebagai bahan studi banding mahasiswa Arsitektur, mengingat desain arsitektur tidak sesuai dengan ilmu arsitektur yang seharusnya, namun tetap bertahan hingga kini. Hal ini tentu membuat para mahasiswa merasa takjub.

“Paling cuma tembok yang di Galeri 1 itu ada bagian yang pernah ambrol karena gempa. Tapi karena gempa ya, karena bencana alam. Tapi di luar itu, bangunannya masih bertahan sampai sekarang,” tambah Kanina Sistha pada Selasa (3/12/2024). 

Sejak selesai dibangun pada tahun 1962, konsep desain dan elemen arsitektur aslinya dipertahankan hingga kini. Lukisan, barang-barang Affandi, hingga elemen arsitektur terus dirawat secara berkala menggunakan perawatan khusus. Misalnya, pada mobil Affandi dipajang di Galeri 1 supaya terhindar dari sinar matahari langsung yang bisa menyebabkan keropos pada mobil. 

Museum Affandi tidak hanya sebagai tempat kenangan karya lukis Affandi, tetapi juga mencerminkan gaya dan filosofi hidup sang maestro. Meskipun tidak mengikuti aturan arsitektur yang seharusnya, desain yang tetap kokoh menjadi inspirasi bagi para seniman dan mahasiswa.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Maria Ingridelsya J Kolin

Baca Juga