Refleksi diri adalah salah satu tema yang paling sering ditemukan pada buku-buku puisi. Mengabadikan pengalaman dalam hidup sebagai bentuk pesan refleksi dalam sajak-sajak adalah salah satu cara untuk membuat hidup menjadi lebih bermakna.
Hal itulah yang saya temui dalam buku puisi berjudul Jalan Malam karya Abdul Wachid B.S. Kumpulan sajak yang diterbitkan oleh penerbit Basa-Basi pada tahun 2021 ini berisi sajak-sajak yang menggambarkan tentang refleksi tentang kehidupan, aspek sosial, hingga spiritualitas.
Hal paling khas dari puisi-puisi Abdul Wachid ini adalah caranya mengemas cerita-cerita yang bersifat personal, tapi bisa menyentuh pembaca. Membaca buku puisi ini ibarat menyimak potongan perjalanan hidup dari penulis beserta segala hal-hal berkesan yang ia temui dalam hidupnya.
Baik itu momen ketika bertemu dengan seseorang yang ia cintai, menikah, mengenang ibu, hingga hal-hal spiritual yang ia yakini sebagai seorang yang beragama. Keunikan lain juga bisa didapati pada unsur-unsur budaya yang ia sisipkan dalam beberapa puisinya.
Dalam hal ini, pembaca yang tidak familier dengan simbolisme agama dan budaya yang diangkat oleh penulis barangkali akan butuh waktu sejenak untuk menafsirkan apa makna dari puisi yang ditulis.
Tapi tidak semua puisi menggunakan simbol-simbol yang rumit. Ada beberapa judul yang mengangkat hal-hal yang sangat lebat dengan kehidupan. Seperti tentang memakai cinta, dan kehadiran orang-orang yang disayangi.
Salah satu puisi yang cukup menyentuh adalah puisi berjudul Jalan Malam, yang juga menjadi judul yang sama dengan buku ini. Puisi ini bercerita tentang kerinduan kepada sosok ibu, yang dituangkan dalam sajak-sajak yang mengharukan.
"tetapi stasiun kereta api telah tak ada
suara sesak nafasmu juga telah tak ada
di Jogja, apakah aku pergi atau pulang darimu?
aku ingin jalan lagi menyusui malam sendirian
sambil meneleponmu, ibu
aku sangat rindu kepadamu"
(hal. 120)
Sebenarnya puisi di atas terbilang biasa-biasa saja dari segi diksi maupun gaya bahasa yang digunakan. Namun hal yang membuat puisi ini terasa berkesan adalah ungkapan ketulusan yang terasa di setiap bait yang saya baca.
Puisi di atas adalah salah satu puisi yang mampu membuat mata saya berkaca-kaca dan mengenang hal yang sama tentang sosok ibu. Melalui puisi tersebut, penulis bisa mewakili perasaan yang sulit saya ungkapkan.
Secara umum, buku puisi ini memang cukup menarik dari segi spiritual, agama, budaya, dan pemaknaan tentang kehidupan. Bagi pembaca yang menyukai buku-buku puisi, Jalan Malam adalah salah satu rekomendasi buku puisi yang layak untuk disimak!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Berpikir Non-Linier, Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Otak
-
Ulasan Buku The Little Furball, Kisah Manis tentang Menghadapi Perpisahan
-
Ulasan Buku I'm (not) Perfect, Menyorot Ragam Stigma tentang Perempuan
-
Ulasan Buku Dolpha: Empat Anak Sahabat Laut, Petualangan Seru Anak Pesisir
-
Ulasan Buku 365 Ideas of Happiness, Ide Kreatif untuk Memantik Kebahagiaan
Artikel Terkait
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Melahirkan Generasi Muda Nasionalis dalam Buku Indonesia Adalah Aku
-
Di Antara Luka dan Pulih: Lika-Liku Luka, Sebuah Perjalanan Menjadi Manusia
-
Ulasan Novel Love, Mom: Surat Berisi Teka Teki Meninggalnya Sang Ibu
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'
Ulasan
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Review Film Muslihat: Ada Setan di Panti Asuhan
-
The Help: Potret Kefanatikan Ras dan Kelas Sosial di Era Tahun 1960-an
-
The King of Kings Siap Tayang di Bioskop Indonesia Mulai 18 April
-
Review Film In the Lost Lands: Perjalanan Gelap Sang Penyihir dan Pemburu
Terkini
-
Super Junior L.S.S. 'Pon Pon' Penuh Percaya Diri dan Bebas Lakukan Apa Pun
-
Tapaki Partai Puncak, Romantisme Pendukung Uzbekistan dan Indonesia Terus Berlanjut
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
-
5 Rekomendasi Film Baru Sambut Akhir Pekan, Ada Pengepungan di Bukit Duri
-
Perantara Melalui Sang Dewantara: Akar Pendidikan dan Politik Bernama Adab