Film perang biasanya identik dengan aksi epik, dentuman senjata, dan semangat heroik yang mendominasi layar. Namun, bagaimana jika ada film perang memilih jalur berbeda—lebih tenang, lebih misterius, dan lebih gelap?
Harbin yang tayang sejak 1 Januari 2025 disutradarai Woo Min-ho, merupakan film Korea terbaru yang menghadirkan pendekatan nggak terduga dengan menyematkan elemen noir dalam kisah sejarah perjuangan sosok pahlawan. Hasilnya? Lanjut baca sampai tuntas ya.
Sinopsis Film Harbin
Harbin bercerita tentang Ahn Jung-geun (Hyun Bin), pejuang kemerdekaan Korea di tahun 1909. Setelah perjalanan panjang di musim dingin, Jung-geun kembali ke markas perjuangan. Namun, bukannya disambut hangat, teman-temannya malah curiga. Mereka menganggap dia mungkin sudah berkhianat karena terlalu lama pergi.
Semua ini bermula dari keputusan Jung-geun yang nggak mengeksekusi seorang komandan Jepang, Tatsuo Mori (Park Hoon), setelah berhasil mengalahkan pasukannya. Sayangnya, Mori justru membalas dengan melacak dan menyerang kelompok Jung-geun, membuat banyak rekan seperjuangannya tewas. Merasa bersalah, Jung-geun pun bertekad menebus semuanya dengan sebuah misi besar: membunuh Ito Hirobumi, pejabat penting Jepang yang jadi simbol penjajahan Korea.
Namun, misi itu mudah. Selain harus menyusun strategi mengalahkan pengamanan ketat Jepang, Jung-geun dan timnya juga terus dikejar Tatsuo Mori. Setelah berbagai rintangan, mereka akhirnya sampai di Stasiun Harbin, Tiongkok—tempat di mana perjuangan mereka mencapai puncaknya.
Membedah Pendekatan Noir di Film Perang
Sebagai film perang, Harbin nggak seperti kebanyakan. Film ini tampak menolak glorifikasi konflik atau perang sebagai sesuatu yang heroik. Sebaliknya, film ini memilih gaya noir. Apa itu gaya noir, dan bagaimana Harbin berhasil memadukannya? Mari kita bedah lebih dalam.
1. Sinematografi yang Gelap dan Misterius
Ciri khas film noir adalah sinematografi yang bermain-main dengan cahaya dan bayangan, terkadang sampai menciptakan siluet misterius. Dalam Film Harbin, nuansa ini terlihat dalam adegan-adegan malam di mana tokoh-tokoh utama merencanakan misi mereka. Nggak ada cahaya terang memancar; hanya ada redup lampu minyak dan bayangan menyelimuti wajah mereka. Bahkan di adegan perang, palet warna gelap mendominasi, sehingga menekankan kekacauan perang ketimbang kesan epik selayaknya scene peperangan.
2. Musik dengan Nuansa Horor
Noir selalu mengandalkan musik untuk menciptakan atmosfernya. Menariknya, Film Harbin menggunakan musik ‘yang sebenarnya lebih cocok untuk film horor ketimbang film perang’. Dalam adegan perang pertama—dan satu-satunya momen perang—orkestra dengan nada tinggi. Alih-alih musik yang megah dan heroik, komposisi ini membuat perang terasa mengerikan.
3. Karakter yang Kompleks dan Penuh Dilema
Tokoh utama noir biasanya penuh dilema moral, dan ini tercermin dalam karakter An Jung-geun. Sebagai sosok pejuang, dia awalnya ragu untuk membunuh. Namun setelah blunder besar yang membuat rekan-rekannya tewas, dia mulai memahami, bahwa terkadang kekerasan adalah satu-satunya jalan. Karakterisasi ini mengingatkan pada anti-hero di film-film noir klasik, di mana tokoh utama nggak selalu sempurna, tapi tetap memegang prinsip.
4. Narasi Selow yang Sarat Ketegangan
Jika film perang biasanya penuh aksi yang cepat, Harbin pendekatannya berbeda. Alurnya selow, banyak momen-momen hening ngasih waktu buat penonton untuk merenungi konflik batin sang tokoh utama. Ketegangan dibangun bukan melalui ledakan atau tembakan, tapi dari interaksi antar karakter, momen pengkhianatan, dan perencanaan misi yang penuh resiko.
Baiklah, dengan menyematkan elemen noir ke dalam genre perang, Film Harbin berhasil menciptakan sesuatu yang segar. Terlepas filmnya cenderung bikin ngantuk di beberapa bagian, tapi masih sangat layak kamu tonton.
Skor: 3/5
Baca Juga
-
Perjuangan Perempuan Kulit Hitam di Medan Perang dalam The Six Triple Eight
-
Sejarah Edukasi Seksual dalam Film Gowok-Javanese Kamasutra
-
Menyelami Emosi dan Etika Penggunaan AI dalam Film Mothernet
-
Nostalgia Multisemesta dan Aksi Brutal dalam Film Deadpool and Wolverine
-
Franchise Fatigue, Ketika Waralaba Hilang Arah dalam Film Despicable Me 4
Artikel Terkait
-
Min Sung Wook Jadi Lawan Main An Woo Yeon di Film Korea Bertajuk Crypto Man
-
Tidur dengan 101 Pria, Perempuan Ini Ungkap Hal yang Mengejutkan
-
Menyelami Emosi dan Etika Penggunaan AI dalam Film Mothernet
-
3 Film Kolaborasi Jesse Eisenberg dan Kristen Stewart, Penuh Chemistry!
-
Ulasan Film Horor 'Temurun', Ketika Sekte Sesat Jadi Warisan Keluarga
Ulasan
-
Perjuangan Perempuan Kulit Hitam di Medan Perang dalam The Six Triple Eight
-
Ulasan Buku Aku Belum Siap Dewasa, Cara Menyikapi Masa Depan dengan Tenang
-
Taman Buah Mekarsari, Tempat Wisata untuk Liburan Bersama Keluarga di Bogor
-
Tsuka Ramen: Rasa Autentik Ramen Khas Jepang dengan Harga Ramah di Kantong
-
Ulasan Buku Lentera Buku, Menghidupkan Kembali Semangat Baca di Era Digital
Terkini
-
Sandwich Generation, Financial Freedom dan Ketidakpastian Dana Darurat
-
Networking ala Anak Muda: Cara Memanfaatkan Relasi untuk Karier
-
Baru Tayang! 3 Alasan Kamu Wajib Menonton Drama Korea The Queen Who Crowns
-
5 Rekomendasi Film dan Series Mahalini, Ada yang Bersama Rizky Febian!
-
4 Produk Skincare NPURE yang Mengandung Licorice, Ampuh Mencerahkan Wajah