Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Tedi Ruhiat
Aku yang Sudah Lama Hilang (gramedia)

Pernah merasa hilang, meski tubuhmu kentara terlihat pada depan cermin? Kalau iya, "Aku yang Sudah Lama Hilang" karya Nago Tejena bakal nyentil engkau  habis-habisan. Buku ini bukan cuma mengenai seorang yang mencari dirinya yang hilang, tapi juga mengenai kita seluruh yang tak jarang terjebak pada rutinitas, ekspektasi, dan baku global yang makin absurd.

Secara teori, Nago Tejena mengemas narasi buku ini menggunakan gaya personal, nyaris misalnya membaca diari yang disusun rapi. Protagonisnya, yang tanpa nama, digambarkan menjadi personifikasi menurut kebingungan generasi belia masa kini—terjebak pada antara asa orang tua, tekanan media sosial, dan harapan buat menjadi "sesuatu" yang bahkan tidak sepenuhnya mereka pahami. Pilihan Nago memakai sudut pandang orang pertama menciptakan pembaca hanyut pada pikiran si tokoh primer, menghadirkan pengalaman yang sangat reflektif dan dekat.

Secara filosofis, buku ini bermain menggunakan konsep eksistensialisme. Ada perasaan absurditas ala Albert Camus yang menyusup pada tiap halaman, misalnya bagaimana tokoh primer mempertanyakan makna dirinya pada global yang penuh kebisingan namun kosong secara makna.

Nago juga memasukkan kritik sosial yang tajam, tapi tidak menggurui. Misalnya, beliau menyinggung soal budaya hustle yang bikin orang lupa buat berhenti sejenak dan benar-benar bertanya, "Kenapa sih gue ngelakuin seluruh ini?"

Relevansinya dengan Kondisi Saat Ini

Relevansi  buku  dengan kondisi zaman saat ini. Jelas besar. Generasi kini  hidup pada zaman yang serba cepat dan penuh tekanan. Media sosial menggiring kita buat menampilkan versi terbaik diri sendiri, bahkan bila itu berarti memalsukan kebahagiaan."Aku yang Sudah Lama Hilang" mengingatkan pembacanya bahwa bepergian menemukan diri nir pernah instan, dan kadang-kadang, kehilangan diri sendiri merupakan langkah pertama untuk tahu siapa kita sebenarnya.

Untuk remaja yang tak jarang merasa terasing pada keramaian atau gundah menggunakan arah hidup, buku   ini mampu jadi teman yang dapat memberi pelukan hangat. Lewat tulisannya, Nago Tejena mengajak pembaca buat berdamai menggunakan ketidakpastian. Sebuah bacaan harus  untuk mereka yang bosan menggunakan cerita-cerita remaja yang hanya berputar dalam cinta klise tanpa kedalaman.

Penutup

Jadi, bila engkau  lagi cari buku yang mampu bikin engkau  mikir ulang mengenai hidup, tapi relatable dan tidak terlalu berat, "Aku yang Sudah Lama Hilang" merupakan pilihan yang pas. Siapkan diri buat merenung, tertawa getir, dan mungkin menemukan pulang bagian menurut dirimu yang telah usang   terlupakan.

Tedi Ruhiat