Pernah merasa hilang, meski tubuhmu kentara terlihat pada depan cermin? Kalau iya, "Aku yang Sudah Lama Hilang" karya Nago Tejena bakal nyentil engkau habis-habisan. Buku ini bukan cuma mengenai seorang yang mencari dirinya yang hilang, tapi juga mengenai kita seluruh yang tak jarang terjebak pada rutinitas, ekspektasi, dan baku global yang makin absurd.
Secara teori, Nago Tejena mengemas narasi buku ini menggunakan gaya personal, nyaris misalnya membaca diari yang disusun rapi. Protagonisnya, yang tanpa nama, digambarkan menjadi personifikasi menurut kebingungan generasi belia masa kini—terjebak pada antara asa orang tua, tekanan media sosial, dan harapan buat menjadi "sesuatu" yang bahkan tidak sepenuhnya mereka pahami. Pilihan Nago memakai sudut pandang orang pertama menciptakan pembaca hanyut pada pikiran si tokoh primer, menghadirkan pengalaman yang sangat reflektif dan dekat.
Secara filosofis, buku ini bermain menggunakan konsep eksistensialisme. Ada perasaan absurditas ala Albert Camus yang menyusup pada tiap halaman, misalnya bagaimana tokoh primer mempertanyakan makna dirinya pada global yang penuh kebisingan namun kosong secara makna.
Nago juga memasukkan kritik sosial yang tajam, tapi tidak menggurui. Misalnya, beliau menyinggung soal budaya hustle yang bikin orang lupa buat berhenti sejenak dan benar-benar bertanya, "Kenapa sih gue ngelakuin seluruh ini?"
Relevansinya dengan Kondisi Saat Ini
Relevansi buku dengan kondisi zaman saat ini. Jelas besar. Generasi kini hidup pada zaman yang serba cepat dan penuh tekanan. Media sosial menggiring kita buat menampilkan versi terbaik diri sendiri, bahkan bila itu berarti memalsukan kebahagiaan."Aku yang Sudah Lama Hilang" mengingatkan pembacanya bahwa bepergian menemukan diri nir pernah instan, dan kadang-kadang, kehilangan diri sendiri merupakan langkah pertama untuk tahu siapa kita sebenarnya.
Untuk remaja yang tak jarang merasa terasing pada keramaian atau gundah menggunakan arah hidup, buku ini mampu jadi teman yang dapat memberi pelukan hangat. Lewat tulisannya, Nago Tejena mengajak pembaca buat berdamai menggunakan ketidakpastian. Sebuah bacaan harus untuk mereka yang bosan menggunakan cerita-cerita remaja yang hanya berputar dalam cinta klise tanpa kedalaman.
Penutup
Jadi, bila engkau lagi cari buku yang mampu bikin engkau mikir ulang mengenai hidup, tapi relatable dan tidak terlalu berat, "Aku yang Sudah Lama Hilang" merupakan pilihan yang pas. Siapkan diri buat merenung, tertawa getir, dan mungkin menemukan pulang bagian menurut dirimu yang telah usang terlupakan.
Artikel Terkait
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Melahirkan Generasi Muda Nasionalis dalam Buku Indonesia Adalah Aku
-
Di Antara Luka dan Pulih: Lika-Liku Luka, Sebuah Perjalanan Menjadi Manusia
-
Ulasan Novel Love, Mom: Surat Berisi Teka Teki Meninggalnya Sang Ibu
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'
Ulasan
-
Ulasan A Wind in the Door: Perjalanan Mikroskopis Memasuki Sel-Sel Tubuh
-
Review Film Muslihat: Ada Setan di Panti Asuhan
-
The Help: Potret Kefanatikan Ras dan Kelas Sosial di Era Tahun 1960-an
-
The King of Kings Siap Tayang di Bioskop Indonesia Mulai 18 April
-
Review Film In the Lost Lands: Perjalanan Gelap Sang Penyihir dan Pemburu
Terkini
-
4 Look Girly Simpel ala Punpun Sutatta, Cocok Buat Hangout Bareng Bestie
-
5 Rekomendasi Tontonan tentang Yesus, Sambut Libur Panjang Paskah 2025
-
BRI Liga: Borneo FC Harus Puas Berbagi Poin, PSM Makassar Nyaris Gigit Jari
-
Super Junior L.S.S. 'Pon Pon' Penuh Percaya Diri dan Bebas Lakukan Apa Pun
-
Tapaki Partai Puncak, Romantisme Pendukung Uzbekistan dan Indonesia Terus Berlanjut