Siapa yang nggak kenal Coto dan Konro? Dua ikon kuliner khas Makassar ini selalu jadi perdebatan seru: Mana yang lebih lezat? Nah, Sutradara Irham Acho Bahtiar menangkap hal menarik itu dan mengemasnya jadi film drama komedi yang sudah tayang di bioskop sejak 6 Februari 2025.
Film ini nggak cuma ngajak kamu menikmati aroma persaingan Coto dan Konro, tapi juga menyajikan kisah bisnis, keluarga, dan cinta dalam balutan humor khas Sulawesi lho. Dengan deretan bintang-bintangnya: Luthfi Sato, Awaluddin Tahir (alm.), Zakaribo, Musdalifah, Ichal Kate, Anjas Chambank, Adit Triyuda, Nielam Amir, Pieter Ell, dan Aty Kodong. Film ini rupanya lumayan cakap menghadirkan nuansa dari latar kuliner yang autentik khas Makassar.
Penasaran detail-detail lain dari filmnya? Kamu wajib banget baca sampai tuntas!
Bisnis Keluarga vs Ambisi Besar
Dalam Coto Vs Konro, kita akan bertemu dengan Haji Matto (Luthfi Sato) pemilik warung Coto Haji Matto yang mempertahankan resep turun-temurun milik keluarganya. Coto-nya terkenal lezat dan nggak tertandingi. Namun, datanglah Daeng Sangkala (Awaluddin Tahir), sosok ambisius yang ingin membeli dan mengembangkan warung ini jadi bisnis waralaba besar.
Haji Matto menolak, dan sebagai balasan, Daeng Sangkala membuka usaha Konro sebagai pesaing langsung. Dari sini, persaingan sengit dimulai. Ini bukan sekadar adu resep, tapi juga pertarungan prinsip!
Haji Matto mewakili usaha keluarga yang tetap ingin menjaga tradisi, sementara Daeng Sangkala melambangkan pebisnis modern yang melihat peluang lebih besar.
Dilema dan konflik semacam itu sebenarnya relevan dengan banyak bisnis kuliner di Indonesia. Banyak usaha keluarga yang berjuang untuk tetap bertahan di tengah gempuran restoran modern dan waralaba besar. Apakah menjaga tradisi lebih penting daripada ekspansi? Atau sebaliknya, berkembang adalah cara terbaik untuk bertahan? Kamu harus tonton sendiri kalau mau tahu akhir cerita dari film ini.
Cinta di Tengah Perang Kuliner
Seakan-akan persaingan bisnis nggak cukup memanaskan suasana, ada elemen kejutan lain: Anak-anak mereka justru saling jatuh cinta. Ini seperti Romeo dan Juliet versi kuliner, dengan bumbu khas Makassar.
Hubungan mereka pasti nggak mudah. Bayangkan saja, di satu sisi orangtua mereka saling bersaing memenangkan hati pelanggan, di sisi lain mereka berusaha mempertahankan cinta. Akankah cinta mereka bisa menyatukan dua keluarga yang berseteru? Atau justru ikut terhimpit dalam persaingan bisnis? Lagi-lagi kamu harus nonton sendiri ya.
Konsep kisah cinta di tengah konflik keluarga bukanlah hal baru dalam dunia film, tapi ketika dipadukan dengan elemen budaya dan komedi khas daerah, justru jadi formula yang segar. Ditambah dengan gaya penyutradaraan Irham Acho Bahtiar, yang piawai mengangkat komedi bernuansa lokal macam ini, yang membuatnya jadi hiburan ringan tapi tetap punya makna mendalam.
Coto Vs Konro ngasih pengalaman nonton yang seru deh. Film ini nggak hanya mengundang tawa, tapi juga bikin kamu ingin berburu seporsi Coto atau Konro setelah keluar dari bioskop. Ups.
Selamat nonton ya!
Baca Juga
-
Review Film Fear Street - Prom Queen: Pembantaian Malam Pesta yang Melempem
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Review Film Cassiopeia: Saat Ingatan Lenyap, Cinta yang Menuntun Pulang
-
Review Film The Paradise of Thorns: Kisahkan Surga Berduri dan Luka Keluarga
-
Review Series The Better Sister: Rahasia yang Lebih Ngeri dari Pembunuhan
Artikel Terkait
-
Ngaku Awalnya Nggak Nonton Drakor Bad Guys, Oka Antara Dibandingkan dengan Abidzar
-
Sidang Usai, Yoo Ah In Comeback Lewat Film 'The Match' dengan Lee Byung Hun
-
Isu Poligami dalam Film Pintu-Pintu Surga: Solusi, Cinta, atau Ujian?
-
Daftar Film Indonesia yang Remake Luar Negeri, Nggak Kalah Seru!
-
Sinopsis Yukite Kaheranu, Film Romantis Jepang yang Dibintangi Suzu Hirose
Ulasan
-
Review Film Fear Street - Prom Queen: Pembantaian Malam Pesta yang Melempem
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Ulasan Buku One in a Millennial: Refleksi Kehidupan dalam Budaya Pop
-
Ketika Tubuh Menjadi Doa: Refleksi dalam In The Hands of A Mischievous God
-
Bukan Sekadar Lagu Ulang Tahun, Ini Pesan Berani di Lagu SEVENTEEN Bertajuk HBD
Terkini
-
Komunitas Perlitas Membingkai Semangat dan Kreativitas Penghuni Panti Laras
-
Timnas China Kehilangan 2 Pemain Pilar di Laga Lawan Indonesia, Sepenting Apakah Mereka?
-
Usung Konsep Sporty, USPEER Resmi Debut Lewat Single Bertajuk 'Zoom'
-
5 Sistem Kekuatan Terbaik Sepanjang Sejarah Anime, Ada Favoritmu?
-
Maudy Ayunda 'Bulan, Bawa Aku Pulang': Persembahan untuk Ketenangan Batin