Saat pertama kali mendengar tentang ‘The Artist’, yakin deh pasti ada yang sempat ragu buat nonton film yang tanpa suara percakapan ini.
Apakah film tanpa suara percakapan ini hanya sekadar eksperimen artistik di era modern atau benar-benar mampu menghadirkan pengalaman yang luar biasa? Terlepas keragu-raguan yang tumbuh dalam benak penonton, toh film ini mahakarya yang membawa kita kembali ke masa keemasan Hollywood dengan cara yang begitu memikat. Serius deh!
Disutradarai Michel Hazanavicius, Film The Artist ibaratnya tuh sebuah surat cinta untuk dunia sinema, khususnya era transisi dari film bisu ke film bersuara di akhir 1920-an. Ini berarti nggak cuma tontonan nostalgia, tapi juga kisah emosional tentang bintang yang harus menghadapi kenyataan pahit terkait dunia telah berubah.
Sobat Yoursay penasaran dengan impresi terkait Film The Artists? Lanjut baca ya!
Menyelami Lebih Dalam Film The Artists
Saat menonton film ini, aku langsung tenggelam dalam kehidupan George Valentin (Jean Dujardin), aktor besar di era film bisu. Karismanya di layar begitu kuat, membuatnya disukai banyak orang. Namun, ketika film bersuara mulai mengambil alih industri, George perlahan tersingkir.
Sementara itu, aku juga menyaksikan perjalanan Peppy Miller (Berenice Bejo), si penari muda yang justru naik daun di era baru itu. Peppy bukan hanya simbol perubahan, tapi juga gambaran harapan dan semangat baru di industri film.
Di sepanjang film, aku bisa merasakan bagaimana George berjuang menghadapi kenyataan. Dia mencoba bertahan dengan caranya sendiri, tapi dunia terus bergerak tanpa menunggunya. Rasa frustrasi dan keputusasaannya begitu nyata, hingga aku sendiri ikut merasakan kesedihan yang dia alami.
Namun, di tengah semua keterpurukan, ada satu hal yang tetap bertahan, yakni perihal hubungannya dengan Peppy. Di balik gemerlap Hollywood yang kejam, film ini menunjukkan masih ada ruang kepedulian, kasih sayang, dan harapan.
Serius deh, Sobat Yoursay. Sejak awal, aku menyadari ‘The Artist’ bukan film biasa. Tanpa dialog yang terdengar, film ini memaksaku untuk lebih fokus pada ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan yang paling penting ialah musiknya.
Ya, meskipun nggak ada kata-kata yang diucapkan, aku bisa merasakan setiap emosi yang dialami para karakter. Dari kegembiraan George di awal film, hingga kejatuhannya yang menyakitkan, semuanya terasa begitu nyata.
Kalau dipikir-pikir, betapa beraninya Sutradara Michel Hazanavicius mengambil langkah ini. Di era di mana film berlomba-lomba menggunakan teknologi canggih dan efek visual yang spektakuler, dia justru kembali ke dasar-dasar sinema.
Film ini nggak sekadar meniru gaya klasik, tapi benar-benar menghidupkan kembali era film bisu dengan cara yang kece banget. Setiap adegan terasa seperti berasal dari tahun 1920-an, mulai dari pencahayaan, desain produksi, hingga teknik pengambilan gambarnya.
Aku juga nggak bisa nggak mengapresiasi bagaimana film ini bisa tetap menarik meskipun tanpa dialog. Ini membuktikan pada kita kalau sinema tuh nggak cuma soal kata-kata, tapi juga soal bagaimana sebuah cerita bisa disampaikan melalui gambar dan emosi.
Dan sejujurnya, aku nggak bisa membayangkan film ini tanpa Jean Dujardin sebagai George Valentin. Aktingnya luar biasa, benar-benar membawa kita kembali ke era bintang film bisu dengan setiap ekspresi dan gesturnya. Nggak heran jika dirinya memenangkan Best Actor di Oscar 2012, menjadikannya aktor Prancis pertama yang meraih penghargaan ini.
Begitulah, Sobat Yoursay. Nonton Film The Artist adalah pengalaman yang berbeda dari film-film lain yang pernah aku tonton. Ini adalah film yang mengingatkan kita akan kekuatan sinema dalam bentuknya yang paling murni.
Skor: 4,5/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Review Film Short Term 12: Luka Enggak Terlihat, dan Harapan yang Tumbuh
-
Review Film Sorry I Killed You: Semua Karakter Sama-Sama Bodohnya!
-
Review Series Squid Game 3: Pengorbanan di Dunia yang Nggak Pernah Adil
-
Review Series Ironheart: Armor Ketemu Sihir, Marvel Makin Nggak Ada Ampun?
-
Laut, Luka, Cinta, dan Iman dalam Catatan Film Silent Roar
Artikel Terkait
-
8 Anggota Avengers Absen di Film Avengers: Doomsday, Ada yang Mengejutkan!
-
Film Mungkin Kita Perlu Waktu: Kisah tentang Kehilangan dan Trauma Mendalam
-
Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah: Film Keluarga yang Bikin Penasaran
-
Green Book: Film Ini Mengubah Cara Pandang Kita tentang Ras dan Persahabatan
-
Ulasan Film Mufasa: The Lion King Nostalgia, Emosi, dan Visual yang Memukau
Ulasan
-
Review Film Han Gong Ju, Saat Luka Lama Mencari Tempat untuk Sembuh
-
Ulasan Novel Demon Rumm: Karya Sandra Brown yang Kurang Menggigit
-
Merajut Doa dan Ikhtiar Lewat Ulasan Buku The Power of Jalur Langit
-
Conan Gray Ungkap Luka Patah Hati Lewat Lagu Synth Pop Bertajuk Maniac
-
Review Film Short Term 12: Luka Enggak Terlihat, dan Harapan yang Tumbuh
Terkini
-
Xiaomi Mix Flip 2, HP Lipat Pakai Engsel Dragon Bone yang Sangat Fleksibel hingga 200.000 Kali Lipat
-
Xiaomi Pad 7S Pro Resmi Meluncur, Usung Chip Baru Xring 01 dan Fast Charging 120 Watt
-
Gemakan #SuaraParaJuara Versimu! Ikuti Kompetisi Menulis AXIS Nation Cup 2025, Menangkan Hadiahnya!
-
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Amikom Promosikan Mahika Villas Sleman
-
Webtoon ke Anime: Mercenary Enrollment Resmi Dapatkan Adaptasi