Novel "Cantik Itu Luka" merupakan karya Eka Kurniawan, seorang penulis Indonesia yang dikenal dengan gaya penulisan magis-realisme yang kuat. Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, novel ini mengangkat kisah seorang perempuan beserta keturunannya. Melalui novel ini, Eka Kurniawan berusaha menyampaikan mengenai realitas sejarah kelam Indonesia, serta bagaimana perempuan sering kali menjadi korban dalam pusaran kekuasaan dan kekerasan.
Novel ini menyoroti perjalanan hidup Dewi Ayu, seorang perempuan keturunan Belanda-Indonesia yang terpaksa menjadi pekerja seks di masa kolonial. Ia melahirkan empat anak perempuan, masing-masing dengan takdir tragis mereka sendiri.
Cerita berkembang dengan latar sejarah Indonesia, mulai dari masa kolonial, pendudukan Jepang, hingga era pasca-kemerdekaan. Dalam novel ini, pembaca disuguhkan kisah penuh ironi, cinta, dendam, dan kekerasan yang dibalut dengan humor gelap serta unsur magis-realisme.
Alur dalam "Cantik Itu Luka" tidak berjalan secara linier, melainkan menggunakan teknik maju-mundur yang memperkaya narasinya. Kisah Dewi Ayu dan keturunannya dijalin dengan berbagai peristiwa sejarah yang berpengaruh dalam kehidupan mereka.
Melalui berbagai tragedi dan kisah cinta yang penuh lika-liku, pembaca dibawa menyusuri perjalanan panjang karakter-karakternya hingga akhirnya menemukan makna dari kecantikan dan penderitaan.
Dewi Ayu sendiri adalah tokoh utama dalam novel ini. Ia adalah seorang perempuan yang cerdas, kuat, dan sarkastik, meskipun hidupnya dipenuhi penderitaan. Sebagai pekerja seks yang dipaksa oleh keadaan, ia tetap berusaha mempertahankan martabatnya dan memberikan kehidupan bagi anak-anaknya. Meski sering menghadapi kekerasan dan ketidakadilan, Dewi Ayu tidak mudah menyerah dan selalu melawan dengan caranya sendiri.
Anak-anak Dewi Ayu, yaitu Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan Si Cantik, memiliki perjalanan hidup masing-masing yang penuh penderitaan dan pergulatan sosial. Alamanda dipaksa menikah dengan seorang lelaki yang ia benci, Adinda mengalami berbagai cobaan dalam hidupnya, sementara Maya Dewi dan Si Cantik harus menghadapi stigma serta nasib tragis mereka sendiri.
Selain mereka, ada juga berbagai tokoh laki-laki yang berperan penting dalam novel ini, seperti Kliwon, seorang aktivis komunis yang idealis, serta Shodancho, tokoh militer yang penuh ambisi. Hubungan antara karakter-karakter ini membentuk jalinan cerita yang kompleks dan saling terhubung.
Aspek yang menonjol dari novel ini adalah gaya penulisan Eka Kurniawan yang memadukan magis-realisme dengan sejarah dan kritik sosial. Unsur-unsur supranatural, seperti Dewi Ayu bangkit dari kubur, berpadu dengan kenyataan pahit yang dialami tokoh-tokohnya. Selain itu, novel ini juga berhasil menggambarkan kekerasan, ketidakadilan, dan patriarki yang mendominasi masyarakat Indonesia.
Selain dari sisi tematik, penggunaan bahasa dalam novel ini juga menjadi daya tarik tersendiri. Eka Kurniawan menulis dengan gaya yang kaya akan ironi dan satir, menggabungkan unsur humor gelap dan kritik sosial yang tajam. Ia juga membangun teknik narasi yang unik, serta menyajikan peristiwa yang tampak absurd namun memiliki makna mendalam.
Eka Kurniawan berhasil mengemas cerita dengan gaya bahasa yang khas, penuh ironi, humor, serta deskripsi tajam dan mendalam. Ia tidak hanya menciptakan alur cerita, tetapi juga menyelipkan kritik terhadap sejarah dan realitas sosial Indonesia.
Banyak pembaca yang mengagumi cara Eka Kurniawan dalam mengangkat kisah tragis dengan balutan humor dan unsur magis-realisme. Novel ini dianggap sebagai salah satu karya sastra Indonesia terbaik yang mampu menghadirkan refleksi mendalam tentang sejarah dan peran perempuan dalam masyarakat. Melalui novel ini, kita bisa memahami sisi kelam sejarah Indonesia serta perjuangan perempuan dalam menghadapi dunia yang tidak adil.
Identitas Buku
Judul : Cantik Itu Luka
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : 12 Desember 2002
Tebal : 516
Baca Juga
-
Self-care di Era Kapitalisme: Healing atau Konsumerisme Terselubung?
-
Dari Girlboss sampai Tradwife: Nostalgia Patriarki dalam Balutan Estetika
-
Meme, Maskulinitas, dan Feminitas: Ketika Humor Jadi Alat Kontrol Sosial
-
Objektifikasi di Balik Akun Kampus Cantik: Siapa yang Diuntungkan?
-
Merdeka Tapi Masih Overwork: Refleksi Kemerdekaan di Tengah Hustle Culture
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Notes from Underground: Memahami Pemikiran Eksistensialis
-
Ulasan Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Sejarah Kelam Indonesia
-
Ulasan Novel Rindu karya Tere Liye: Perjalanan Panjang Menemui Makna Hidup
-
Ulasan Novel A Pocket Full of Rye: Pengkhianatan dan Keserakahan Keluarga
-
Review Novel 'Sumur': Pergi atau Bertahan, Tak Ada yang Benar-Benar Menang
Ulasan
-
Edukasi Keuangan Perempuan di Buku 'Menjadi Cantik, Gaya, dan Tetap Kaya'
-
Review Film Fixed: Di Luar Ekspektasi, Animasi yang Dijejali Komedi Cabul
-
Ulasan Novel Critical Eleven, Pertemuan dalam Sebelas Menit yang Menentukan
-
5 Hal Berharga Dibahas dalam Buku Life is Yours, Hidup Bukan Perlombaan!
-
Ulasan Buku Magic Words: Kata Ajaib untuk Mendapatkan yang Kita Inginkan
Terkini
-
Rungkad di GP Hungaria, Alex Marquez Tak Mau Disamakan dengan Pecco Bagnaia
-
Dokumen Gugatan Bocor, Ini Penyebab Pratama Arhan Gugat Cerai Azizah Salsha
-
Pecahkan Rekor! KPop Demon Hunters Jadi Film Paling Populer di Netflix
-
Momen Cinta Laura Makan 'Shothow' Pakai Centong: Logat Bulenya Bikin Gemas!
-
6 Rekomendasi Drama Thailand yang Tayang Agustus 2025, Ada Eyes of Heaven