Saat menjalani kehidupan, kita tidak bisa terlepas dari hubungan sosial yang mengharuskan interaksi dengan orang lain.
Interaksi tersebut membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana kita saling memahami. Tentu saja ini bukan hal yang mudah dilakukan. Sebab, kita tidak bisa mengetahui isi pikiran orang lain.
Namun kabar baiknya, ternyata kita bisa sedikit membaca karakter seseorang melalui tindakan yang didasari pikiran bawah sadar mereka. Dengan menganalisis apa yang tampak, ada pola-pola tertentu yang kadang bisa diterjemahkan untuk memahami seseorang dan perilaku terselubung mereka.
Hal tersebut tertuang dalam buku berjudul 'Who are You' karya Jung Wooyul. Buku yang diilustrasikan oleh An Dayeon ini membahas tentang beberapa petunjuk yang bisa diamati saat ingin membaca karakter seseorang.
Hal tersebut kemudian dituangkan dalam 3 bab. Yakni psikologi benda, psikologi gadget, dan psikologi hubungan.
Pada bab pertama yang membahas tentang psikologi benda, Jung Wooyul membahas tentang cara membaca karakter seseorang melalui analisis benda-benda di sekitarnya. Misalnya bagaimana seseorang mengatur meja kerja, selera buku dan film, hingga preferensi tentang makanan favorit atau gaya berpakaian. Apa yang berusaha mereka tampilkan lewat penampilan luar biasanya mengindikasikan karakter tertentu.
Pada bab kedua khusus membahas tentang cara membaca kepribadian melalui perlakuan seseorang terhadap gadget. Hal ini barangkali bisa cukup relate karena apa yang tertuang lewat gadget dan seluruh fiturnya bisa jadi adalah ajang pencitraan dan persona yang ingin dibangun oleh seseorang. Yakni bagaimana mereka terus menyunting dan menerapkan filter di setiap foto yang ingin diunggah, tampilan konten di media sosial, hingga pilihan kendaraan dan barang elektronik.
Adapun bab ketiga membahas psikologi hubungan yang terjadi antar manusia. Jika kedua bab sebelumnya dibahas dalam bentuk fun fact disertai gambar ilustrasi, khusus pada bab terakhir ini berisi pembahasan ilmiah dari sisi psikologis tentang bagaimana seseorang menjalin hubungan dengan dunia luar.
Bagi saya pribadi, bab ini menjadi pembahasan yang paling menarik. Penulis sempat membahas mengenai fenomena ego splitting yang kerap menjadi masalah pada sejumlah figur publik.
Ego splitting ini adalah tindakan pemisahan persona dan jati diri yang amat ekstrem sehingga kerap menimbulkan keriuhan di kalangan masyarakat karena merasa tertipu dengan tampilan luar seseorang yang diidolakan.
Misalnya peristiwa yang menimpa orang-orang yang dianggap religius, politikus hingga selebritas yang tiba-tiba terlibat skandal setelah sebelumnya seolah memerankan sosok yang ideal.
Pada dasarnya, orang-orang seperti ini meredam karakter asli mereka karena lebih mementingkan tuntutan masyarakat yang berekspektasi terlalu tinggi.
"Mungkin saja, pada awalnya, karakter asli seseorang cocok dengan persona yang diharapkan dalam masyarakat. Namun, jika over-face ini terus berlangsung, lama kelamaan persona akan semakin besar, sedangkan suara hati kita makin lama makin terabaikan, yang akhirnya menimbulkan masalah". (Hal 212)
Secara umum, buku ini cukup insightful. Ilustrasi yang menarik juga semakin membuat buku ini adalah tipe buku yang mudah untuk dibaca sampai tuntas.
Meskipun apa yang diungkap pada bab 1 dan bab 2 menurut saya kebanyakan masih bersifat generalisasi. Untuk menilai karakter dan kepribadian asli seseorang, kita tidak bisa hanya mengandalkan penilaian sesaat dari apa yang ditampilkan secara fisik.
Tapi untuk dijadikan sekedar hiburan dan wawasan tambahan, beberapa informasi yang ada di buku ini lumayan menarik.
Jika kamu sedang mencari bacaan tentang cara membaca karakter seseorang, buku ini bisa menjadi salah satu rekomendasi buku yang cukup menghibur. Selamat membaca!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Buku Mahal, Gaji Kecil: Apakah Membaca Hanya untuk yang Punya Uang?
-
Review Buku The Principles of Power: Tentang Menjadi Berpengaruh Tanpa Harus Berkuasa
-
Ulasan Novel How to End A Love Story:Ketika Cinta Harus Bertemu Luka Lama
-
Ulasan Buku Finding My Bread, Kisah si Alergi Gluten Membuat Toko Roti
-
Saat Kita Jatuh Cinta: Tentang Luka yang Mengajari Kita Mencinta Lagi
Ulasan
-
Review Film The Ghost Game: Ketika Konten Berubah Jadi Teror yang Mematikan
-
Review Film Pangku: Hadirkan Kejutan Hangat, Rapi, dan Tulus
-
Jarak dan Trauma: Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Novel Critical Eleven
-
Perjuangan untuk Hak dan Kemanusiaan terhadap Budak dalam Novel Rasina
-
Ulasan Novel Larung, Perlawanan Anak Muda Mencari Arti Kebebasan Sejati
Terkini
-
Bukan soal Pajak! Purbaya Tegaskan Thrifting Tetap Ilegal di Indonesia
-
Cliquers, Bersiap! Ungu Guncang Yogyakarta Lewat Konser 'Waktu yang Dinanti'
-
Vidi Aldiano Menang Gugatan Nuansa Bening, Tuntutan Rp28,4 Miliar Gugur!
-
Bukan Cuma Kekeringan, Banjir Ekstrem Ternyata Sama Mematikannya untuk Padi
-
Rok Sekolah Ditegur Guru, Zaskia Adya Mecca Ungkap Rasanya Punya Anak Remaja