Saat segala usaha kita diremehkan, dipandang sebelah mata, atau nggak dihargai, rasanya memang insecure banget. Niatnya ingin membuktikan kalau kita punya potensi, tapi kok memulainya terasa berat.
Kalau kamu pernah merasakan hal seperti ini, barangkali butuh sesuatu untuk memantik semangat. Nggak sekadar menyemangati, tapi benar-benar mendobrak daya juang untuk bangkit dan membuat perubahan di dalam diri.
Ada salah satu buku yang menurut saya cukup inspratif dan memenuhi kriteria di atas. Yakni buku berjudul 'Everything Is Possible' karya Kevin Wu.
Kalau membaca dari judulnya, emang sih judul buku ini kesannya biasa aja. Seperti tipikal buku self improvement yang cuma jual motivasi dengan kalimat-kalimat penyemangat yang udah basi.
Tapi setelah membaca bukunya langsung, ternyata buku ini lumayan menarik. Hal pertama yang bikin saya betah untuk tetap membaca buku ini adalah penulis yang merupakan tipe motivator yang walk the talk. Bukan yang cuma modal omong doang dan memotivasi dengan sesuatu yang nggak realistis.
Di awal bab, Kevin Wu menceritakan betapa keras perjuangannya buat keluar dari lingkaran kemiskinan yang menjerat keluarganya. Hingga pada akhirnya, ia berhasil meraih banyak tujuan hidup yang dulunya ia cita-citakan.
Ia bukan tipikal orang dengan banyak privilege. Ayahnya cuma supir angkot, sementara ibunya adalah penjual kue tradisional.
Ketika anak-anak seusianya menghabiskan masa kecil dan remaja dengan bersantai, bermain, atau nongkrong dengan teman-teman, Kevin harus disibukkan dengan membantu usaha ibunya menjajakan kue, menjadi pelayan, dan tukang cuci piring.
Meskipun harus menjalani kehidupan yang sulit, tapi Kevin nggak pernah kehilangan keyakinan bahwa suatu hari nanti ia akan sukses.
"Kunci keberhasilan saya adalah berpikir 'serba mungkin'. Saya menyaksikan sebagian besar orang gagal karena berpikir 'serba tidak mungkin' sebelum memulai segala sesuatu". (Halaman 35)
Dari kutipan di atas, barangkali kamu juga pernah menyaksikan orang-orang seperti yang disebutkan Kevin, yakni mereka yang gagal karena berpikir bahwa segalanya terasa nggak mungkin.
Khususnya mereka yang nggak punya banyak kesempatan dan dukungan untuk meraih cita-citanya. Terkadang ada banyak orang yang sebenarnya punya potensi, tapi beratnya realita kehidupan membuat mereka mundur. Entah dari akses pendidikan yang terbatas, nggak punya modal yang besar, atau berada dalam lingkungan yang benar-benar nggak kondusif untuk berkarya.
Hal ini juga dialami Kevin, namun dia nggak kepengin patah sebelum benar-benar berjuang. Ia tetap punya keyakinan bahwa selalu ada kesempatan dan peluang yang terbuka selama tetap berusaha.
Tapi usaha dan kerja keras aja nggak cukup. Coba deh lihat di sekeliling kita, para pedagang, nelayan, petani, atau mungkin buruh pabrik yang setiap harinya harus bekerja keras. Kurang gigih apa sih mereka? Tapi kok kondisinya gitu-gitu aja.
Bandingkan dengan pengusaha, pekerja kreatif yang punya banyak klien, atau mereka yang udah mapan dan menikmati kesuksesannya. Mereka semua ini kelihatannya bisa santai bekerja dibanding golongan yang sebelumnya.
Ini membuktikan bahwa kita nggak bisa sekadar mengandalkan usaha dan kerja keras. Tapi butuh strategi, optimalisasi keunikan dan potensi diri, hingga keahlian untuk berkomunikasi, serta menjalin relasi. Beberapa faktor di atas diceritakan Kevin dalam bentuk inspirasi 10 menit di buku ini.
Ada beragam kisah, analogi, dan contoh-contoh yang inspiratif. Nggak perlu harus dibaca sekaligus, karena membaca satu bab setiap harinya sudah cukup untuk bikin semangat dalam menjalani kehidupan.
Jadi, bagi kamu yang saat ini lagi merasa down dan butuh asupan motivasi buat bangkit kembali, buku ini bisa menjadi salah satu rekomendasi bacaan yang inspriatif!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Review Buku Steal Like an Artist: Bukan Plagiat, tapi Seni Kreativitas
-
Ulasan Novel The Coven Tendency: Tempat Kecantikan dan Kematian Bertemu
-
Melampaui Stigma: Menempatkan Buku Kiri dalam Perspektif Literasi
-
Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia
-
Menjalani Hidup dengan Hati Ikhlas dalam Buku Ubah Lelah Jadi Lillah
Ulasan
-
Ulasan Novel Jogja Jelang Senja: Berbeda dalam Doa, Menang dengan Keyakinan
-
Novel Behind Closed Doors: Sandiwara Mengerikan dalam Kehidupan Pernikahan
-
Novel Turning Seventeen: Kehidupan Remaja yang Kompleks dan Penuh Rahasia
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Rumah Rindu: Saat Hati Perempuan Menjadi Medan Pertarungan Moral
Terkini
-
Beri Komentar Pedas, Label Jenius Alex Pastoor Tak Lebih Sekadar Embel-Embel Belaka
-
Yudo Sadewa Anak Menkeu Purbaya Sindir Mahasiswa Ikut Demo karena Dibayar
-
4 Gel Mask yang Ampuh Redakan Wajah Kemerahan dan Kontrol Minyak
-
Dari Barbie Sampai Wednesday: 10 Ide Kostum Halloween 'Matching' Paling Viral
-
Bukan Selamat, Rumah Presiden Prabowo Diserbu Karangan Bunga Berisi Sindiran Tajam