Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Menjelang Magrib 2 (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)
Athar Farha

Ada satu kebiasaan lama Hollywood, yang sekarang pun merembet ke perfilman Indonesia, dan itu bikin penonton sering garuk kepala. Film yang sudah tuntas ceritanya (nggak ada peluang sekuel), tiba-tiba dilanjutkan lagi. Padahal, nggak semua film butuh sekuel. Ibaratnya kayak hubungan yang sudah selesai dengan baik-baik, tapi dipaksa balikan tanpa alasan jelas.

Iya kalau lanjutannya bisa bikin cerita makin hidup. Kalau ujung-ujungnya hambar, ngapain dilanjutkan? Nggak perlu banget.

Sayangnya Film horor Indonesia memang lagi rajin hadir ke layar lebar, dan salah satu yang baru tayang ialah ‘Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai’ merupakan lanjutan yang katanya sih ‘beda’. 

Disutradarai dan ditulis Helfi C.H. Kardit, film ini merupakan sekuel yang diproduksi Helroad Films, dengan durasi ±99 menit. Film ini mengusung nuansa historis karena latarnya ditempatkan di era Hindia Belanda tahun 1920-an lho, tapi 

Deretan pemerannya lumayan banyak: Aditya Zoni, lalu ada Aisha Kastolan, nggak ketinggalan Aurelia Lourdes. Ada pula Ajeng Fauziah, Muthia Datau, Ageng Kiwi, Shania Sree, Ratu Dewi Imasy, hingga Fendy Pradana. Dengan line-up ini, seharusnya filmnya punya modal cukup kuat untuk jadi tontonan horor bernuansa sejarah yang menegangkan.

Sayangnya, begitu nonton, yang terasa justru kebalikannya. Lho, kok gitu? Kepoin lagi ya! 

Review Film Menjelang Magrib 2

Film yang tayang 4 September 2025 ini mengisahkan Giandra yang mencoba melawan tradisi pemasungan karena dianggap nggak manusiawi. Dia ingin menyembuhkan Layla dengan pendekatan medis modern. Layla tuh ibarat bangkit dari kematian, dan setelah sadar malah kayak orang gila. 

Kisahnya sebenarnya menarik. Benturan sains modern dengan mistik lokal di desa Karuhun. Sayangnya, begitu dijalankan di layar, konfliknya terasa hambar. Alih-alih mencekam, filmnya lebih banyak berputar-putar dengan dialog panjang tanpa arah.

Alih-alih menimbulkan rasa ngeri, banyak adegan membosankan yang bikin ngantuk. Padahal judulnya horor banget deh, tapi rasanya kayak drama sejarah yang gagal total membangun tensi.

Gimana ya? Film horor tuh identik dengan atmosfer mencekam, entah lewat tata suara, cahaya, atau penampakan yang menegangkan. Di film sini? Nihil. Musik pengiringnya sering terasa janggal, bak tempelan yang dipaksakan. Efek suara yang harusnya bikin merinding, eh terdengar basi dan gampang ditebak.

Tata visualnya pun nggak menolong. Setting desa di era Hindia Belanda memang dicoba dibangun dengan properti dan kostum, tapi hasilnya terlihat murahan. 

Dengan pemain muda yang cukup populer, ekspektasinya tentu tinggi. Hanya saja performa mereka malah datar. Aditya Zoni sebagai Giandra tampak terlalu serius sampai kaku, ekspresinya monoton dari awal sampai akhir. 

Singkatnya, chemistry antar pemain nggak dapet. Mereka seperti bermain sendiri-sendiri tanpa koneksi emosional yang kuat. Jadinya, aku sulit ikut tenggelam dalam cerita.

Film ini memang mencoba mengangkat isu serius terkait praktik pemasungan, benturan budaya, serta stigma terhadap orang dengan gangguan mental. Seharusnya, isu seberat ini bisa jadi daya tarik. Cuma ya gitu, karena eksekusinya setengah hati, hasilnya jadi terkesan remeh.

Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai punya modal ide yang lumayan, tapi memangnya harus ada sekuel yang benang merahnya sebatas pemasungan? Asli deh, semua itu runtuh karena eksekusi yang lemah. 

Kalau ditanya apakah film ini burun? Iya, untuk ukuran horor yang dijual dengan embel-embel nuansa sejarah, Sayang banget deh!

Bila Sobat Yoursay masih penasaran, buruan ke bioskop sebelum turun layar!