Hayuning Ratri Hapsari | Ardina Praf
Novel Berpayung Tuhan (goodreads.com)
Ardina Praf

Novel Berpayung Tuhan karya Jaquenza Eden menghadirkan kisah yang begitu menyentuh hati, bertema family angst dan refleksi hidup.

Tokoh utamanya, Khalil, seorang penulis muda berusia 25 tahun yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri setelah merasa lelah dengan dunia dan kecewa pada diri sendiri. Namun, cerita tidak berhenti di sana.

Setelah kematiannya, Khalil dibawa ke sebuah tempat misterius seperti ruang antara hidup dan mati, ia menonton seluruh perjalanan hidupnya di layar besar.

Ia melihat kembali masa kecilnya yang penuh kasih, masa remajanya yang kelam, hingga momen di mana ia kehilangan semangat hidup.

Dalam proses ini, Khalil menyadari satu hal yang begitu menyayat: betapa besar arti keberadaannya bagi orang-orang di sekitarnya, terutama kedua orang tuanya.

Di titik itu, penyesalan datang terlambat. Ia ingin meminta maaf, ingin kembali, tapi tak ada lagi kesempatan.

Berpayung Tuhan bukan sekadar kisah tentang kematian, tapi tentang arti hidup, harapan, dan cinta keluarga yang sering tak kita sadari saat masih punya waktu.

Salah satu kekuatan utama novel ini adalah cara Jaquenza Eden menulis dengan hati. Setiap paragraf terasa jujur, seperti curahan seseorang yang benar-benar memahami apa itu kehilangan dan penyesalan.

Emosi yang dituangkan terasa tulus dan tidak berlebihan, membuat pembaca bisa ikut larut tanpa merasa digiring untuk menangis.

Kelebihan lainnya terletak pada penggambaran karakter Khalil yang kompleks dan realistis. Ia bukan tokoh sempurna; penuh luka batin, ragu, dan keraguan terhadap makna hidup.

Justru dari ketidaksempurnaannya, pembaca bisa melihat cerminan diri sendiri, terutama bagi mereka yang pernah merasa kehilangan arah.

Selain itu, Jaquenza berhasil membungkus tema depresi dan kematian dengan nuansa spiritual yang lembut, tanpa terkesan menggurui. Judul Berpayung Tuhan sendiri menjadi simbol bahwa sekelam apapun hidup, selalu ada “payung” perlindungan dari Tuhan yang menanti mereka yang tersesat untuk kembali.

Meski kuat dari sisi emosi, novel ini memiliki alur yang cenderung lambat di bagian awal. Beberapa pembaca mungkin merasa sulit untuk langsung terhubung karena banyaknya narasi reflektif yang berulang.

Namun, setelah memasuki pertengahan cerita, emosi yang dibangun mulai mengalir dan terasa lebih dalam.

Selain itu, beberapa dialog antar karakter terasa sedikit melodramatis, meskipun masih bisa dimaklumi karena konteks cerita yang memang penuh perasaan.

Jika kamu lebih suka plot cepat dan banyak aksi, novel ini mungkin terasa terlalu tenang, tapi bagi pembaca yang mencari makna, ketenangan itulah justru kekuatannya.

Gaya bahasa Jaquenza Eden khas dan puitis, tapi tetap mudah dicerna. Ia menulis dengan gaya narasi batin, seolah pembaca sedang mendengar suara hati Khalil secara langsung.

Banyak kutipan reflektif yang bisa dijadikan pengingat hidup.

Bahasanya tidak kaku, terasa mengalir alami, dengan campuran diksi lembut yang bikin pembaca betah menikmati setiap halamannya.

Novel Berpayung Tuhan*mengajarkan bahwa hidup adalah anugerah yang terlalu berharga untuk disia-siakan. Melalui Khalil, pembaca diajak untuk merenung, seberapa sering kita lupa bahwa kehadiran kita berarti bagi orang lain?

Betapa banyak kasih sayang yang tidak sempat kita balas karena terlalu larut dalam kesedihan sendiri?

Kisah ini mengingatkan bahwa Tuhan selalu memberi kesempatan untuk berteduh di bawah “payung”-Nya, selama kita belum menyerah.

Sebuah novel yang bukan hanya menyentuh hati, tapi juga membuka mata tentang pentingnya menghargai kehidupan, meski dalam badai sekalipun.

Berpayung Tuhan adalah novel reflektif yang memadukan kehangatan keluarga, keheningan spiritual, dan kejujuran emosional.

Bacaan yang menenangkan, sekaligus menampar lembut hati setiap pembacanya.