Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2024 (JAFF) menghadirkan berbagai momen penting yang menegaskan perannya sebagai festival film terbesar di Asia Tenggara.
Dengan 180 film dari 25 negara Asia Pasifik yang dipilih dari 750 pendaftar, JAFF bukan hanya menjadi panggung untuk karya terbaik, tetapi juga menjadi tuan rumah bagi pasar film pertama di Indonesia.
Berikut ini adalah lima film yang berhasil menarik perhatian di JAFF 2024.
1. Crocodile Tears
Disutradarai oleh Tumpal Tampubolon, 'Crocodile Tears' mengangkat kisah Johan (Yusuf Mahardika), seorang pemuda yang hidup dengan ibunya, Mama (Marissa Anita), di sebuah penangkaran buaya.
Mama, yang sangat protektif, melarang Johan menjalin hubungan dengan dunia luar. Namun, pertemuannya dengan Arumi (Zulfa Maharani) memicu konflik yang mengguncang hubungan ibu dan anak ini.
Film berdurasi 1 jam 38 menit ini menonjol dengan ketegangan psikologis yang halus, tanpa mengandalkan adegan mengagetkan.
Bahkan, film ini mendapat pujian di TIFF 2024 dan Busan International Film Festival, serta meraih lima nominasi Piala Citra, termasuk untuk kategori Film Terbaik.
2. In the Belly of a Tiger
Drama horor asal India ini mengambil inspirasi dari kisah nyata pasangan suami istri, Prabhata dan Bhagole, yang menghadapi tekanan ekonomi di pedesaan.
Didorong oleh utang pertanian yang tak tertanggungkan, mereka mempertimbangkan keputusan ekstrem untuk mengorbankan diri dibunuh harimau demi mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Film ini memotret malam terakhir mereka sebagai momen cinta yang pilu dan mengharukan.
Sutradara memadukan elemen horor dan drama sosial untuk menyampaikan kritik terhadap dampak kapitalisme di masyarakat pedesaan.
Dengan sinematografi yang kelam dan penceritaan yang kuat, 'In the Belly of a Tiger' menjadi representasi penting dari gerakan arthouse India yang sedang berkembang.
3. Yohanna
Karya terbaru Razka Robby Ertanto, Yohanna, mengeksplorasi isu eksploitasi anak di Sumba Timur melalui tokoh Yohanna (Laura Basuki), seorang biarawati Katolik. Film ini memaparkan dilema moral dan krisis iman yang dialami Yohanna saat ia berjuang melawan ketidakadilan di komunitasnya.
Dengan visual yang otentik dan akting yang kuat, film ini berhasil menggambarkan realitas pahit komunitas marginal. Yohanna menyabet lima penghargaan di Indonesian Screen Awards, termasuk Film Terbaik dan Penyutradaraan Terbaik, menegaskan posisinya sebagai salah satu karya sinema lokal yang berpengaruh tahun ini.
4. MA - Cry of Silence
Film kolaborasi antara Myanmar, Singapura, Perancis, Norwegia, dan Korea Selatan ini bercerita tentang Mi-Thet (Su Lay), seorang buruh pabrik yang belum menerima gaji selama dua bulan. Ketika para buruh memutuskan untuk mogok kerja, mereka justru menghadapi agresi dari antek militer. Mi-Thet pun dihantui trauma masa lalunya akibat represi yang kejam.
Dengan narasi yang berani, 'MA - Cry of Silence' mengangkat isu sosial dan politik yang relevan di Myanmar. Film ini menjadi pengingat akan perjuangan melawan ketidakadilan, sekaligus mendapat pujian berkat pendekatan sinematiknya yang menggugah.
5. Suintrah
Film pendek ini mengangkat cerita Jor dan anaknya, Nayak, yang tinggal di desa dengan aturan aneh: tidak boleh berbicara dengan suara lantang.
Ketika Nayak melanggar aturan tersebut, ia menghilang secara misterius. Dalam upayanya menemukan sang anak, Jor pun menghadapi dilema besar yang menantang keberanian dan prinsipnya.
Melalui premis yang unik, Suintrah menggambarkan metafora tentang represi suara dalam masyarakat. Film ini meraih penghargaan Piala Citra untuk Film Cerita Pendek Terbaik, berkat pesan kuat dan sinematografinya yang memikat.
JAFF 2024 bukan hanya festival, melainkan juga panggung bagi berbagai cerita yang menyuarakan isu-isu penting dengan cara yang kreatif. Dengan keanekaragaman film yang diputar, festival ini berhasil memberikan pengalaman sinematik yang menginspirasi, reflektif, dan penuh makna.
Dari kelima film di atas, apakah ada film favoritmu?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS