Menjadi ayah dan suami bukan hanya soal memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi Budi Doremi, peran itu membawa tanggung jawab emosional yang membuatnya sering merasa takut gagal.
Ia menyadari bahwa kehadiran seorang ayah bukan sekadar fisik, tetapi juga tentang waktu, perhatian, dan kedekatan yang tak bisa dibeli.
Dalam unggahan video di kanal YouTube MAIA ALELDUL TV pada Senin (8/12/2025), Budi mengungkapkan ketakutan terdalam yang selama ini ia simpan.
Mulai dari aib masa lalu yang mungkin muncul kembali hingga rasa takut tidak bisa menjadi sosok ayah dan suami yang benar-benar hadir untuk keluarganya.
Budi mengakui bahwa salah satu ketakutan terbesarnya adalah kemungkinan aib masa lalu kembali ter-blow up di era digital yang serba cepat. Ia sadar setiap orang punya masa kelam, tetapi tetap saja rasa khawatir itu menghantuinya.
“Ya aib pasti ya, setiap orang pasti punya aib. Pasti kita juga punya masa lalu yang buruk lah gitu. Apalagi kan sekarang informasi gampang banget orang akses kan,” kata Budi.
Ia juga mengungkapkan meski masa lalu sudah ia lewatkan, tetap ada perasaan sedih jika suatu hari hal itu kembali muncul.
“Kalau itu menjadi sesuatu yang ke-blow up itu pasti mengecewakan banget. Salah satunya itu yang aku takutin,” ucap Budi.
Selain masa lalu, ketakutan yang paling besar bagi Budi adalah jika ternyata ia gagal menjadi suami dan ayah yang baik. Ia takut apa yang ia lakukan selama ini belum cukup menunjukkan kehadirannya sebagai kepala keluarga.
“Yang kedua itu yang aku takutin kalo aku tuh nggak bisa jadi ayah atau suami yang baik buat keluarga,” tutur Budi.
Baginya, menjadi ayah bukan hanya tentang memberi sandang, pangan, atau papan. Ia takut jika hanya menyediakan kebutuhan materi, tetapi tidak benar-benar menemani anaknya tumbuh.
“Misalnya ternyata aku tuh nggak terlalu nemenin anak. Cuman provide mereka secara sandang, pangan, papannya aja,” ujar Budi.
Hal yang sama berlaku pada istrinya. Ia khawatir selama ini hanya hadir secara fisik, tapi tidak benar-benar terlibat sebagai pasangan.
“Ternyata ketidakhadiran ku itu bukan secara fisik tapi ternyata nggak hadir juga sebagai orang yang memang ada di samping mereka,” kata Budi.
Budi juga memahami betul bahwa masa kecil anak sangat cepat berlalu. Ia takut jika pekerjaan membuatnya kehilangan momen-momen penting bersama keluarga.
“Karena kan masa kecil anak yang aku dengar itu, mereka cepat banget tumbuh. Tiba-tiba udah gede,” ucap Budi.
Ketakutan itu menumbuhkan kekhawatiran baru yaitu jarak dalam hubungan. Budi takut jika suatu hari ia tidak benar-benar mengenal anak dan istrinya karena jarak yang tercipta tanpa ia sadari.
“Aku takut kalo misalnya aku tuh punya jarak gitu yang membuat aku ternyata nggak ngerti, nggak tahu, nggak kenal sama anak bahkan sama istri aku,” tuturnya.
Sebagai musisi yang memiliki banyak jadwal show, Budi mengakui bahwa tuntutan pekerjaan kadang membuatnya sulit berada di rumah. Ia bahkan pernah satu bulan penuh manggung tanpa jeda hingga membuatnya merasa sangat sedih.
“Yang tadinya pengen banyak off air-nya, pengen banyak pemasukannya semua itu dikabulin. Tapi ternyata ada yang diambil yaitu waktu,” kata Budi.
Ia menceritakan bagaimana kebahagiaan dari pencapaian karier justru kadang dibarengi perasaan kehilangan, terutama ketika waktu bersama keluarga ikut berkurang. Budi mengaku bahwa saat waktu itu hilang, ia tetap merasakan kesedihan yang dalam.
Ketakutan itu bukan kelemahan, tetapi bentuk cintanya pada keluarga dan kesadarannya bahwa waktu bersama orang terdekat adalah hal paling berharga yang tak bisa diulang.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS