Woozi SEVENTEEN Diduga Jadi Korban Penyalahgunaan Kekuasaan Atasan Militer

Sekar Anindyah Lamase | Anggia Khofifah P
Woozi SEVENTEEN Diduga Jadi Korban Penyalahgunaan Kekuasaan Atasan Militer
Woozi SEVENTEEN (allkpop.com)

Nama Woozi, anggota grup K-pop populer Seventeen, tengah menjadi sorotan publik Korea Selatan setelah muncul laporan bahwa ia diminta oleh seorang atasan di pusat pelatihan militer untuk membantu mencarikan penyanyi pengisi acara pernikahan.

Peristiwa ini memicu perdebatan luas mengenai apakah permintaan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau sekadar bantuan pribadi yang diberikan secara sukarela.

Menurut laporan Seoul Shinmun yang dikutip oleh Allkpop pada 22 Desember, seorang bintara atau platoon leader yang diidentifikasi sebagai "A" meminta Woozi, yang baru saja menjalani wajib militer sebagai trainee pada September, untuk mengenalkan seorang penyanyi yang dapat membawakan lagu ucapan selamat di acara pernikahannya. Woozi diketahui tidak memiliki hubungan pribadi dengan A sebelum masuk militer.

Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Woozi menghubungi seorang penyanyi balada terkenal yang ia kenal secara pribadi. Penyanyi tersebut akhirnya tampil di pernikahan pada Oktober tanpa menerima bayaran.

Pihak Angkatan Darat melalui Army Training Center menyatakan bahwa tidak ada unsur paksaan dalam kejadian tersebut. Seorang pejabat militer menegaskan bahwa tindakan Woozi dilakukan atas dasar niat baik pribadi dan bukan akibat perintah yang tidak pantas.

"Setelah meninjau situasi, kami menyimpulkan bahwa ini bukan perintah yang melanggar, melainkan bantuan sukarela dari Woozi. Tidak ada pelanggaran hukum atau peraturan militer," ujar perwakilan pusat pelatihan.

Meski demikian, reaksi publik di media sosial justru menunjukkan kekhawatiran yang berbeda. Banyak warganet menilai bahwa dalam struktur militer yang hierarkis dan tertutup, permintaan dari atasan sulit untuk ditolak, terutama oleh prajurit baru. Sejumlah komentar di platform daring mempertanyakan apakah Woozi benar-benar memiliki kebebasan untuk menolak tanpa khawatir akan dampak terhadap kehidupan militernya.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh kalangan ahli hukum. Pengacara Noh Jong Eon dari Firma Hukum Jonjae, yang diwawancarai Seoul Shinmun, menyatakan bahwa terdapat banyak preseden pengadilan yang mengakui sulitnya bawahan menolak permintaan pribadi atasan di lingkungan militer.

Ia menekankan bahwa budaya kepatuhan dan hierarki yang kuat sering menjadi dasar pertimbangan hukum dalam menilai ada tidaknya unsur paksaan, meskipun tidak disampaikan secara eksplisit.

Menanggapi kontroversi yang berkembang, Army Training Center mengumumkan akan melakukan survei internal terhadap seluruh anggota unit terkait pada bulan Desember.

Langkah ini bertujuan untuk memastikan tidak ada praktik permintaan pribadi yang memanfaatkan hubungan atasan-bawahan. Namun, pihak militer menegaskan bahwa survei tersebut bukanlah investigasi formal khusus terhadap kasus Woozi.

"Jika ditemukan pelanggaran melalui survei atau peninjauan lebih lanjut, tindakan hukum yang sesuai akan diambil," ujar seorang pejabat kepada Korea Herald.

Fakta lain yang turut menjadi perhatian adalah nilai ekonomi dari bantuan tersebut. Honor penampilan penyanyi papan atas untuk acara pernikahan biasanya berkisar antara 3 hingga 5 juta won. Hal ini membuat sebagian pihak menilai bahwa permintaan tersebut memiliki bobot yang tidak kecil, meskipun akhirnya tidak melibatkan transaksi uang.

Woozi sendiri saat ini diketahui telah terpilih sebagai drill instructor dan bertugas di unit pelatihan yang sama dengan atasan yang terlibat dalam kontroversi. Pihak militer menyebut bahwa penugasan tersebut belum ditentukan pada saat permintaan dibuat, sehingga dinilai tidak berkaitan langsung.

Sementara itu, agensi Woozi, Pledis Entertainment di bawah HYBE, menyatakan belum dapat mengonfirmasi detail fakta terkait dan memilih tidak memberikan komentar lebih lanjut.

Hingga kini, pihak militer menegaskan tidak ada rencana untuk memberikan sanksi disipliner kepada pihak mana pun. Namun, kasus ini tetap menjadi bahan diskusi publik mengenai batas etika dalam hubungan atasan dan bawahan di lingkungan militer, terutama ketika melibatkan figur publik.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak